Desain Cinta CEO Dingin

Bab 7

Setelah terbangun dari tidurnya, Lyn menjadi pendiam. Dia selalu murung, raut wajahnya sendu terkadang pandangannya kosong.

Sari yang melihatnya mengerti akan perasaan Lyn yang sedang meratapi nasibnya. Sari dan Sarah hanya bisa membiarkan; memberikan waktu untuk Lyn sendiri dan tidak bisa memaksa nya untuk cerita tentang kejadian yang menimpanya.

Sari dan Sarah hanya bisa memberikan semangat dan selalu mendampinginya selama berada di rumah sakit. Terkadang, Sarah selalu berceloteh ria tentang kehidupan kampus dan keseruan di tempat laundry dan toko onlinenya supaya memberikan hawa keceriaan untuk Lyn.

Namun itu semua tidak bisa merubah Lyn yang sedang dilanda kesedihan akan nasibnya yang menyedihkan.

Edgar dan Milo baru saja datang untuk menjenguk Lyn.

Edgar melirik ke arah Milo. Milo hanya mengangguk.

"Nyonya sari dan nona Sarah, ada yang ingin saya bicarakan. Mari," ucap Milo sembari mempersilahkan mereka untuk mengikuti nya.

Lalu Edgar melihat Lily. Lily pun mengerti lalu izin ingin membeli makan.

Kini hanya tinggal Edgar dan Lyn saja.

Sebenarnya, Edgar memang sengaja mengunjungi Lyn hari ini karena dia mengetahui laporan bahwa Lyn semakin menyedihkan keadaan psikis nya.

Awal nya Edgar membiarkannya karena ingin memberikan waktu untuk ketenangan nya. Tapi setelah 4 hari berlalu Lyn tidak menunjukkan perubahan perilaku nya dan malah tambah murung, tidak ada nafsu makan, bahkan tidak terlihat semangat hidup.

Edgar pun tidak tahan dan langsung pergi mengunjungi Lyn dengan alasan menjenguk nya.

Setelah beberapa menit berlalu, Edgar mendekati ranjang pasien Lyn dan duduk di sampingnya yang sedang duduk melamun, lalu memutus berbicara lebih dulu.

"Apa kau tahu, di hari kau jatuh pingsan adalah harapan yang kau tunggu tunggu itu menjadi nyata."

"Tawaran mu diterima, dan kau akan menjadi desainer rahasia ku, apapun syarat yang kau berikan dan apapun yang kau minta akan aku penuhi asal kau bisa bekerjasama dengan baik untuk ku. Itulah kalimat yang akan aku katakan di menit kau pingsan."

Lyn masih tak bereaksi.

Edgar menghela nafasnya.

"Apa kau tidak mendengarkan ku" bentak Edgar.

Lyn mengedipkan matanya ketika mendengar bentakan itu. Dia sadar bahwa di depannya ada ceo-nya.

"Tuan, sebaiknya kita lupakan dengan kesepakatan ini. Saya tidak yakin bisa membantu anda dengan kondisi seperti ini." Ucap Lyn sambil menerawang.

"Saya juga ingin mengundurkan diri dari pekerjaan cleaning service. Dimanapun saya berada saya hanya akan dipukuli dan dibenci"

Edgar melihatnya tidak tega langsung mengukur kan tangan untuk memeluk Lyn. Entah kenapa melihat Lyn yang rapuh seperti ini, semangat nya pun seperti ikut rapuh.

"Hiks. hiks." Lyn tiba-tiba menangis di pelukan Edgar. Perlahan tangisannya yang biasa berubah menjadi kencang memilukan.

Air mata yang ditahan sekian lama atas penderitaannya akhirnya tumpah di pelukan Edgar.

Edgar hanya mengelus kepalanya lembut berharap bisa mengurangi beban Lyn. Dia juga membiarkan Lyn menumpahkan kesedihannya sampai Lyn merasa tenang.

Di balik pintu Sari, Sarah dan Milo hanya menunduk mendengar kan tangisan Lyn.

"Itu.. tangisan penderitaannya yang ia tahan sekian lama, akhirnya tumpah juga." Lirih Sari tidak bisa membendung air matanya diikuti Sarah.

Milo pun berkaca-kaca mendengar nya.

Setelah cukup menangis dan cukup tenang, Lyn hanya diam tapi masih memeluk Edgar.

Edgar sebenarnya tadi hampir menetes kan air matanya namun dia masih bisa menguasai diri.

Di ruangan itu hanya terdengar suara detak jarum jam dan itu membuat Edgar tersadar.

"Apa kau belum selesai memeluk ku?" Suara dingin Edgar membuat Lyn tersadar.

Seketika Lyn langsung melepaskan pelukannya dan menjadi kikuk.

"Lama sekali kau memelukku. Apa kau sengaja menangis lama? Sesenang itukah?" Goda Edgar.

Blussh.

Wajah Lyn kemerahan menahan malu.

"Ma-maaf tuan saya tidak sengaja."

"Oh, jadi yang tadi tidak sengaja. Apa kau ingin mencoba yang disengaja?"

Edgar benar-benar menggoda Lyn. Entah kenapa dia sekarang selalu ingin menggodanya jika berdekatan dengan Lyn.

Lyn hanya menunduk malu.

Kemudian Edgar mendekati Lyn perlahan namun Lyn gelisah dan terus mundur perlahan.

"Tuan, jangan seperti itu, saya takut."

"Hanya pelukan, apa yang kau takutkan." Edgar berusaha meraih tangan Lyn.

"Tuan saya mohon jangan mendekat, saya takut." Wajah Lyn berubah menjadi takut.

Edgar melihat wajah takut nya memutuskan berhenti menggodanya.

"Kau takut pelukan?" Edgar mengangkat sebelah alisnya.

"Tidak, tapi saya belum pernah berpelukan dengan laki-laki lain selain ayah saya. Saya takut." Jawab Lyn was-was.

Mendengar itu Edgar tidak bisa menahan tawanya. Dalam hati nya berbunga karena gadis di depannya ini benar-benar murni.

Tiba-tiba Milo, Lily, Sari dan Sarah datang menghampiri mereka.

"Apa kalian sudah selesai?" Tanya Milo dingin.

Edgar yang tertawa menjadi kikuk. Lalu secepatnya menguasai diri nya menjadi image CEO kembali.

"Ekhem.. nona Lyn, apa kau ingat yang ku katakan tadi? Tanya Edgar dengan suara dinginnya.

Lyn hanya diam menggerakkan matanya pertanda sedang mengingat.

"Tawaran mu diterima dan kau menjadi desainer rahasia ku."

Lyn pun ingat kata kata itu lalu mengangguk. "Terimakasih tuan sudah mau menerima saya."

Edgar melihat Lily, kemudian Lily maju mendekati Lyn.

"Dan ini Lily, dia adalah seorang penjahit profesional namun tidak bisa menggambar desain. Anggap saja dia pendamping pribadi mu yang akan mendampingimu apapun yang kau lakukan. Dan apapun yang kau butuhkan kau bisa memintanya pada Lily." Jelas Edgar.

"Mohon kerjasamanya Lily" ucap Lyn ramah.

"Dengan senang hati nona" jawab Lily ramah.

Hari berikutnya Lyn sudah mau bicara. Sari terus menerus menanyakan sedikit demi sedikit tentang kejadian penganiayaan Lyn.

Sebenarnya ketika sari dan Sarah di ajak Milo untuk berbicara. Milo bertanya banyak tentang kehidupan Lyn sebelum menjadi anak angkat nya. Dan juga Milo menyuruh Sari agar Lyn mau berbagi cerita tentang penganiayaan nya dengan alasan agar kondisi psikis Lyn menjadi lebih baik.

Sari yang selesai menyuapi Lyn di temani Sarah yang sedang mengecek toko online nya, mereka bersiap untuk mendengarkan cerita Lyn.

"Tante ingatkan kemarin adalah pertama kalinya aku pulang sore?"

Sari dan Sarah hanya saling memandang kemudian mengangguk.

"Itu adalah hari dimana mereka memukulku dengan brutal. Hari itu aku sedang kurang enak badan lalu aku memutuskan pulang sore sesuai jam kerja ku, mereka tetap menyuruhku untuk mengerjakan sebagian pekerjaan mereka tapi aku tetap akan pulang."

"Mereka yang tidak terima aku menolaknya langsung menyerang memukuli dengan gagang sapu, sepatu, menendang, melempar kursi kayu dan tangga aluminium. Setelah aku tergeletak tak berdaya mereka pun puas, lalu mereka meninggalkan ku begitu saja."

"Mereka siapa?" Tanya Sari dengan dahi mengkerut.

"Rekan kerja satu grup di lantai 27 dan 28 kami ada 6 orang termasuk aku, tapi karena aku anak baru mereka selalu menindas ku dari hari pertama, meskipun aku sudah mengerjakan sebagian pekerjaan mereka tetap saja aku tidak lepas dari bullying mereka namun tidak separah saat aku melawan. Mereka hanya memukuli di bagian yang tertutup baju karena mereka ingin tidak ada yang tahu atas kelakuan mereka."

"Jadi kemarin kau pulang dengan tubuh yang kesakitan dan penuh luka?" Tanya Sari dengan air mata yang sudah menggenang, sedangkan Sarah sudah menangis sedari tadi.

Lyn hanya mengangguk pelan.