NovelToon NovelToon
RAMALAN I’M Falling

RAMALAN I’M Falling

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Enemy to Lovers
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Tinta Selasa

Soraya adalah gadis paling cantik di sekolah, tapi malah terkenal karena nilainya yang jelek.
Frustasi dengan itu, dia tidak sengaja bertemu peramal dan memeriksa takdirnya.

Siapa sangka, selain nilainya, takdirnya jauh lebih jelek lagi. Dikatakan keluarganya akan bangkrut. Walaupun ada Kakaknya yang masih menjadi sandaran terahkir, tapi Kakaknya akan ditumbangkan oleh mantan sahabatnya sendiri, akibat seteru oleh wanita. Sementara Soraya yang tidak memiliki keahlian, akan berahkir tragis.

Soraya jelas tidak percaya! Hingga suatu tanda mengenai kedatangan wanita yang menjadi sumber perselisihan Kakaknya dan sang sahabat, tiba-tiba muncul.



Semenjak saat itu, Soraya bertekad mengejar sahabat Kakaknya. Pria dingin yang terlanjur membencinya. ~~ Bahkan jika itu berarti, dia harus memaksakan hubungan diantara mereka melalui jebakan ~~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tinta Selasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 24

Saat hujan mengguyur, Sean sudah ada disana terlebih dahulu, menghabiskan semangkuk mie sebagai pengisi akhir hari. Namun karena hujan masih tetap setia, dia hanya bisa bersandar di tiang pondok.

Matanya sesekali menatap jalan, sesekali kembali pada ponsel karena notifikasi. Hingga tidak lama ketika dia baru mengangkat kepalanya menatap jalan lagi, sebuah motor yang sangat familiar terlihat baginya.

Alis Sean mengernyit sebentar, dia yakin sekali tidak salah. Karena kapanpun dia akan naik mobil dari garasi keluarga Rafael, matanya pasti akan menatap vespa berwarna lilac yang menurutnya lucu itu. Ya meskipun ketika dia kembali teringat siapa pemilik motor itu, dia akan menjadi malas.

Sean tetap memperhatikan motor itu di antara banyaknya motor yang ikut menepi. Tidak perlu waktu lama baginya untuk menyadari bahwa itu adalah adik sang sahabat.

Gadis itu berdiri berteduh di pondok paling ujung, saat Sean sendiri ada diujung pondok yang lain.

Sempat terbesit pertanyaan tentang apa yang dilakukan gadis itu hingga bisa disini, dan bahkan keinginan untuk memberitahu Rafael, tentang adiknya. Tapi setelah berpikir beberapa detik, Sean mengenyahkan segala pikiran itu.

Malahan dia bersyukur, karena Soraya tidak ada di pondok yang sama dengannya. Atau kalau tidak, masalah pasti akan menghampirinya pikir Sean.

Dia memilih tetap diam dan pura-pura tidak melihat, meskipun pada akhirnya dia gagal juga. Itu semua karena bayangan akan Rafael menuduh nurani Sean, membuat ekor matanya selalu pergi untuk mengawasi adik sahabatnya itu, meski dia tidak ingin.

Mulai dari Soraya di antara kerumunan orang, sampai pada gadis itu tersisa berdiri sendirian, semua ada dalam pandangan Sean. Dia bisa melihat, sesekali Soraya menengok ke dalam pondok dengan wajah muram.

Sean menduga, mungkin Soraya lapar, tapi tidak mau makan ditempat seperti ini. Pemikiran sepihak ini, semakin dibenarkan manakala Sean melihat sang penjual mencoba berbicara tapi Soraya tetap diam.

Dia bahkan berani bertaruh saat itu, jika sang penjual tetap berbicara kala gadis itu memilih diam, maka akan terjadi masalah. Benar saja, sebuah pola memang tidak mudah diubah. Sean tidak yakin kapan dan bagaimana, tapi dia tahu bahwa Soraya tipe yang akan merajuk dalam diam. Jika dipaksa bicara, maka yang keluar adalah kata-kata yang tidak berguna.

Dan BANG, benar saja. Tidak butuh waktu lama ketika didengar Sean bahwa Soraya sudah mulai bicara sesuka hatinya.

Sewaktu melihat ini, hanya ada kekehan dan gelengan dalam diri Sean. Sekarang dia yakin, bahwa Soraya tidak berubah seperti yang dikatakan Rafael, atau seperti yang dilihatnya di Rumah Sakit. Gadis itu berkamuflase dan layak dia biarkan sendirian.

Setidaknya itu yang Sean pikirkan, sampai dilihatnya sang penjual mulai turun dan mendekati Soraya dalam kemarahan. Jantungnya sedikit terlonjak kala itu, dan langkahnya refleks untuk maju.

Tapi sebuah bayang tiba-tiba menahan langkahnya. Kata-kata penuh penghinaan Soraya pada dirinya kembali terdengar. Bukan hanya padanya, tapi khusus pada Ibunya yang membuat Sean sakit hati.

Jadi pada saat paling menakutkan bagi Soraya, Sean ada di belakangnya, berdiri mematung. Dia benar-benar kehilangan reaksi, dan bahkan sudah berpikir untuk berbalik. Meneguhkan hati, bahwa apapun yang terjadi pada Soraya bukanlah urusannya.

Jadi begitulah ketika Soraya sudah keluar area pondok dan mulai basah oleh hujan, Sean langsung berbalik memberi punggung. Tekadnya membulat, dia tidak ingin dilihat dan pergi dari situ secepatnya.

Dua langkah bahkan sudah diambilnya, tapi saat mendengar Soraya tiba-tiba berteriak, Sean berbalik kembali tanpa berpikir. Pada akhirnya, dia kalah pada kebaikan Rafael, dan nilai didikan Ibunya.

Ini bukan untuknya, tapi untuk Rafael. Adalah keputusan terakhir Sean, sebelum mengulurkan tangan pada seseorang yang telah menghinanya selama bertahun-tahun.

Hanya saja tidak menyangka, bahwa kebaikan hatinya akan dipermalukan Soraya tapa ragu-ragu.

“Miskin?”

DEG. Seluruh tubuh Sean menegang mendengar kata pertama Soraya, sebagai balasan atas tangannya yang terulur.

Sementara Soraya sendiri, butuh dilihatnya wajah Sean perlahan berubah mengerikan, sebelum menyadari telah melakukan kesalahan yang sangat fatal.

Satu detik, dua detik, tiga detik....

*Gosh, apa yang harus kulakukan*?  Kejut dan takut Soraya. Masih dalam guyuran hujan, dan dia yang terduduk di becek dengan kaki yang sakit. Soraya sudah harus meremas otak, memikirkan cara memperbaiki situasi dalam sekejap.

Dia benar-benar merutuki bibirnya yang tanpa penyaring itu, sesuatu yang selalu membahayakan nyawanya.

Melihat tangan terbuka Sean yang perlahan mengepal, Soraya tidak mempedulikan apapun lagi. Masa depannya lebih penting, dari rasa malunya saat ini.

**BUH**.

“A-apa yang kau lakukan?” Tanya Sean tercekat.

Dia tidak menyangka bahwa Soraya akan memeluk kakinya secara tiba-tiba. Kini semua orang menatap mereka berdua dengan heran.

“Kak Sean, aku bersalah. Aku bersalah. Tolong jangan marah padaku. Aku tidak bermaksud bilang begitu, tolong jangan marah.” Mohon Soraya dengan ketakutan.

Suasana hujan lebat, dan dia yang terduduk dengan kaki terluka, menambah dramatis kejadian. Para pengunjung lain, sampai berdiri karena tidak tahan untuk mencari tahu apa yang terjadi.

“Soraya lepas, lepaskan. Jangan begini.” Pinta Sean, mencoba melepaskan tangan Soraya dari kakinya. Kini situasi berbalik, dan dia menjadi pihak yang canggung dan berpotensi terlihat jahat disini.

Tapi Soraya menggeleng keras, “Tidak, kau pasti sangat marah. Kau pasti sangat membenciku dihatimu, karena selalu menghina mu dan Ibumu dulu. Aku menyesal, sangat menyesal. Kalau aku berbohong, aku akan tersambar kilat.”

Begitulah seseorang saat terdesak, mereka bahkan bisa bersumpah atas langit, seperti yang dilakukan Soraya. Tapi sayangnya langit sedang tidak ingin diajak berbohong.

Dalam sekejap hujan bertambah deras, dan langit mulai bergemuruh. Sean yang melihat ini, setelah mendengar Soraya memuntahkan sumpah tidak langsung, segera was-was dibuat.

Tapi Soraya yang hanya mencemaskan masa depannya, hanya fokus meminta maaf.

“Soraya berdirilah, bahaya tetap disini.” Ujar Sean, yang kali ini berusaha lebih keras membuka pelukan Soraya dari kakinya.

Tapi Soraya menggeleng lagi, dan saat itulah, **JGERR. SZZZZTT, DUAAR**.

AHHHHH! – Teriakan serentak terdengar, manakala sebuah pohon tersambar tidak jauh dari situ.

Soraya yang melihat bagaimana cahaya dalam sepersekian detik menerangi tempat itu, segera kesenangan dibuat.  Dia adalah satu-satunya yang tertawa disitu.

“Kak Sean lihat tadi! Heh ....” Dia berdiri dengan susah payah, di hadapan wajah syok Sean.

“Hihihi-hihi, Kak Sean lihat kan? Kilat itu menyambar, artinya aku tidak bohong kan. Karena kalau aku bohong, aku yang akan disambar. Jadi benar, aku tidak ber— mpphh.”

Sean tidak tahan lagi dengan cacat logika Soraya. Dia segera membekap mulut gadis itu, agar tidak sembarang bicara disaat seperti ini.

Soraya yang kaget mencoba sedikit melawan, manakala Sean membekap dan menarik paksa dia agar menjauh. Tapi sayang, pergerakannya ini hanya menambah sakit di area kaki sampai ke belakangnya. Saking sakitnya, air mata tidak bisa tertahan lagi dan mengalir keluar.

Sementara Sean, dia hanya fokus membawa Soraya ke tempat awalnya. Di ujung pondok lain, tempat dimana orang-orang disekitar situ, tidak melihat apa yang terjadi.

Bahkan tidak ingin Soraya melakukan hal aneh memalukan lainnya, dia membuat Soraya berdiri di samping pondok, tempat dimana para pengunjung tidak akan melihat mereka.

“Soraya, apa kau ….” Kata-kata Sean menggantung diudara, ketika dilihatnya mata Soraya memerah di bawah cahaya lampu.

“Hei kau, ….” Semua kegeraman Sean lenyap digantikan rasa panik. Namun begitu, sebuah dugaan lain timbul dalam hatinya. Sebuah dugaan bahwa Soraya sedang berakting sedih, membuat Sean yakin tanpa mau bertanya.

“Soraya sudah cukup, aku akan menghubungi Kakakmu untuk menjemput. Hentikan tangisan itu.” Ujar Sean dingin.

1
Esti Purwanti Sajidin
wedewwww lanjut ka sdh tak ksh voteh
Nixney.ie
Saya sudah menunggu lama, cepat update lagi thor, please! 😭
Ververr
Aku udah rekomendasiin cerita ini ke temen-temen aku. Must read banget!👌🏼
Oralie
Masuk ke dalam kisah dan tak bisa berhenti membaca, sebuah karya masterpiece!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!