Kayshan shock mendengar diagnosa dokter atas Gauri, otaknya berpikir cepat untuk melakukan serangkaian prosedur medis demi kesembuhan sang anak.
Masalah timbul ketika Kay harus mencari ibu kandung putrinya. Geisha pasti akan menolak sebab teringat masa lalu pernikahan mereka. Gauri adalah pembawa petaka baginya saat itu.
Semua kian runyam manakala Gauri menolak tindakan medis dan menutup diri, Kayshan terpaksa mendatangkan seseorang untuk membujuk Gauri agar bersedia berobat sembari terus meyakinkan Geisha.
Siapa sosok lembut yang akan hadir? Mampukah dia membuat Gauri luluh? Apakah segala upaya Kayshan berhasil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Qiev, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24. PANGERAN KUDA PUTIH
"I-ini? Kak Sam?" tanya Elea melihat sebuah foto di galeri ponsel Efendi.
Lelaki bersahaja itu mengangguk. "Masih ingat? dia nanyain kamu awalnya, sudah segendut apa," kekeh Efendi mengenang masa kecil Elea yang gemuk dan lucu.
Elea tersipu, Sam adalah pangeran kuda putihnya dulu. Kedekatan pria itu dengan sang ayah bermula saat H. Emran menitipkan Abrisam untuk mukim di Jakarta, meneruskan S2 juga mencari pekerjaan karena resign dari Turki. Sementara keluarganya menetap di Surabaya.
Abrisam kerap datang kajian sekalian mengunjungi rumah sepupunya di Cibubur. Dari sanalah Elea mengenal sosok pria tampan setengah bule. Motivasi Elea menurunkan berat badan pun agar Abrisam berhenti meledeknya sebagai Dorami adik Doraemon yang gemuk.
Meski usia hanya terpaut tiga tahun, tapi karena memiliki postur tubuh keturunan Turki membuat Sam, terlihat matang. Apalagi kini dia telah memiliki kantor design interiornya sendiri.
"Dia juga ngundang kita ke acara peresmian kantor pekan depan. Gabung dengan sepupunya kalau gak salah, si Syaharan. Yang suka ke sini sama dia itu," terang Efendi.
"AbSyah. Nama kantor yang bagus. Entahlah, Buya. Nadzor apalagi kalau sama dia," kata Elea, menyerahkan kembali ponsel ke ayahnya.
Efendi tertawa renyah. Putrinya bimbang. "Jadi diterima langsung, nih? gak seleksi lagi? Syaharan juga oke sih, kalau enggan sama Sam. Seumuran pula," goda Efendi.
Elea tak menanggapi, hatinya biasa saja kini. Mungkin hanya kekaguman sesaat sebab Abrisam sangat cerdas dan santun. Suaranya ketika adzan juga merdu terdengar. Namun, yang jelas, dia masih memikirkan Gauri.
Efendi membiarkan putrinya beristirahat. Dia pun keluar kamar sebab esok pagi akan membawa Elea ke rumah sakit, guna mengecek kondisi kesehatan sesuai arahan Reezi.
Lampu kamar telah padam, berganti cahaya redup dari celah jendela luar juga ruang tengah. Elea bersiap memejam setelah membaca tiga surah pendek, salawat, doa serta syahadat.
"Khususon ila ruhi fil jasadi, Al Fatihah." Gadis ayu, mengusap perlahan dadanya beberapa kali agar ketenangan menyelimuti.
...***...
Di tempat berbeda, saat yang sama, pukul tiga dini hari.
Kedua insan membentang sajadah, di ruangan masing-masing. Satu menunduk meneteskan air mata sedangkan lainnya khusyu menyebut sebuah nama.
'Kayshan Ghazwan.'
'Kita akan bertemu di jalur langit dengan kekuatan dua aamiin. Terus mengasah doa agar menajam hingga dapat menyayat lebar Majlis pengabulan doa sampai Allah bilang, Qobiltu.'
Bulir bening itu membasahi pipi Elea. Hatinya berdegup kencang meski hanya melafalkan sebuah nama. Ingin menyimpan rasa ini hingga hanya Allah saja yang tahu, tapi kalbu sebagai hamba, tetap saja rapuh akibat nafsu.
Inginnya bagai kisah sayyidina Ali dengan sayyidah Fathimah, tapi maqomnya tidak setinggi itu.
'Allah, mungkin gadis lain ingin menjadi Sayyidatina Khadijah, Fathimah, atau Zulaikha. Tapi tidak denganku. Aku hanya ingin seperti Laila.'
'Laila gadis biasa saja, tidak menjadi incaran kaum adam. Namun, Qais sangat tulus mencinta lagi memujanya. Debu di sandal Laila lebih berharga daripada dunia dan seisinya. Aku menerima nikmat sakit dariMu maka pilihkan lelaki seperti Qais untukku, ya Robb. Agar ketika keadaanku memburuk nanti, dia tetap menjadikanku ratu di hatinya, aamiin.'
Basah sudah mukena Elea menyebut satu nama agar Tuhan berkenan menyatukan dengan jalan takdir.
Elea terjaga hingga lepas subuh. Tubuhnya melemas dan terbaring begitu saja jelang waktu syuruq. Ketika Efendi masuk ke kamar sang putri bungsu, dia belum menyadari sesuatu.
"El!" sebut sang ayah.
Satu detik. Lima detik. "El!" Efendi pun berjongkok, mengguncang badan Elea.
Hening.
Efendi mulai panik. Dia meletakkan punggung tangannya di dahi. "Panas sekali!"
Dia lantas membuka pintu kamar lebar, berusaha mengangkat tubuh Elea yang semakin kurus, sambil memanggil Kokom agar membantunya.
"Ceuuuuuu! tolong, El pingsan," seru Efendi.
"Ya, Kang," jawab Kokom terdengar menaiki tangga.
Wanita berusia awal empat puluh tahun itu tergopoh dari arah dapur, menyongsong sang majikan dan membopong tubuh bagian bawah Elea. Dia berteriak memanggil sang suami agar membuka pintu mobil yang sudah terparkir di luar.
"Akaaang!" teriak Kokom.
"Ya? eh, ada apa ini," ucap Kusni ikut panik dan segera membuka pintu mobil.
"Buka, cepat Mang!" titah Efendi.
Kejadian begitu cepat hingga Brio hitam itu menghilang dari pelataran rumah panggung menuju rumah sakit.
Sesekali dia meraba dahi putrinya sepanjang perjalanan. Jam enam pagi, lalu lintas masih lengang sehingga Brio yang dia kendarai melesat cepat membelah jalan raya.
Efendi tiba di IGD Hermana Sentul dan langsung di sambut perawat. Brangkar Elea di dorong laju ke dalam sedangkan dia diminta menunggu di luar.
Lelaki paruh baya itu teringat Elea masih mengenakan mukena. Dia bergegas mencari toko untuk membeli hijab, kaus kaki serta manset dan ciput. Tak rela jika aurat putrinya terbuka.
Sembari menuju ke arah Utara mencari toko, dia menelpon anak sulungnya.
Tuut.
"Ya, Buya," jawab Emran segera.
"Emran. El di Hermana Sentul. Kamu ke sini, tolong bawakan baju El juga lainnya tapi gak usah ribut ... Buya di IGD," imbuhnya.
"Beik, Buya. Aku ke sana segera," jawab Emran seraya menutup panggilan.
Efendi menemukan toko yang dia cari. Setelah itu dia bergegas kembali ke IGD dan menunggu di depan pintu besar sambil berjalan mondar mandir.
"Keluarga Elea?" suara suster mencari wali Elea.
"Ana eh saya, Suster," sahut Efendi mendekat.
"Dokter Nesya sedang memeriksa putri Anda, dan menyarankan untuk opname. Silakan mengurus registrasi lebih dulu ... nanti akan saya antar ke ruangan beliau," kata suster.
Efendi mengangguk. Dia mendaftarkan Elea agar mendapat perawatan terbaik dan bergegas kembali ke IGD guna melaporkan ruangan bagi putrinya telah siap.
Pemilik As-Shofa itu duduk di ruang tunggu sembari menanti kedatangan Emran.
Di tempat lainnya.
Jakarta.
Rasa hati Kayshan tidak karuan sejak dia selesai dzikir pagi tadi. Dilihatnya brangkar Gauri, keponakannya masih lelap semenjak demam kemarin.
Kay, kembali memejam. Hatinya merapal sebuah doa setelah terjaga semalam suntuk. Matanya terlihat sedikit bengkak bukan berarti dia kurang tidur tapi akibat menangisi khilaf sepanjang malam.
'Aku memintamu lewat doa, mencintaimu dengan doa dan menjagamu melalui doa. Seandainya doa ini ladang pahala, maka aku berterima kasih padamu karena telah membuatku menanam banyak bibit ganjaran ... El, mendoakanmu adalah caraku menenangkan rindu. Sehat selalu di sana ya, Habibati.'
Tiba-tiba. "Lele!" suara Gauri. Dia tersentak dan langsung duduk di brangkarnya.
"Sayang! kamu mimpi?" tanya Kay menoleh ke arah Gauri lalu bangkit sambil melipat sajadah.
"Daddy, Lele. Ayo cari Lele, dia di sini," rengek Gauri meminta Kayshan mendudukkannya di kursi roda.
Kayshan bingung tapi rengekan Gauri membuatnya jadi merasa pusing. Dia mengikuti keinginan sang bocah. Balitanya meminta menyusuri koridor kamar perawatan, bertanya di suster station guna mencari Elea.
Gauri memaksa Kay hingga ke lantai dasar dan memastikan menunggu di lobby rumah sakit beberapa menit lamanya, bahkan Kay harus bertanya ke pusat informasi.
"Tuh kan, gak ada. Masuk kamar lagi, yuk. Bentar visit dokter dan kamu belum mandi," ajak Kay, mendorong kursi roda menuju lift.
"Lele sakit, Daddy!" gumam Gauri.
.
.
...__________________________...
aku sampai speechles lanjutin bacanya mommy, baru komen lagi di sini , gk kuat bangett😭😭😭😭😭😭
ehhh bener juga sihhh