One Day With You

Di kediaman orang tua Sean, terlihat Tasya melangkahkan kakinya ke sana kemarin seakan tengah menunggu kepulangan seseorang. "Kemana dia ya? Apakah dia tidak pulang? Atau jangan-jangan dia menginap di rumah wanita murahan itu? O my good, ini tidak bisa di biarkan. Aku harus menghubungi anak buahku," gumam Tasya lalu mengambil handphone miliknya dan menghubungi seseorang.

"Cepat kalian cari tau dimana suamiku berada!" ucap Tasya pada orang yang berada di ujung telepon.

Setelah menghubungi anak buahnya, Tasya pun mengirim beberapa pesan pada Sean untuk menanyakan keberadaan nya. Bukannya pesan sean yang masuk, justru pesan Steven lah yang ia dapatkan.

"Sih sialan ini tidak kenal waktu sekali! Mengganggu saja!" umpat Tasya menatap kesal ke layar handphone nya.

Karena kesal akhirnya Tasya pun menghubungi Steven. Steven yang melihat panggilan masuk dari Tasya langsung mengangkatnya dengan wajah yang berseri-seri. Tidak sesuai harapannya, bukannya mendapatkan sambutan hangat, Steven justru mendapatkan amukan Tasya.

"Tidak bisakah kau menikmati malammu tanpa menggangguku!" ucap Tasya dengan nada yang terdengar sangat marah.

"Tenanglah sayang, aku hanya ingin mengetahui keadaanmu," ucap Steven merasa tak terusik dengan amarah Tasya.

"Tidak usah sok perhatian, perhatikan saja dirimu sendiri!" ucap Tasya dengan ketus membuat Steven mendengus sebal di ujung sana.

"Kau ini wanita yang sangat aneh. Kenapa kau tidak suka di perhatikan? Orang perhatian itu tandanya cinta," ucap Steven yang tak membuat hati Tasya berbunga-bunga.

Sabarlah Tasya, berpura-pura baiklah agar sih brengsek ini memutuskan sambungan teleponnya. Batin Tasya mencoba mengatur hatinya yang tengah terbakar.

"Benarkah seperti itu? Wah aku tak menyangka jika ada orang yang benar-benar perhatian padaku sepertimu. Aku jadi mulai menyukaimu. Baiklah Sayang, besok lagi kita berbicara ya, saat ini aku sudah sangat mengantuk," ucap Tasya beralasan sembari berpura-pura menguap membuat Steven langsung percaya dengan kebohongannya.

"Ah, aku suka dengan sikapmu yang manis ini. Teruslah seperti ini sayang, dan jangan mengganti panggilan manis itu untuk ku," ucap Steven sembari tersenyum bahagia di ujung sana.

"Baiklah sayang, selamat malam," ucap Tasya dengan suara yang di buat selembut mungkin.

"Selamat malam sayang, semoga mimpi indah," ucap Steven lalu memutuskan sambungan teleponnya.

Setelah Steven memutuskan sambungan teleponnya, Tasya pun langsung berdecak bahagia. Jika tau secepat ini menyingkirkan pengganggu seperti Steven, sudah dari kemarin-kemarin ia melakukannya.

"Ternyata sangat mudah mengelabuinya," gumam Tasya menatap layar handphonenya dengan senyuman jenakanya.

Tasya kembali teringat dengan anak buahnya. Ia sangat tidak sabar mendapatkan informasi tentang Sean suaminya. "Anak buah bodoh ini lama sekali mencari informasi!" ucap Tasya dengan ketus. Ia selalu saja tak sabar dalam segala hal termasuk menikah dengan Sean waktu itu. Karena tekanan Tasya lah yang menyebabkan kedua orang tuanya menekan kedua orang tua Sean, dan kedua orang tua Sean menekan Sean agar mau menikah dengannya.

"Aku tidak akan membiarkan hubungan kalian terus berlanjut. Aku akan memisahkan kalian dengan cara apapun! Tunggulah waktu tenggangnya, aku akan membuat wanita murahan itu pergi dengan sendirinya dan memohon kepadaku agar memaafkannya!" gumam Tasya dengan senyum smirk nya.

"Hari yang buruk! Seperti nya aku harus segera tidur agar aura positif kembali ke dalam hidupku," ucap Tasya sembari merenggangkan tubuhnya. Setelah itu Tasya pun naik ke atas ranjang nya lalu tertidur.

🍒🍒🍒

Saat ini Sean sudah berada di toko Lucy. Pria itu kembali ke sana sebab merasa bahwa Lucy adalah rumah yang sebenarnya. Tempat pulang ternyaman untuknya.

"Sean, apakah tidak sebaiknya kamu menginap di apartemen Brian saja? Kita bukan suami istri Sean jadi tak sepantasnya kita tidur di satu rumah yang sama apalagi di sini hanya ada kita berdua," ucap Lucy menatap serius pada Sean.

"Aku mohon, malam ini saja izinkan aku bermalam di sini. Hatiku sedang buruk saat ini. Aku hanya ingin bercerita dan memelukmu sesaat," ucap Sean sudah memeluk Lucy.

Lucy menghela nafas beratnya. Bukannya ia tak ingin Sean bermalam di rumahnya, namun sebagai wanita terhormat yang mempunyai prinsip dan harga diri tinggi, Lucy tak akan membiarkan hal ini terjadi. Dia tau apa yang di rasakan Tasya. Dia tak bisa membayang kan berada di posisi Tasya di mana menunggu suaminya pulang namun nyatanya suaminya memilih bermalam bersama wanita lain.

"Sean, bukannya sebelumnya aku sudah mengatakannya. Setidak suka apapun kau pada Tasya, tetap hargai dia dan jaga perasaan nya. Kalau kau tidak bisa memberikan cintamu padanya, setidaknya hargai dan berikan sedikit kasih sayangmu kepadanya," ucap Lucy mulai mengeluarkan kata-kata mutiaranya menasehati Sean.

"Baiklah begini saja, jika memang kau mau menginap di sini, maka kau harus terima jika aku mengajak teman-temanku untuk menginap disini. Bagaimana?" tanya Lucy yang mau tak mau di setujui Sean. Jika ia tak mau mengikuti perkataan Lucy, maka pasti Lucy akan mengusirnya dengan paksa dan menguncinya di luar. Dia sudah tau seperti apa watak Lucy yang sangat keras kepala dan teguh pada pendiriannya.

Seperti yang di katakan Lucy, kini teman-teman nya kembali ke tokonya dan menginap di sana. Teman-teman nya yang sangat suka berkumpul bukannya merasa terganggu justru dengan senang hati mau menginap di toko Lucy. Bersyukur Lucy mempunyai teman-teman yang selalu ada untuknya baik di saat senang maupun susah.

"Teman-teman jangan terlalu berisik ya, nanti tetangga kita terganggu," ucap Lucy pada teman-teman nya yang asik bercerita sembari bersenandung.

"Aman Lu," ucap Bimo sembari mengangkat jempolnya ke arah Lucy. Lucy hanya tersenyum melihat itu.

"Liya, pakai selimutnya," ucap Lucy dengan penuh perhatiannya menyelimuti tubuh Liya yang sudah berbaring di ranjang miliknya.

"Makasih Lu," ucap Liya yang di balas Lucy dengan anggukan lembut di sertai senyuman.

"Ya sudah, tidurlah," ucap Lucy lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman hangat untuk teman-teman nya yang belum berniat tidur.

"Lagi buat apa Lu?" tanya Bimo sembari memperhatikan panci yang berisi air kecoklatan dengan rempah-rempah herbal.

"Bandrek, kau suka tidak?" tanya Lucy sembari menuangkan susu ke air yang sudah di rebus dengan rempah-rempah herbal.

"Suka," jawab Bimo tanpa mengalihkan tatapannya sedikitpun dari Lucy.

"Baiklah, ini untukmu," ucap Lucy sembari menyodorkan segelas bandrek. Sebelum Bimo mengambilnya, Sean sudah terlebih dahulu menyambarnya. "Aku haus," ucap Sean tak mempedulikan rasa panas di tangan dan di mulutnya. Ia lebih memilih membakar tangan dan mulutnya daripada membakar hatinya disebabkan melihat perhatian Lucy kepada pria selainnya.

"Maaf ya Bimo, kamu ambil yang di atas nampan saja ya," ucap Lucy dengan senyum tak enak hatinya di sebabkan ulah Sean yang terlalu posesif dan pencemburuan.

"Ok Lu," ucap Bimo tersenyum pada Lucy. Ia sangat kesal pada Sean. Karena dia tau Lucy dan Sean saling menyukai, iapun hanya bisa mengalah dan membiarkan Sean mendapatkan Lucy.