NovelToon NovelToon
Mendadak Nikah

Mendadak Nikah

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Mengubah Takdir / Suami ideal / Istri ideal
Popularitas:165.4k
Nilai: 4.5
Nama Author: aisy hilyah

Denis Agata Mahendra, seorang bocah laki-laki yang harus rela meninggalkan kediamannya yang mewah. Pergi mengasingkan diri, untuk menghindari orang-orang yang ingin mencelakainya.

Oleh karena sebuah kecelakaan yang menyebabkan kematian sang ayah, ia tinggal bersama asisten ayahnya dan bersembunyi hingga dewasa. Menjadi orang biasa untuk menyelidiki tragedi yang menimpanya saat kecil dulu.

Tanpa terduga dia bertemu takdir aneh, seorang gadis cantik memintanya untuk menikah hari itu juga. Menggantikan calon suaminya yang menghamili wanita lain. Takdir lainnya adalah, laki-laki itu sepupu Denis sendiri.

Bagaimana kisah mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jebakan

"Larisa, sudah lama kau tidak mengunjungi kami. Datanglah ke rumah, ibumu memasak makanan kesukaanmu. Hari ini kami sedang merayakan ulang tahun ayah."

Kalimat itu terngiang di telinga Larisa, ia duduk tercenung di sofa. Memang sudah lama sekali dia tidak mengunjungi orang tuanya, sejak batalnya pernikahan dengan Radit. Larisa sama sekali belum mengunjungi mereka.

Itu dikarenakan ia masih merasa kesal karena sang ayah meminta imbalan ketika menjadi wali nikah dengan Denis.

"Ah, Denis. Dia melarangku untuk pergi keluar. Lalu, bagaimana? Apa aku harus mengiriminya pesan?" gumam Larisa memandangi benda pipih di tangannya.

Helaan nafasnya terhembus panjang, teringat pesan Denis yang memintanya untuk tidak menelpon. Kemudian, ia memutuskan untuk mengetik pesan meminta izin Denis pergi ke rumah orang tuanya.

Denis, hari ini ayahku ulang tahun. Boleh aku pergi ke rumah ayah? Aku akan baik-baik saja.

Larisa mendekap lutut menunggu jawaban. Merebah di sofa, memikirkan hadiah apa yang harus dia bawa untuk sang ayah.

Sementara di ruang rapat, Haris yang duduk di dekat Denis merogoh saku saat merasakan getaran ponsel di dalam satu sakunya. Ia melihat, dan memberikan ponsel itu kepada Denis.

Cukup dengan anggukan kepala darinya, Haris paham apa yang harus dilakukan.

Hati-hati! Jika sudah selesai, aku akan menyusul. Kirimkan alamatnya.

Haris memasukkan kembali gawai Denis, dan fokus pada rapat. Getar ponsel ia abaikan karena tahu pastilah itu dari Larisa.

Di rumah, Larisa tersenyum membaca pesan balasan Denis. Jemarinya begitu lihai mengetik alamat rumah sang ayah sebagai balasan pesan. Ia beranjak, berganti pakaian dan mengikat rambutnya tinggi. Keluar dari rumah, menaiki sepeda listrik kebanggaan.

Tanpa ia ketahui, seseorang mengikutinya dari belakang. Mengendarai sepeda motor secara acak agar tidak diketahui. Benar, Larisa memang tak sadar sampai ia tiba di rumah ayahnya.

Sementara di dalam rumah itu, tiga orang berbeda usia duduk dengan gelisah di sofa ruang tamu.

"Bagaimana jika Larisa tidak datang? Bisa gagal rencana kita," ujar sang ibu dengan gelisah.

Sambil menatap pintu, ayah Larisa berkata, "Kita tunggu saja dulu, semoga saja dia bersedia datang ke rumah ini."

Wanita muda di sana terlihat tak senang. Wajahnya memberengut, tak acuh dengan obrolan mereka. Sibuk dengan gawai di tangan, enggan membahas tentang Larisa.

"Ibu dan Ayah kenapa ingin sekali Larisa menikah dengan laki-laki itu? Bagaimana dengan aku? Aku juga bisa jadi istrinya," gerutu gadis itu jengkel.

Kedua orang tuanya menoleh serentak, memandang bingung padanya.

"Yang ingin dia nikahi adalah kakakmu, kita bisa apa?" Ayah Larisa menggelengkan kepala.

Sentuhan lembut di lengannya membuat gadis itu mengalihkan pandangan dari gawai. Ia menatap sang ibu yang tengah tersenyum padanya.

"Jika dia melihatmu mungkin saja dia mau menikahi dirimu, bukan Larisa. Karena secara fisik kau jauh lebih cantik dari kakakmu itu. Lihat saja, kau terlihat elegan dan lebih cocok menjadi nyonya di rumah itu," ucap sang ibu memuji kecantikan putrinya.

Senyum yang diukir wanita paruh baya itu seketika menenangkan hati Nana, adik tiri Larisa. Namun, gadis itu tidak merasa puas dengan apa yang dikatakan ibunya. Dia ingin menggantikan Larisa menjadi pengantin laki-laki tersebut.

"Bagaimanapun juga dia hanya ingin menikah dengan Larisa. Jika tidak, maka hidup kita akan hancur," sambar sang ayah frustasi.

Perusahaan yang dikelolanya hanyalah sebuah perusahaan kecil, berada di bawah naungan Mahendra Grup. Ia takut perusahaan itu akan hancur hanya karena permalasahan kecil Nana.

"Ibu!" rengek gadis manja itu mencari pembelaan.

Hening. Ketiganya diam larut dalam pikiran masing-masing. Otak licik mereka berputar, bagaimana jika mereka dapatkan semuanya saja.

"Kau tenang saja. Ibu ada rencana." Wanita paruh baya itu memainkan alisnya naik dan turun.

Nana tersenyum licik, sementara ayah Larisa menggelengkan kepala. Apapun yang sedang direncanakan mereka berdua, dia tidak akan ikut campur. Hanya akan diam memperhatikan seperti yang dia lakukan selama ini.

****

Larisa berdiri di depan pintu, menyiapkan diri serta hatinya akan segala kemungkinan yang terjadi. Di tangannya membawa sebuket bunga sebagai hadiah untuk sang ayah.

Pintu diketuk, Larisa menunggu seseorang membukanya. Seorang pelayan perempuan datang membukakan pintu, mempersilahkan Larisa masuk.

"Tuan sudah menunggu Anda di ruang makan," ucap perempuan paruh baya itu dengan wajah tertunduk.

Larisa mengatur napas, melangkah masuk meski ragu. seperti yang sudah-sudah, setiap kali berada di rumah itu ia selalu mendapat perlakuan yang tak baik.

Laki-laki itu berdiri menyambut kedatangan putrinya. Dia berseru, "Larisa! Putriku!"

Dipeluknya Larisa tanpa segan, ini tak pernah terjadi semenjak sang ayah menikah dengan ibu Nana. Hanya pelukan sesaat, ia mengurainya dan menatap bunga di tangan sang anak.

"Untuk Ayah?" katanya menunjuk hidungnya sendiri.

Larisa mengangguk sambil menyerahkan bunga itu. Ia duduk di kursi yang ditarik ayahnya. Menyadari ada sesuatu yang aneh, Larisa menyiapkan diri.

"Hmm ... hanya bunga? Kau memberi hadiah ulang tahun ayah segenggam bunga? Tidak bisakah kau memberikan sesuatu yang lebih berharga, Kakak?" Nana menyerang dengan sengit.

Mencibirkan bibir memandang rendah pada kakak tirinya itu. Larisa diam membeku.

"Betul, Larisa. Ayahmu sudah tua, sudah bukan bunga yang dia inginkan. Berilah sesuatu yang lebih berharga," timpal ibunya Nana ketus meski sambil tersenyum.

Larisa sudah tahu ini akan terjadi, dia tidak terkejut sama sekali. Hanya menghela napas untuk tetap membuatnya waras. Matanya berputar menatap sang ayah yang hanya diam seperti dulu-dulu.

"Maafkan aku, Ayah. Karena belum mampu memberikan hadiah yang berharga untuk Ayah dan sesuai dengan keinginan Ayah. Hanya itu dan doa tulus yang aku panjatkan semoga Ayah panjang umur dan bahagia selalu," ucap Larisa dengan tatapan tulus seperti dulu.

Doa yang sama yang selalu ia ucapkan dari sejak kecil. Laki-laki itu tersenyum dan menganggukkan kepala. Kenangan tentang Larisa kecil dan kebahagiaan mereka berkelebat datang. Membuatnya merindukan sosok sang putri yang ceria.

"Kau bisa memberikan hadiah sesuai keinginan Ayahmu, Larisa. Hanya jika kau bersedia menceraikan suamimu yang miskin itu dan menikah dengan tuan Mahendra."

Suara ibu tirinya menggema di telinga Larisa, berdenging nyeri menusuk-nusuk tiada henti. Senyum dan ketulusan gadis itu raib, ia tersenyum sinis sebelum menoleh pada wanita itu.

"Aku mengerti sekarang, kalian memintaku datang dengan tujuan ini, bukan? Jika begitu, aku menyesal." Larisa menggelengkan kepala kecewa, menatap sang ayah yang terlihat gugup seketika.

"Kau jangan asal menuduh. Kami mengundangmu memang untuk merayakan ulang tahun Ayah. Apa kau tidak melihat di meja makan itu, ibuku sudah membuatkan masakan kesukaanmu." Nana menatap sengit pada kakak tirinya itu.

Melengos sambil terus memainkan gawai di tangan.

"Suami tidak berguna seperti itu saja kau masih mempertahankannya. Hanya membuat malu keluarga saja. Kenapa tidak menikah dengan tuan Raditya saja waktu itu? Biarlah wanita hamil itu menanggung malunya. Memang tidak berguna!" gerutu Nana dengan suara pelan ditahan, tapi semua orang masih bisa mendengar.

Brak!

Larisa bangkit dan hendak pergi, tapi sang ayah buru-buru mencekalnya.

"Jangan pergi, Nak! Setidaknya cicipi dulu masakan ini, maafkan adikmu. Dia tidak bermaksud untuk menyinggung perasaanmu," mohon sang ayah memelas.

Larisa diam menahan geram. Amarah meletup-letup di dadanya, membuat sesak.

"Ayah mohon!" lirihnya lagi memohon.

Demi Ayah. Aku duduk di sini hanya demi Ayah.

Larisa kembali duduk, dan memakan makanan yang disuguhkan ibu tirinya. Beberapa suapan, ia merasa pusing. Berselang, Larisa jatuh tak sadarkan diri.

1
Endra Ronggo
semangat kak author,,jangan lama2 up nya ya
Hafifah Hafifah
kasihan ya si denis harus ngeliat sang ibu dilecehkan dan juga mati mengenaskan didepan matanya sendiri
rama
lanjut
Yuli Anah
up'a jgn lama".. nanti keburu bosan yg nungguin..
Ochyie Aguztina
lanjut ka
Chris Antono
jangan terlalu lama y thor update nya
Rohma Wati Umam
Luar biasa
Maulidia Okta
cukup menarik, menggambarkan betapa sifat serakah akan menghancurkan segalanya....
Eemlaspanohan Ohan
lanjut lama. banget.up nya. thor
rama
lanjut
Hafifah Hafifah
wah berkas apa tuh
Hafifah Hafifah
dasar penjilat
Siti Muslimah
semangat thot
Hp Onlaiy
next Thor
Maisari
dijodohkan x Hunter XD di dalam did$ou"odikxjd0f fdidog🇨🇬😅🇪🇭🇧🇸😅🇬🇧🥴😙🤣🥰
Hafifah Hafifah
udah g usah kerja sama ama mahendra lw perlu ambil alih apa yg udah menjadi milikmu
Hafifah Hafifah
yg g pantas tuh kamu tadi aja mencemoh sekarang aja karna udah tau statusnya malah mau cari muka.g akan dilirik ama si dennis
Zarima Enny
hayooook lanjutttt thorrrrrrr
Zarima Enny
hayooook lanjutttt thorrrrrrr
Konny Rianty
lanjut thorrrr, seruuuu cerita nyaaaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!