Affair Dengan Tunangan Sahabatku

Aleena berulangkali melirik jam tangan nya, sudah hampir 1 jam ia berada di sana, namun orang yang Aleena tunggu belum juga datang

Besok jadwal sang mama untuk cuci darah kedua bulan ini. Aleena kebingungan karena uangnya belum cukup. Sementara tabungan Bella sudah habis untuk pengobatan mama nya beberapa bulan ini, usaha catering tak bisa dijalankan karena kesibukan Aleena mengajar di Pelita Harapan dan juga kemampuan memasaknya yang masih dibawah standar. Sementara kondisi mama Rossa tak memungkinkan untuk menghandle usaha tersebut.

Aleena sudah membuka les privat untuk menambah pemasukan nya, namun biaya bulanan siswa privat nya baru akan dibayarkan minggu depan. Aleena tak enak hati jika meminta bayaran sebelum jatuh waktunya.

Karena itu Aleena nekat mengajak bertemu sang papa yang sudah dua tahun ini tak pernah lagi ia hubungi.

Aleena bernafas lega saat melihat sosok yang akhirnya datang. Rindu? entahlah Aleena merasa biasa saja, hatinya terasa hambar. Mungkin efek luka yang pria itu hujam kan terlalu dalam.

"Apa kabar Aleena, ada mimpi apa setelah bertahun-tahun kamu tiba-tiba menghubungi papa?"

Pria itu duduk di hadapan Aleena, wajahnya terlihat cerah. Tampak arogan dan Aleena merasa asing.

"Aleena baik pa, tapi mama sedang sakit sekarang" Aleena harus merasa kecewa untuk ke sekian kali saat melihat sang papa tak terkejut atau menunjukkan rasa perihatin. Ia tampak biasa saja.

"Langsung saja pa, Aleena butuh uang untuk pengobatan mama. Mama sakit gagal ginjal dan butuh cuci darah 2 kali dalam satu bulan. Gaji Aleena cuma cukup untuk satu kali cuci darah sementara asuransi nggak bisa mengcover semuanya"

Ucap Aleena tanpa basa basi, ekspresi pria itu masih datar.

"Bisa nggak papa kasih Aleena pinjaman?"

Sang papa menatap pada Aleena, masih terlihat datar tanpa ekspresi

"Papa dan Rossa sudah bercerai, jadi apapun yang menyangkut tentang Rossa itu bukan tanggung jawab papa lagi. Jadi maaf papa nggak bisa bantu"

Mata Aleena membulat tak percaya bahwa sang papa yang dulu begitu murah hati kini menjelma menjadi sosok yang tak punya belas kasih.

"Tapi Aleena masih tanggung jawab papa kan? selama ini Aleena dan mama tidak meminta apapun pada papa meski Aleena berhak. Mama mengambil alih tanggung jawab papa terhadap Aleena, mama selalu berusaha memenuhi semua kebutuhan Aleena. Jadi bisakah sekarang papa sedikit mengasihani mama dan membantu pengobatan nya? anggap saja sebagai pertanggung jawaban papa selama dua tahun ini yang lepas tangan terhadap Aleena" Aleena menahan sesak di dadanya, ia merasa begitu nelangsa pada ucapan papanya.

"Maaf papa tidak bisa. Tolong jangan ganggu papa lagi. Mari bersikap seperti selama ini. Hidup papa sudah bahagia dengan keluarga baru papa. Kamu sudah dewasa berjuanglah. Jangan hidup dengan mengharapkan belas kasih orang lain"

Orang lain? Jadi meminta pertolongan pada ayah kandungnya sendiri dianggap mengemis belas kasih pada orang lain?

"Baiklah, terima kasih atas waktu anda pak. Saya permisi" Aleena berlalu dari hadapan pria itu, ia merasa berkecil hati pada sikap sang papa. Ternyata keputusan nya menemui pria itu adalah keputusan yang sangat salah.

Mungkin otak sang papa telah dicuci oleh wanitanya hingga pria kebanggaan nya dulu sudah begitu banyak berubah. Aleena tak mengenalinya lagi.

Aleena menghapus air matanya yang menetes, ini bukan saat yang tepat untuk mengeluh dan merasa lemah.

🍁🍁🍁

"Ran, besok jadwal mama cuci darah. Uang aku nggak cukup buat bulan ini. Bisa nggak aku pinjam uang kamu dulu? " Hampir 8 tahun bersahabat dengan Rania, ini pertama kalinya ia meminjam uang pada gadis itu. Aleena tidak tau harus mencari uang ke mana lagi.

"Duh Al, aku nggak punya uang sebanyak itu. Jatah bulanan dari papa uda habis gara-gara aku beli tas keluaran terbaru. Bulan ini aku uda dua kali minta tambahan uang saku, jadi aku nggak berani minta lagi" ucap Rania dengan raut wajah menyesal. Aleena tersenyum getir, ia memaksakan diri datang ke sini demi menemui Rania bahkan ia rela bertemu dengan Ivan yang selalu ia hindari karena mereka berdua sedang makan siang di sebuah kafe.

"Oh ya udah kalo gitu. Aku pulang dulu ya Ran" Aleena berlalu dari hadapan Rania dengan rasa kecewa yang tak bisa ia tepis.

Meski sudah berusaha untuk memahami Rania namun hatinya tetap saja kecewa. Mengingat persahabatan mereka yang sudah terjalin cukup lama namun Rania begitu berat memberinya pinjaman uang yang Aleena tau bukan jumlah yang besar bagi gadis itu. Mungkin tak lebih dari uang jajan Rania selama 3 hari saja.

Kepala Aleena terasa akan pecah memikirkan ke mana ia harus mencari uang.

Sementara itu setelah Aleena pergi Rania kembali ke meja di mana Ivan berada.

"Ada perlu apa Aleena sampai mencari kamu ke sini?" Tanya Ivan.

"Mau pinjam uang untuk cuci darah mama nya" Jawab Rania santai.

"Mamanya sakit apa?"

Inilah yang selalu tak Rania suka, Ivan selalu saja ingin tau banyak hal tentang Aleena. Selama ini ia sebisa mungkin menghindari pembahasan tentang Aleena jika sedang bersama Ivan.

"Gagal ginjal kronis, harus cuci darah dua minggu sekali"

"Kamu kasih pinjam?"

"Enggak, Rania lagi nggak punya uang" dan Ivan sangat tau Rania tengah berbohong.

"Kamu ini calon dokter tapi kenapa nggak ada belas kasihan pada pasien yang butuh bantuan. Aku yakin kamu nggak mungkin nggak punya uang" ucap Ivan sinis. Semakin hari ia semakin tau kualitas dari seorang Rania. Gadis manja yang memanfaatkan kekuasaan orang tua untuk mencapai tujuan nya.

"Ah lagian Aleena pinjam uang sama Rania cuma kamuflase, untuk menutupi perilaku dia yang sebenarnya. Padahal dia banyak uang kok, tinggal minta sama sugar daddy nya" ucap Rania sinis.

"Aku tidak habis fikir dengan persahabatan dikalangan perempuan. Kamu ini mengaku sahabatnya, tau banyak tentang Aleena. Tapi kamu malah membuka rahasia nya pada ku. Bukan kah sahabat itu harusnya saling melindungi? bahkan kamu begitu tega tak membantunya saat mamanya butuh bantuan" Ivan tersenyum sinis.

"Rania cuma cerita sama kamu aja mas, karena kamu kan calon suami Rania. jadi nggak ada salahnya terbuka sama calon suami sendiri. Soal uang Rania bukan nya nggak peduli tapi emang lagi nggak punya aja. lagian kan Rania uda bilang Aleena tu punya banyak sugar daddy nggak sulit lah dia dapat uang segitu, tinggal ngangkang doang bisa dapat 10 kali lipat dia" Ivan mengepalkan tangan nya. Mendengar cerita Rania membuat Ivan begitu muak, baik pada Aleena maupun pada Rania.