Raya yang baru saja melakukan ujian nasional, mendapatkan musibah saat akan datang ke tempat tinggal temannya. Kesuciannya direnggut oleh pria tak dikenal. Raya memutuskan untuk melaporkannya ke polisi. Bukannya keadilan yang dia dapatkan, namun ancaman. Tidak hanya sampai di situ saja, dia dinyatakan hamil akibat insiden itu. Lagi-lagi bukannya keadilan yang dia dapatkan, namun perlakuan buruk yang dia terima.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ROZE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15 Jantung Yang Berdebar
Nina segera pergi membawa si kembar. Dia tidak mau bertemu dengan pria itu lagi, pria yang ada di masa lalunya, yang menorehkan kuka yang begitu dalam.
"Caren, jangan pergi!"
"Caren!"
Nina segera bersembunyi, jangan sampai pria itu menemukan mereka.
Raya keluar dari dalam salon, dengan penampilan yang lebih cantik dan fresh. Rambutnya dipotong dengan model yang sangat cocok untuk wajahnya. Kulitnya terlihat lebih bersih, meski awalnya memang sudah sangat putih bersih.
Raya melihat seorang pria yang seperti sedang mencari seseorang. Pria berjalan ke depan tapi wajahnya menoleh ke belakang. Raya ingin menghindar agar pria itu tidak menabraknya, tapi ternyata tidak sempat.
"Kalau jalan ...." Raya tidak sempat menyelesaikan perkataannya, karena rasanya jantungnya sudah lebih dulu mau lepas dari tempatnya.
"Kamu ...."
Raya langsung berlari tak tentu arah, menghindari Keanu yang ternyata mengikuti dirinya.
Raya bersembunyi di balik baju-baju yang digantung.
Kenapa harus bertemu dengan dia lagi?
Begitu juga dengan Nina yang masih bersembunyi bersama si kembar.
"Ma, kenapa kita cembunyi?" tanya Rion.
"Enggak, mama hanya lelah saja. Kalian jangan berisik, ya."
Merasa sudah aman, Nina lalu kembali lari dengan menggandeng si kembar. Raya juga sama, dia berlari untuk mencari Nina dan si kembar.
Ke mana mereka?
Jika tidak bertemu juga, mungkin sebaiknya dia langsung kembali ke hotel saja, daripada harus bertemu lagi dengan Keanu.
"Nina."
"Aya."
"Kamu kenapa lari?" tanya mereka bersamaan.
Sebelum menjawab, mereka buru-buru masuk ke dalam lift. Raya langsung menggendong Rean, sedangkan Nina menggendong Rion. Nafas mereka tersengal, dengan lutut yang gemetaran.
"Kenapa lari?" tanya mereka.
"Gak apa."
Gak apa, berarti ada apa-apa, begitu batin mereka.
Mereka akhirnya tiba di hotel juga, dengan perasaan lega.
Sore harinya Raya bersiap-siap. Nina mendadani Raya dengan sangat cantik. Gaun yang dia gunakan semakin memancarkan kecantikannya. Kulit putih mulus dengan bibir seksi, bulu mata lentik, mata bening, alis tebal dan hidung mancung berujung lancip.
"Apa ini tidak terlalu seksi?"
"Enggak, lah."
Gaun itu memperlihatkan lengan Raya yang terbuka. Gaunnya panjang, namun juga memiliki belahan yang panjang hingga sebatas lutut.
"Sempurna."
Rean dan Rion sejak tadi hanya memperhatikan kesibukan kedua perempuan dewasa itu.
"Wah, Mommy sangat cantik."
"Terima kasih, Sayang."
Raya mengecup pipi Rean dan Rion, yang meninggalkan bekas lipstik di kedua pipi anak-anak itu.
Raya dan Nina menahan tawa, melihat wajah lucu si kembar yang sangat menggemaskan.
"Aku, kok, deg-degan, ya?"
"Santai saja. Di sana akan ada banyak pengusaha, siap tahu saja kamu bertemu dengan jodoh kamu, kan?"
Raya meringis mendengarnya. Dia tidak yakin akan ada pria yang bisa menerima masa lalunya. Jika nanti ada pria yang mencintai dirinya, dia harus bisa menerima Raya dengan segala masa lalu dan kekurangannya. Bukan hanya itu, keluarga pria itu pun juga harus menerima dirinya, apa adanya. Jangan sampai Rata mendapatkan mertua seperti keluarga Keanu yang tidak punya hati.
Raya akhirnya pergi menuju tempat diadakannya acara.
"Aya."
"Loh, Livia? Kamu di sini juga?"
"Iya, aku sengaja datang karena ingin mendukung kamu."
Raya jadi terharu. Di tengah perjuangannya ini, ada orang-orang yang selalu menyemangati dirinya dengan tulus.
"Terima kasih banyak."
"Kamu kan, sahabat aku."
Raya kini duduk di tempat yang telah disediakan. Dia melihat peserta yang ikut, dan sepertinya tidak ada yang sebaya dengan dirinya, atau yang lebih muda dari dia. Raya semakin gugup, dia merasa sendiri di sini, meski dari kejauhan dia bisa melihat dosennya yang juga hadir.
Raya tidak terbiasa dengan pesta seperti ini.
"Katanya ini acara pertama yang diadakan. Sebelumnya, pemenang hanya akan diinformasikan melalui email resmi penyelanggara," ucap salah seorang, yang Raya tidak tahu itu siapa.
Raya mengatur nafasnya, dalam hati dia sangat berterima kasih kepada Nina yang sudah memaksanya untuk membeli gaun dan ke salon. Bisa-bisa dia dikira gembel kalau datang dengan penampilan yang biasa-biasa saja hanya demi berhemat. Tapi bukan salahnya juga, dia besar tanpa tahu siapa kedua orang tuanya, tidak tahu apakah dia masih memiliki kerabat atau tidak, juga tidak pernah menginginkan hidup pas-pasan.
"Selamat malam, para hadirin sekalian ...."
Pembawa acara membuka acara ini, menghentikan perbincangan orang-orang.
"Meskipun kompetisi ini diadakan untuk yang kedua kalinya, tapi ini untuk yang pertama kalinya diadakan secara khusus dan besar-besaran ...."
Raya menunduk, berdoa dalam hati semoga dia mendapatkan yang terbaik.
"Kegiatan ini diprakarsai langsung oleh pimpinan A Corp yang kini telah resmi memimpin. Seorang pria muda yang sangat berprestasi."
Terdengar suara ramai orang-orang yang bergumam kagum, juga pekikan heboh dari para perempuan.
"Ganteng sekali." Hanya itu yang Raya dengar dari para perempuan.
"Sekarang kita sambut, pimpinan A Corp yang diwakili oleh Tuan Lucas."
Lucas maju untuk menggantikan bosnya yang masih dalam perjalanan. Pria itu memberikan kata sambutan, mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan para peserta lomba.
Raya memperhatikan Lucas, yang seperti kata orang-orang, begitu tampan. Perempuan itu kembali menunduk, berdoa lebih penting baginya daripada mengagumi wajah pria itu.
Di bangku yang lain, dosen dan Livia juga berharap semoga Raya berhasil. Secara pribadi, bukan hanya mereka saja yang bangga, tapi membawa nama baik universitas tempat Raya menuntut ilmu. Begitu juga di hotel, Nina dan si kembar juga berdoa. Mereka sangat tahu bagaimana waktu yang Raya habiskan untuk membuat sketsa itu siang malam, mengurangi waktu istirahatnya.
Mobil sport keluaran terbaru berhenti di depan hotel. Tiga orang pria tampan turun dari mobil yang disambut oleh para pengawal yang menjaga jalannya acara di ballroom hotel.
"Kita terlambat."
"Tidak masalah. Pengumuman tidak akan dimulai sebelum pimpinannya datang, kan?"
Mereka menaiki lift khusus, yang langsung menuju ballroom. Pintu terbuka, tiga orang pria dengan penampilan luar biasa masuk. Jantung Raya berdetak kencang, karena sebentar lagi akan tahu siapa yang akan mendapatkan kemenangan itu. Ini bukan hanya soal kemenangan, tapi juga pembuktian, kalau si miskin yang dulu sering dipandang sebelah mata, juga bisa memenangkan kompetisi bergengsi seperti ini.
Raya tidak dapat melihat jelas wajah ketiga pria yang datang itu, karena terhalang oleh jajaran petinggi lainnya. Berkali-kali perempuan itu mengatur nafas, meremas kedua tangannya untuk menghilangkan rasa gugup.
Ketiga orang itu duduk membelakangi Raya yang jaraknya empat deret kursi ke belakang.
"Baiklah, sekarang saya akan membacakan siapa yang berhak memenangkan kompetisi ini, yang keputusannya bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.