1. Kecelakaan fatal yang tanpa sengaja di alaminya saat dirinya akan melaksanakan pertunangan dengan kekasihnya. Kecelakaan itu sampai membuat gadis yang di tabraknya menjadi lumpuh dan kehilangan masa depan hingga dirinya harus bertanggung jawab ( Selingan pembuka kisah )
2. Persahabatan dan persaudaraan di masa lalu antara Letnan Sakti dan Letnan Jatmiko membuat Letnan Jatmiko menikahi seorang gadis dalam keluarga tersebut namun gadis itu teramat sangat membencinya hingga dirinya memilih untuk pergi dan mengalah daripada keluarga yang telah membesarkan namanya menjadi tidak harmonis.
Seiring berjalannya waktu, luka menganga di hati Bang Jatmiko perlahan terobati dengan hadirnya tambatan hati namun sang mantan kembali di tengah mereka.
SKIP bila tidak sanggup bersinggungan dengan konflik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Cara mendekat.
"Tolong.. Papa..!!"
:
Niar berlari kecil menghampiriku. Kini dirinya sudah menduduki bangku SMA. Paras wajahnya sungguh sangat dewasa, cantik dan seksi menggoda untuk gadis seusia nya. Lekuk tubuhnya tidak bisa di ragukan lagi, sebagai pria normal, siapapun pasti akan bereaksi.
Gadis yang memiliki tinggi badan sekitar seratus enam puluh dua itu masih saja terlihat imut jika di bandingkan dengan ku yang memiliki tinggi badan seratus delapan puluh tiga centimeter, sama seperti Sakti yang bertinggi badan satu centimeter saja di bawahku.
"Jangan lari..!!" Pintaku karena Niar sedang memakai sepatu high heels.
"Abang ganteng sekali..!!" Kata Niar memujiku yang entah sebagai 'Abang' atau kah pujian dari adik untuk kakak laki-laki nya.
Tiba-tiba Niar duduk di pangkuanku tanpa perhitungan, jelas aku terkejut. Aku pria normal yang memiliki rasa. Mau seperti apapun aku menginginkan menjadi bagian dari keluarga ini, pada kenyataannya aku bukanlah putra Armabar.
"Niar.. jaga sikapmu..!! Ambilkan Papa softdrink..!!" Tegur Papa.
Dengan wajah cemberut, Niar beralih dan melangkah menurut apa kata sang Papa.
"Papa bisa lihat tingkah Niar?? Saya bukannya bermaksud tidak tau balas budi. Tapi Papa juga harus menyadari bahwa kami bukan satu darah." Kataku.
Terlihat berkali-kali Papa menarik nafas dalam dan membuangnya perlahan. Nafas yang mungkin di alami seorang ayah yang sudah berusaha keras untuk menjaga putrinya.
"Apa maumu??"
Aku menunjuk benda dari kotak kecil yang sudah ku arahkan di depan Papa.
"Semua ini hanya karena gejolak rasa egoismu yang datar, le. Selama ini kamu dan Niar di besarkan bersama, hanya empat tahun saja selama pendidikan kalian berpisah. Rasamu tidak bisa di toleransi, sekedar tipuan semata." Jawab Papa Arma.
"Tapi sejak kejadian aku pahami jati diriku, semua terasa berbeda. Kusadari Niar bukanlah gadis kecil yang dulu berlari-lari di hadapanku hanya dengan menggunakan kaos dalam, Niar bukan lagi gadis yang setiap harinya selalu pakai minyak telon. Niar sudah berubah dalam pandangan mataku, dia gadis cantik yang memiliki pesona dan aura yang bisa membuatku goyah. Aku memang memupuk perasaanku, Pa." Aku sungguh jujur mengungkapkan isi hatiku di hadapan pria yang selama ini sudah membesarkan aku.
"Ini Pa..!!" Niar kembali membawa gelas softdrink untuk Papa namun juga tidak lupa untuk ku.
\=\=\=
Dua tahun berlalu.
Aku mendapatkan ijin cuti dan 'pulang kampung'. Masa hari raya adalah masa yang di tunggu semua orang.
Dari kejauhan aku sudah bisa melihat sosok pria yang sedang merokok di teras rumah dinas. Siapa lagi kalau bukan Sakti, Seno dan Braja.
"Assalamu'alaikum." Sapaku.
"Wa'alaikumsalam." Jawab semuanya serempak.
Tak lama Niar keluar dari rumah membawa nampan berisi kopi panas.
"Terima kasih, sayang..!!" Ucap Seno.dan ku tau pasti saat itu Seno memiliki hubungan khusus yang lebih serius dengan sahabatku Seno.
Aku segera melangkah masuk menemui Papa dan Mama.
...
Di bagian taman rumah dinas, aku berhadapan langsung dengan Papa dan Seno setelah sebelumnya aku bicara dengan Papa secara empat mata.
"Aku sangat mencintai Niar." Jawab tegas Seno.
Aku menarik nafas panjang sedalam-dalamnya dan menatap wajah Seno dengan kesatria. "Aku sudah melamar Niar saat kita lulus pelantikan tentara."
"Kau bohong. Kalau begitu kenapa Pak Arma mengijinkan saya bertemu dan menjalin hubungan dengan Niar?" Tanya Seno.
"Saya sudah katakan, tidak ada larangan untuk berteman. Tapi tidak lebih dari itu." Papa Arma harus mengatakan hal yang sebenarnya pada Seno agar tidak menjadi masalah yang berlarut-larut.
Seno terdiam seakan pasrah dengan keadaan. Mungkin saat ini hatinya hancur lebur karena aku mengungkapkan kenyataan yang ada.
Wajahnya menahan pilu dan ribuan rasa sakitnya sendiri. Terasa sesak menggeliat menyayat hati.
"Sungguh saya sangat menyayangi Niar, tulus tanpa ada rasa di buat-buat. Namun saya juga tidak bisa berbuat apapun, mungkin semua sudah takdirNya, saya tidak bisa bersanding dengan Niar." Ucapnya lirih menahan paraunya suara yang terasa mencekik leher. "Niar adalah gadis pertama yang saya cinta. Saya titipkan Niar, bahagiakan dia..!!"
...
"Gilaaa.. kamu memang gila, J..!!!!!!! Sekarang baru buka puasa dan persiapan terawih, kenapa bicara yang tidak-tidak. Kamu mabuk???? Sebenarnya apa yang terjadi sama kamu di tempat dinasmu?????" Papa sangat marah mendengar permintaan ku.
"Saya sadar, sesadar-sadarnya. Saya janji tidak akan mengecewakan Papa, tidak akan membuat Niar menangis." Janjiku.
"Aaahh.. persetan..!!!" Papa melenggang pergi seolah tidak mau mendengar ucapanku.
"Papa ingin aku menerapkan jalur prestasi????"
"JJ..!!!!!!!!!" Bentak Papa mendengar celetukanku yang pasti sudah begitu di pahami oleh Papa Arma. "Perokok berat, berkelahi, keluar masuk discotic, minum-minuman keras, main perempuan. Apa laki-laki seperti ini yang akan menjaga putri Papa???? Sakit hati dari masa lalu sudah membuatmu salah arah. Papa tidak pernah membedakan anak. Tapi kalau sikapmu masih terus seperti itu, tetaplah kamu menjadi 'Abang'nya saja. Tidak perlu berharap lebih..!!" Tolak Papa Arma mentah-mentah di hadapanku.
...
Niar celingukan mencari Seno karena malam ini dirinya tidak ikut terawih di masjid asrama. Sakti pun menghampirinya.
"Seno baru saja berangkat ke kampungnya..!!"
"Oya??? Kenapa Bang Seno tidak bilang?" Tanya Niar.
"Mana Abang tau, itu urusan dia. Lagipula kamu jangan terlalu genit jadi perempuan..!!" Tegur Sakti jengah melihat tingkah adik perempuannya.
"Tau nih, Niar. Malu kelakuan begitu di depan laki." Imbuh Braga ikut memarahi adiknya.
Sebenarnya di dalam hatiku juga merasa sangat geram, tapi apalah dayaku. Perpisahan mereka karena ulahku juga.
Niar mendekati ku lalu seperti biasa dia memeluk dan merengek manja padaku. "Bang J, tolong hubungi Bang Seno. Niar kangen."
Aku balas memeluknya, ku kecup keningnya. "Kehilangan seorang Seno saja tidak akan membuat dunia ini runtuh. Seno punya urusan sendiri. Biarkan dia pergi, kamu dengan Abang saja..!!"
Niar mendongak menatap wajahku. Tiba-tiba air matanya menetes dan kukecup sayang setiap tetes air matanya.
"Abang tetap sayang Niar, khaaann?"
Aku tersenyum dan kembali mengecup kening Niar.
Papa yang ada disana kemudian berdiri di hadapan ku. "Nanti temui Papa di ruangan. Ada yang mau Papa bicarakan sama kamu."
"Ada apa Pa? Tumben?" Tanya Braja.
"Kau tau sendiri lah Abangmu ini banyak trouble." Jawab Papa.
Sakti dan Braja mende*ah bersamaan, mungkin mereka ikut pusing dengan kelakuanku selama ini.
.
.
.
.