Saat keadilan sudah tumpul, saat hukum tak lagi mampu bekerja, maka dia akan menciptakan keadilannya sendiri.
Dikhianati, diusir dari rumah sendiri, hidupnya yang berat bertambah berat ketika ujian menimpa anak semata wayangnya.
Viona mencari keadilan, tapi hukum tak mampu berbicara. Ia diam seribu bahasa, menutup mata dan telinga rapat-rapat.
Viona tak memerlukan mereka untuk menghukum orang-orang jahat. Dia menghukum dengan caranya sendiri.
Bagaimana kisah balas dendam Viona, seorang ibu tunggal yang memiliki identitas tersembunyi itu?
Yuk, ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 18
Feny dan teman-temannya berlari cepat saat seorang siswa berteriak panik memanggil namanya. Menyisakan Viona dan kepala sekolah juga seorang guru yang memanggilnya tadi.
"Viona, apa tidak ada cara lain selain merobohkan kamar mandi ini?" tanya kepala sekolah menyayangkan bangunan itu.
Viona menatap sekeliling kamar tersebut, kamar yang sangat dia benci karena pernah menjadi tempat untuk menampung ungkapan buruk bagi putrinya.
"Hanya bagian sini saja yang dirobohkan, tapi jika Bapak merasa sayang maka biarkan saja seperti itu. Biar generasi selanjutnya ikut membaca tulisan di sini. Mereka bertanya-tanya siapa Feny dan siapa yang menjadi korbannya. Pilihannya ada pada Bapak sendiri," ujar Viona seraya pergi dari toilet tanpa ingin mendengar jawaban dari kepala sekolah tersebut.
Ia tersenyum sinis, berhasil mengecoh perasaan gadis sombong itu. Pelan-pelan Feny harus mendapatkan balasan paling kejam darinya.
Di bagian lain sekolah, utamanya di dekat perpustakaan di mana majalah dinding siswa berada. Papan persegi panjang itu dipenuhi oleh foto-foto Feny yang tertangkap kamera bersama laki-laki berbeda. Termasuk Aditya yang melakukan check in hotel.
Viona berhasil mengabadikan hal tersebut setelah beberapa hari mengintai. Ia bersembunyi di tangga darurat, mendengarkan obrolan mereka tentang foto-foto itu. Di tangannya secangkir es kopi menemani waktu santai.
"Apa lagi ini?"
"Lihat, ini foto-foto Feny bersama beberapa laki-laki berbeda. Bahkan, ada yang seusia ayahnya juga. Rasanya aku sangat tidak percaya," ucap salah seorang siswi perempuan menatap foto-foto itu dengan jijik.
"Padahal statusnya masih pelajar, orang tuanya pun kaya raya. Seharusnya dia tidak melakukan itu, bukan? Memalukan!"
Viona tersenyum lebar, tapi tatapan matanya kosong dan penuh dendam.
"Ternyata dialah gadis nakal itu, tapi Merlia yang sering dia tuding hanya karena menjadi petugas kebersihan sekolah sebelum belajar. Kenapa semua orang harus memutar-balikkan fakta?" celetuk salah seorang siswa membuat Viona menggeram.
Perlahan-lahan nama baik anaknya kembali sekalipun tak lagi bisa belajar di sekolah. Tak apa, untuk menjadi sukses dia tidak harus duduk di bangku sekolah resmi jika memang tak ada yang ingin menerimanya. Viona sendiri yang akan menjadikannya orang yang sukses di mana depan. Orang yang kuat dan tahan banting di setiap ujian.
"Menyingkir! Pergi kalian semua!" Feny datang sambil berteriak-teriak seperti orang yang tidak waras.
Membubarkan kerumunan itu, memperlihatkan apa yang menjadi tontonan.
"Inilah dirimu yang sebenarnya, Feny. Kau menjadi gadis nakal di luar sana. Bahkan, menjadi simpanan seorang laki-laki yang lebih pantas menjadi ayahmu!" sengit salah satu siswa sembari mencibirkan bibir mengejek Feny.
"Dia angkuh dan sombong hanya karena ayahnya, padahal tidak ada prestasi sama sekali. Apa yang sebenarnya dia sombong kan?" Yang lain pula ikut mencibir dan dibenarkan oleh semua siswa yang ada di sana.
Feny melangkah dengan geram, tangannya yang mengepal menumpahkan semua emosi di sana. Ia melayangkan pukulan dengan mengerahkan seluruh tenaganya.
Plak!
Namun, itu tidak pernah terjadi, karena sebuah tangan kokoh mencekal pergelangannya. Membuat Feny tertegun, meringis kesakitan. Semua siswa ternganga tak percaya, perlahan memutar pandangan mereka pada sosok yang berseragam petugas kebersihan.
Viona berdiri tegak memegang pergelangan tangan Feny. Matanya tajam menusuk, tenaganya terlalu kuat untuk dilawan.
"Lepaskan! Kau hanya petugas kebersihan, siapa yang mengizinkan mu untuk menyentuhku!" sengit Feny lancang.
Viona tersenyum sinis dari balik maskernya.
"Gadis yang sombong! Yang tak mengukur kemampuan dirinya. Angkuh dan semena-mena. Apa kau tahu, kekerasan dilarang dilakukan di sekolah. Merundung sesama siswa itu tidak dibenarkan! Kau bisa dipenjara untuk seumur hidupmu!" ujar Viona dengan geram.
Plak!
Dia menampar wajah Feny sangat kuat hingga gadis itu jatuh di lantai dan darah merembes dari salah satu sudut bibirnya.
"Kau selalu melakukan ini kepada teman-temanmu, bukan? Bagaimana rasanya? Apakah menyenangkan? Karena aku perhatikan kau akan selalu tertawa setelah melakukannya!" ujar Viona menatap tajam pada Feny.
Kejadian tersebut membuat siswa di sana terdiam tak percaya. Mereka mengangguk membenarkan apa yang dilakukan petugas kebersihan itu. Sudah waktunya Feny diberi pelajaran agar tidak semena-mena terhadap siswa lain.
Feny mendongak, menatap tajam pada Viona. Ia bangkit meski harus menahan rasa sakit berdenyut di pipinya.
"Kau! Lihat saja akan aku adukan kepada ayahku agar kau kehilangan pekerjaan di manapun!" ancam Feny disambut tawa renyah oleh Viona.
"Silahkan! Kita lihat siapa yang akan memohon pada akhirnya!" ucap Viona seraya berjalan meninggalkan tempat tersebut diiringi tepuk tangan siswa yang meriah.
Mereka menganggap Viona sebagai pahlawan karena telah menyelamatkan salah satu temannya dari Feny. Juga telah mematahkan kesombongan gadis itu sekaligus memberinya pelajaran.
"Berhenti kalian semua! Pergi!" teriak Feny frustasi.
"Kali ini aku mendukung Bu Viona. Dia pahlawan kami!" ucap mereka seraya pergi dari sana meninggalkan Feny yang menangis hanya ditemani dua temannya yang tak lagi peduli.
"Oh, ternyata kau juga sama bajingannya denganku, Feny. Bahkan, lebih dari satu laki-laki dan ... apa ini? Dia bahkan lebih pantas menjadi ayahmu. Aku sungguh tidak menyangka," ucap Aditya yang datang atas laporan beberapa teman.
Feny yang sedang melepas satu per satu foto itu berbalik dan melihat Aditya yang tengah mencibirnya.
"Tidak! Bukan seperti itu! Tunggu!" Ia panik lantaran Aditya langsung berbalik pergi.
"Kami tidak menduga kau begitu murahan, Feny. Kami rasa kami tidak perlu lagi berteman denganmu. Selama ini pun kau hanya menindas kami dan merendahkan kami saja," ujar salah satu teman Feny seraya mengajak temannya pergi.
"Tidak! Kalian, tunggu!" Semakin panik Feny dibuatnya.
"Kalian juga ingin pergi? Baiklah, pergi saya! Tinggalkan aku sendiri!" jeritnya putus asa.
Dia merobek setiap kertas, menariknya dari papan. Membuangnya ke tempat sampah, dan pergi dengan murka.
Apa yang akan dilakukan Feny untuk membalas rasa sakitnya itu?
kyknya Peni yg terakhir.. buat jackpot bapaknya.. si mantan Viona..!! 👻👻👻