NovelToon NovelToon
Menantu Pilihan Untuk Sang CEO Duda

Menantu Pilihan Untuk Sang CEO Duda

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / CEO / Romantis / Diam-Diam Cinta / Duda / Romansa
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: ijah hodijah

“Fiona, maaf, tapi pembayaran ujian semester ini belum masuk. Tanpa itu, kamu tidak bisa mengikuti ujian minggu depan.”


“Tapi Pak… saya… saya sedang menunggu kiriman uang dari ayah saya. Pasti akan segera sampai.”


“Maaf, aturan sudah jelas. Tidak ada toleransi. Kalau belum dibayar, ya tidak bisa ikut ujian. Saya tidak bisa membuat pengecualian.”


‐‐‐---------


Fiona Aldya Vasha, biasa dipanggil Fio, mahasiswa biasa yang sedang berjuang menabung untuk kuliahnya, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah karena satu kecelakaan—dan satu perjodohan yang tak diinginkan.

Terdesak untuk membayar kuliah, Fio terpaksa menerima tawaran menikah dengan CEO duda yang dingin. Hatinya tak boleh berharap… tapi apakah hati sang CEO juga akan tetap beku?

"Jangan berharap cinta dari saya."


"Maaf, Tuan Duda. Saya tidak mau mengharapkan cinta dari kamu. Masih ada Zhang Ling He yang bersemayam di hati saya."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

Pelayan datang membawakan menu. Darrel langsung memindai dengan cepat, sedangkan Fio menatap daftar makanan seolah sedang membaca naskah ujian nasional.

“Hmm... semua keliatan enak,” gumamnya. “Tapi dompetku lagi nggak bersahabat.”

Darrel menatap tajam. “Aku yang bayar.”

“Oh iya, lupa. Maaf, refleks miskin,” celetuk Fio polos.

Darrel mengerjap pelan. “Refleks… apa?”

“Refleks miskin. Soalnya otak aku udah otomatis ngitung harga sebelum mikir rasa,” jawabnya sambil menepuk pelan kepalanya sendiri. “Kebiasaan hidup hemat, tahu sendiri.”

Darrel hanya menghela napas pelan, lalu memanggil pelayan dan memesankan dua porsi ayam bakar madu dan jus jeruk.

“Eh, kamu hafal makanan kesukaanku?” tanya Fio heran.

“Enggak,” jawab Darrel datar. “Cuma itu yang paling aman buat orang yang suka ‘refleks miskin’.”

Fio menatapnya dengan ekspresi campur antara geli dan tersindir. “Aduh, tajam banget ya humormu.”

Darrel tidak menjawab, hanya menatap layar ponselnya. Tapi diam-diam matanya sering berpindah ke arah Fio — memperhatikan bagaimana gadis itu mengaduk jusnya terlalu semangat, atau menata sendok dan garpu dengan gaya aneh seperti sedang membuat puzzle.

“Eh, ini restoran mahal, ya? Soalnya gelasnya berat banget,” kata Fio tiba-tiba sambil mengangkat gelas.

“Itu gelas kaca, bukan plastik cup warung kopi,” jawab Darrel tanpa mengangkat wajahnya.

Fio pura-pura kagum. “Wow, jadi gini rasanya makan sama orang kaya.”

“Kalau kamu terus ngomong begitu, orang-orang bakal salah paham,” kata Darrel datar sambil menyeruput minumannya.

Fio nyengir. “Emang udah salah paham, kan? Dunia aja udah heboh.”

Darrel berhenti minum sejenak. “Jangan pikirin itu.”

Nada suaranya dalam dan tegas, tapi entah kenapa membuat Fio diam. Ada sesuatu dalam caranya bicara — bukan dingin lagi, tapi… melindungi.

Setelah beberapa saat hening, Fio menatap ayam bakar di depannya dan mulai memotong kecil-kecil. “Eh, ini enak banget! Nih, kamu harus coba.”

Fio menyodorkan potongan ayam ke arah Darrel dengan garpu.

Darrel menatapnya datar. “Aku bisa ambil sendiri.”

“Tapi kalau disuapin kan lebih akrab.”

Darrel menatap Fio lama sekali — cukup lama sampai Fio hampir menarik kembali garpunya. Tapi tiba-tiba Darrel menunduk sedikit dan… memakan potongan ayam itu.

Fio langsung membeku. “Eh, b-beneran dimakan?!”

“Kenapa? Kamu pikir aku cuma pajangan?” jawab Darrel dengan ekspresi nyaris tanpa emosi.

“Tapi… aku kira kamu bakal nolak!”

“Aku lapar.”

“Ya ampun, kamu tuh—” Fio tak bisa melanjutkan karena pipinya memanas sendiri.

Darrel hanya melanjutkan makannya tenang, tapi ada senyum samar yang nyaris tak tertangkap mata.

Dan untuk pertama kalinya sejak mereka menikah, Fio merasa… suasana di antara mereka tidak lagi sesegar es batu — tapi mulai mencair pelan-pelan.

Begitu keluar dari restoran, udara sore terasa lembut dengan aroma hujan yang tertinggal di jalan. Fio berjalan di samping Darrel, sambil sesekali menendang kerikil kecil dengan kaki.

Tapi langkahnya tiba-tiba berhenti. Tatapannya tertuju pada seorang anak kecil berkaus lusuh yang duduk di trotoar, memeluk lutut, menatap ke arah restoran dengan pandangan kosong — dan lapar. Di sebelahnya ada karung plastik besar berisi botol bekas.

“Eh, sebentar.” Suara Fio pelan tapi tegas.

Darrel berhenti, menoleh dengan kening berkerut. “Kenapa lagi?”

Namun Fio tidak menjawab. Ia langsung berbalik masuk ke restoran.

“Fio!” panggil Darrel merasa kesal, tapi gadis itu sudah menghilang di balik pintu kaca.

Ia mendesah berat, tangannya dimasukkan ke saku. Orang-orang yang lewat sempat melirik karena mobil mewah itu diparkir di depan restoran, dan pemiliknya tampak menunggu dengan ekspresi dingin tapi… sedikit bingung.

Beberapa menit kemudian, Fio keluar lagi dengan dua kotak makanan dan sebotol air mineral di tangan. Ia berjalan cepat ke arah anak kecil tadi, lalu berjongkok di depannya.

“Nih, buat kamu ya. Makan di situ aja biar nggak kehujanan,” ucapnya lembut.

Anak itu memandangnya dengan mata berbinar, seolah tak percaya. “Kakak beneran kasih ini?”

Fio tersenyum kecil. “Iya. Tapi janji ya, habis makan jangan langsung angkut karung itu lagi. Istirahat dulu.”

Anak kecil itu mengangguk cepat, lalu mencium tangan Fio sebelum menerima makanan itu.

Darrel masih berdiri di dekat mobil, memperhatikan pemandangan itu tanpa kata. Ada sesuatu yang menahan napasnya — mungkin karena cara Fio tersenyum, atau karena lembutnya nada suara gadis itu saat menenangkan anak itu.

Saat Fio berjalan kembali, Darrel bahkan belum beranjak. Tatapannya masih lurus ke arah anak kecil itu.

“Eh, halo, bumi memanggil Tuan Duda,” kata Fio sambil menepuk pelan bahunya dari belakang.

Darrel sedikit tersentak, menatapnya. “Jangan seenaknya menyentuh orang.”

Fio nyengir. “Habis kamu diam aja kayak patung batu. Aku pikir lagi ngelamunin si Zhang Ling He juga.”

Darrel mendengus kecil, tapi kali ini tidak sedingin biasanya. “Kamu itu selalu—”

“Selalu apa? Selalu bikin kamu pengen marah?” potong Fio cepat sambil membuka pintu mobil.

Darrel hanya menatapnya sesaat, lalu menjawab pendek, “Selalu bikin aku heran.”

Fio berhenti sejenak, tangannya masih di pegangan pintu. “Heran kenapa?”

Darrel tidak menjawab, hanya memalingkan wajah dan masuk ke mobil. Tapi sebelum ia menutup pintu, ada gumaman lirih keluar dari bibirnya—hampir tak terdengar.

“Heran kenapa kamu bisa tetap tersenyum… bahkan setelah semua yang kamu lewati.”

Fio tidak mendengarnya, tapi senyum kecil muncul di wajahnya tanpa sadar.

Di dalam mobil, suasana sunyi. Tapi untuk pertama kalinya, keheningan itu terasa tidak canggung. Ada sesuatu yang hangat mengalir di udara — mungkin dari hati seseorang yang mulai luluh tanpa disadari.

***

Mobil melaju pelan di jalanan sore yang mulai berwarna jingga. Dari balik jendela, pepohonan tampak berlari mundur, dan suara musik instrumental mengalun lembut dari radio mobil.

Fio bersandar santai di kursi penumpang, memainkan ujung seatbelt-nya sambil bersenandung pelan. “Tuan Duda, kamu tahu nggak? Kalau aku jadi artis, pasti udah terkenal banget.”

Darrel mengerling sekilas, wajahnya tetap datar. “Karena apa?”

“Karena aku bisa akting jadi orang kuat padahal dompetku sering sesak napas.”

Darrel menahan napas, hampir tertawa, tapi buru-buru memalingkan wajah ke jalan. “Itu bukan sesuatu yang perlu dibanggakan.”

“Lho, siapa bilang? Justru keren. Coba lihat aku, bisa makan di restoran mahal hari ini. Itu pencapaian besar untuk anak kontrakan seperti aku.”

“Karena dibayarin orang,” jawab Darrel datar.

Fio mendengus. “Ih, dasar Tuan Kulkas. Kamu tuh nggak bisa dikasih kredit sedikit ya?”

Darrel menatap ke depan, bibirnya bergerak seolah menahan sesuatu — lalu, tanpa sadar, ujung bibirnya melengkung sedikit. Sangat tipis. Hampir tidak terlihat. Tapi terlihat cukup oleh Fio yang selalu awas.

“Eh, eh! Kamu senyum ya barusan!” seru Fio sambil menunjuk wajah Darrel.

Darrel langsung batuk kecil, menegakkan badan. “Nggak.”

“Bohong! Aku lihat. Ada gerakan mencurigakan di pojokan bibirmu!”

“Ngaco.”

“Ngaco tapi fakta,” sahut Fio cepat, mencondongkan wajahnya. “Cieee… akhirnya Tuan Duda bisa senyum juga. Dunia belum kiamat, pemirsa!”

Darrel menghela napas panjang, tapi kali ini tak bisa menahan senyum yang benar-benar muncul — walau cepat-cepat disembunyikan dengan berpura-pura fokus ke jalan.

Fio semakin semangat. “Kamu tuh kalau sering senyum, aku yakin banyak ibu-ibu bakal ngantri pengin dijadiin menantu.”

Darrel menatapnya singkat. “Sayangnya sudah ada satu yang terlalu cerewet di rumah.”

Fio mengangkat dagu dengan bangga. “Oh, maksudnya aku? Terima kasih, aku anggap itu pujian.”

Bersambung

1
Ilfa Yarni
romantisnya udah td malam emang km ngelakuin apa tadi malam km mencuri ya mencuri cium dan peluk maksudmya
Dar Pin
adu duh tuan duda marah deh asli Thor hiburan banget bacanya 😄
Ijah Khadijah: Terima kasih
total 1 replies
Ilfa Yarni
aduh tuan duda kulkas knp sih orang lg belajar kelompok malah di suruh pulang katanya ga cemburu trus knp marah2 ga jelas dasar bilang aja cemburu pake gengsi sgala aduh duh duh tuan duda
Ijah Khadijah: Keduluan gengsi kak🤭
total 2 replies
Dar Pin
bacanya ngakak terus deh lucu lucu gemes 🙏💪
Ilfa Yarni
jiaah darrel blingsatan ga karuan cemburu ya fio jln sama laki2 lain sampe ga fokus ngantor dan marah2 ga jelas wah seperti kemakan omongan sendiri nih ngomong ke fio jgn mengharap cinta dariku eee ternyata km yg mengharapkan cinta fio mang enak kena panah asmara
Ilfa Yarni
wah perkembangan darrel cepat ya udah ada aja tuh getar2 cinta fi hatinya buat fio buktinya dia merasa ga suka fio deket2 laki2 lain
Ilfa Yarni
hahahaha trus aja ngocehfio biar tuan duda kulkas kesel tp lama2 suka
Ilfa Yarni
hahahaha kata2nya fio ada gerakan yg mencurigakan di sudut bibirmu dikirain td dimana ga taunya di sudut bibir kata2nya itu loh yg bikin ketawa fio bukan cerewet tuan duda tp, bar bar kan asyik duniamu jd berwarna ga dingin dan kaku lg
Ilfa Yarni
aku klo baca celotehan fio ini ketawa sendiri ada aja yg keluar dr mulutnya itu fio sangat cocok sama tuan duda yg dingin dgn judul pria kutub dan gadis bar bar
Ijah Khadijah: Semoga terhibur kakak🥰
total 1 replies
Ilfa Yarni
aduh bener2 kasian fio klo kyk gini cepat darrel hapus berita2 itu sebelum fio membacanya to tmnnya udah kasih tau aduh gmn ini
Ilfa Yarni
fio km trus terang aja sama sahabat2mu biar mereka ga salah paham km sudah menikah dgn duda kulkas
Ilfa Yarni
tuan duda es batu lama2 akan mencari jgn tingkah dan sifat fio yg ceria dan bar bar malah nanti dia bakal bikin aku deh eh eh eh temen2nya fio kepo nih fio turun dr mobil mewah temenya pasti syok klo tau fio udah nikah sama tuan duda
Ilfa Yarni
hahahaha aku suka karakter fio SD aja jawabannya yg bikin aku ketawa lama2tuan duda jatuh hati jg sama fio tunggu aja
Ilfa Yarni
walinya diwakilkan saja krna ayahnya fio ga mau tau dgn anknya fio krn dia punya istri baru ank kandung ditelantarkan dan ga diacuhkan lg
Ilfa Yarni
mereka sama2 memendam rasa tp mereka blom menyadarinya aplg dikulkas 12 pintu itu alias darrel blom sadar dia hatinya udah kecantol fio krn luka lama dia menyangkal apa yg dia rasakan
Ilfa Yarni
dasar ayah tak bertanggung jwb mentang2 ada istri baru ank kandung dilupakan semoga kdpnnya hidup pak tua sengsara
Ilfa Yarni
dicoba ya fio jgn nolak siapa tau darrel memang jodoh km
Ilfa Yarni
hahahaha cewek seperti fio yg ceria cocok sama darrel sipria kulkas 12 pintu agar hidupnya mencair dan berwarna segitu aja sudut bibirnya udah mulai terangkat lama2 jg bucin aku yakin banget deh
Ilfa Yarni
bu rajia lg gencar2nya mendekatkan fio dgn darrel semoga sukses ya bu
Ijah Khadijah: Aamiin🤲🥰
total 1 replies
Ilfa Yarni
darrel msh ga mau km sama fio yg polos dan lucu itu rugi km
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!