Tidak semua cinta terasa indah, ada kalanya cinta terasa begitu menyakitkan, apalagi jika kau mencintai sahabatmu sendiri tanpa adanya sebuah kepastian, tentang perasaan sepihak yang dirasakan Melody pada sahabatnya Kaal, akan kah kisah cinta keduanya berlabuh ataukah berakhir rapuh
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Withlove9897_1, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 02
...****...
I know our relationship kinda toxic but you're the only one I choose, even though you break my heart
...****...
Ketika segala aspek dalam kehidupan telah terpenuhi, seseorang biasanya akan mencari kegemaran baru.
Sebagian memilih mengisi waktu luang dengan olahraga, sebagian lainnya memilih bermain investasi, dan sebagian sisanya mencari bentuk kenyamanan lain yang dapat dipertahankan. Namun Kaal Vairav memilih untuk berburu. Dan dengan berburu, apa yang menjadi mangsanya bukan binatang seperti pada umumnya. Melainkan wanita dengan pakaian minim yang terlihat tersesat dalam hingar bingar suara musik yang berdentum.
Kaal tipe yang pemilih, bukan hanya penampilan fisik seseorang yang menjadi prioritas utamanya, tapi kesempurnaan yang bisa membuat hasratnya terpuaskan. Ya itu tujuan akhir yang ingin Kaal capai adalah kepuasan—baik secara harfiah, maupun dalam bentuk rasa bangga setelah sukses menodai seseorang yang bahkan tidak mengerti apa itu bercinta di luar hubungan.
Permulaannya selalu sederhana.
Kaal akan mengobservasi menyeluruh, eliminasi beberapa target sebelum menentukan siapa yang paling berpotensi, kemudian dengan langkah percaya diri, senyuman yanh memikat, dan percakapan singkat yang berakhir dengan bisikan di telinga seperti...
"Aku yakin kau akan seratus persen lebih mempesona saat kau mendesahkan namaku nona"
Lalu seperti mantra ampuh tanpa cela, Kaal pasti mendapatkannya.
Gang belakang klub selalu menjadi tempat terbaik bagi Kaal untuk bercinta dengan partnernya. Ia terbiasa melampiaskan nafsu pada jalan sempit tanpa penerangan, menghimpit entah siapa yang menjadi korbannya pada dinding dan menyetubuhinya seperti pelacur.
Tidak perlu ruang tidur hotel, kamar apartemen, atau percakapan buang-buang waktu di perjalanan demi meraup kenikmatan bercinta
Dengan cara seperti itu, Kaal menilai semua berlangsung lebih kotor, cepat, dan tanpa drama berkepanjangan.
Malam ini seharusnya, bukan menjadi malam pengecualian. Akan tetapi, entah mengapa Kaal justru membuatnya demikian.
Ia meloloskan kadar minumannya melampaui kapasitas wajar, menghilangkan kebiasaan menghapus bekas lipstick milik entah siapa wajah tanpa nama di bagian-bagian tertentu tubuhnya, serta melakukan beberapa hal berbeda dalam aktivitas seksualnya tadi.
Kini—bergelayut dengan kaki yang nyaris tidak berfungsi di luar pintu klub, Kaal menyisir lalu lalang mobil yang mendekat.
Jemari tangannya yang masih memiliki sisa energi mengangkat puntung hingga bibir, pemantik menggantung pada genggaman tangan kanan sebab ia kesulitan memasukkan benda itu ke dalam sakunya.
Ia menghisap beberapa kali sebelum secara mendadak batang rokoknya disentak jatuh.
Kaal tersenyum tipis, sebab itu adalah pertanda bahwa seseorang yang ia tunggu telah datang.
Maka alih-alih hardik protes, bibir Kaal justru menarik senyum.
Hanya Melody Senja yang berani melakukan tindakan semacam itu.
Memalingkan wajah, dugaannya terbukti benar ketika ia menangkap sosok Melody di sampingnya.
Gadis itu menggamit lengan Kaal tanpa bicara, berusaha menuntun langkah berantakannya hingga ke bangku depan mobil.
Tubuh Kaal dilipat sedemikian rupa hingga seluruh kakinya masuk sebelum gadis yang membawanya akhirnya beranjak ke kursi kemudi—hanya untuk diam di sana sejenak, menyandarkan kepala pada bantalan klakson, lalu melirik ke arah tiap bukti wanita lain di tubuh Kaal.
Hela napas panjang terdengar berhembus, Kaal tersenyum puas.
Ia memang menginginkan ini.
Ia memang menginginkan reaksi semacam ini dari gadis itu.
Karena ia tahu bahwa—lambat laun, ketika suatu luka menyerang pada titik yang sama, bagian itu akan berubah kebas.
Begitu pula dengan hati.
"Dengan penampilanku seperti ini, Do you still love me Melody?"
Itu bukan dimaksudkan sebagai pertanyaan dalam makna yang sama, melainkan sesuatu yang lebih mendesak seperti apa kau masih bisa mencintaiku ketika mengetahui bahwa aku seburuk ini?
Lewat penglihatannya yang kian kabur, Kaal melihat perpindahan sirat mata Melody yang begitu kentara.
Gadis yang mengenakan pakaian casual itu kemudian mulai menjalankan kemudi—berpura-pura mengabaikan pertanyaan Kaal yang masih menunggu jawaban darinya
Beberapa lampu lalu lintas terlewati, tidak ada sepatah katapun tertukar. Hanya deru halus mobil serta sayup suara musik yang disetel dalam volume minim mengisi keheningan.
Jam digital pada dashboard kemudian berkedip, menampilkan pukul tiga tepat ketika Melody memutuskan untuk angkat bicara.
"I do, Aku masih mencintaimu Kaal" jawabnya.
Terdapat senyawa magis pada pukul tiga pagi yang mendorong keluar versi lain dalam tiap individu, sesuatu yang membuat mereka jauh lebih berani dan rentan dalam waktu yang simultan.
"Dan aku tidak tahu alasan kenapa aku masih mencintaimu?" Melody mendengus mengolok dirinya sendiri.
Itu terdengar parau, terlalu pelan, dan putus asa.
Kaal tidak menyukainya.
Tanpa sadar tangannya menggapai kepala Melody, memberikan beberapa usapan di rambut yang membuat gadis itu menoleh dengan cekat menyedihkan.
Namun berkebalikan dengan gesture lembut yang tengah ia berikan, kalimat yang lepas dari mulut Kaal justru tajam dan bernada tegas.
"Cepatlah patah Melody Senja"
"dan berhenti bersikap bodoh, aku membencinya"
...***...
Ini bukan kompetisi, Kaal tahu.
Akan tetapi ketika Melody membangunkannya dengan suara halus serta menawarkan segelas air putih yang dapat berarti banyak pada fase hangover-nya, Kaal merasa luar biasa kalah saat itu juga
Gadis kecilnya itu duduk diam di tepi ranjang, mengamatinya menghabiskan teguk demi teguk air dalam gelas dengan tatapan peduli.
"Kaal apa kau merasa lebih baik sekarang?"
Kaal mengangguk sembari menyerahkan kembali gelas yang digenggamnya. Ia melihat Melody berbalik badan untuk meletakkan benda itu di atas nakas.
Dari belakang, punggung gadis itu tampak tenggelam dalam baju berukuran lebih besar yang dikenakannya. Rambut bangun tidurnya yang terlihat lucu dan mencuat setiap kali ia bergerak. Wajah cantiknya yang masih menyimpan kantuk mengalahkan lembutnya embun pagi di luar jendela.
Melody terlihat begitu nyaman.
Kaal sangat ingin sekali memeluknya dari belakang. Ia bertaruh pada dirinya sendiri bahwa pelukan Melody Senjanya akan terasa seperti nostalgia.
Suatu familiaritas yang menguarkan aroma masa remaja mereka.
Mendengungkan tawa lepas Melody di hari-hari seusai pulang sekolah, kaki mereka yang saling berkejaran untuk mendahului, pekikan mengaduh berseling suara gaduh ketika Kaal berhasil menangkap gadis itu di lengannya.
Kemudian mereka mulai berguling, Melody berusaha melepaskan diri, Kaal mendekap gadis itu lebih erat sebelum kecupan-kecupan singkat melayang ke setiap bagian wajah Melody.
Gadis itu akan tertawa semakin keras, meneriakkan sesuatu seperti kau mesum, lalu Kaal akan menahan Melody ke tanah—menghindari serangan Melody yang juga menyerang balik dengan kecupan-kecupan singkat pada wajahnya
Dan setelahnya, Kaal akan menerima amarah dari Ibu sahabatnya itu. Wanita paruh baya itu selalu mengeluhkan noda tanah yang sulit hilang pada pakaian seragam Melody.
Tetapi Kaal tidak pernah jera, begitu pula dengan Melody. Maka mereka akan mengulangi hal serupa keesokan hari, keesokan harinya, dan keesokan harinya lagi.
Lalu ketika siang berganti sore, mereka selalu siap dengan minuman ringan serta obrolan di atas tempat tidur, anggota tubuh yang saling lekat, tangan yang menjelajah untuk mengusap wajah, serta sentuhan lain yang tidak seharusnya bertahan lama.
Apa yang keduanya sebut persahabatan nyatanya mendekati hubungan resmi. Namun mereka tidak pernah ingin mengalamatkan diri sebagai pasangan.
Mereka hanya bertukar kontak fisik, bahkan tidak lebih dari sekedar kecupan tanpa mencantumkan perasaan, intimasi, apalagi komitmen.
Sementara bagaimana hubungan di antara keduanya kini berubah adalah apa yang selalu datang kepada semua orang; hidup.
Ketika kata dewasa menyapa, Kaal mulai menafsirkan hidup dalam translasi tanpa hiperbola. Pada saat itu, ia menyadari bahwa mementingkan diri sendiri akan jauh lebih berguna.
Kaal menyebut prinsipnya realistis, Melody menyebut ia hanya terjebak dalam tujuan hidup yang simpang siur.
Oleh karena itu pula, gadis itu bertahan.
Lamunan yang melayang kembali ke masa sekarang saat Melody menyadarkannya dengan
"Kaal apa kau butuh sesuatu yang lain?"
"Tidak," sahut Kaal tegas.
"Tidak ada."
"Kau boleh pergi"
......TBC......