Ahmad Al Fatih Pranadipa adalah siswa SMA yang dikenal sebagai pembuat onar. Kenakalannya tak hanya meresahkan sekolah, tetapi juga keluarganya. Hingga akhirnya, kesabaran orang tuanya habis—Fatih dikirim ke pesantren untuk dididik langsung oleh seorang kyai dengan harapan ia berubah.
Namun, Fatih tetap menjadi dirinya yang dulu—bandel, pemberontak, dan tak peduli aturan. Di balik tembok pesantren, ia kembali membuat keonaran, menolak setiap aturan yang mengikatnya. Tapi hidup selalu punya cara untuk mengubah seseorang. Perlahan, tanpa ia sadari, langkahnya mulai berbeda. Ada ketenangan yang menyusup dalam hatinya, ada cahaya yang mulai membimbing jalannya.
Dan di saat ia mulai menemukan jati dirinya yang baru, hadir seorang wanita yang membuatnya merasakan sesuatu yang tak pernah ia duga—getaran yang mengubah segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gerimis Malam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
"PAPA! apa hak papa melarang seseorang untuk menyukai orang lain? Papa tidak boleh menjadi seorang yang egois. Dan berhenti untuk menjodohkan Balqis. Papa salah memilih pasangan untuk Balqis. Balqis tidak akan menerima seorang pria dengan bayang-bayang wanita lain. Titik. Permisi Om." Balqis sudah tak tahan dengan ayahnya, dia ingin pergi dari ruangan itu. Tapi wanita yang berpakaian gamis tersebut, terlebih dahulu pamit pada Pranadipa.
"Kamu kalau pergi dari ruangan ini sekalian saja pergi dari rumah!" kata-kata bagai petir di siang bolong, pelan tapi memekikkan di pendengaran Balqis. Bahkan Fatih segera menoleh pada calon mertuanya tersebut. Hati Balqis bagai tertikam oleh belati panas. Sangat sakit. Mendengar kata dari seseorang yang paling dia sayangi di dunia itu. Pandangan Balqis semakin nanar menatap ayahnya yang tak melihatnya. Balqis mengeratkan genggaman tangannya untuk meremas pakaiannya. Rahangnya mengetat menahan rasa ingin teriaknya.
"Om jangan seperti itu, bagaimanapun dia adalah putri om. Katanya putri kesayangan."
"Om tidak akan menganggap orang yang membantah perkataan Om sebagai orang yang om sayangi."
"Papa mengusir Balqis?" pertanyaan itu terdengar bergetar menahan tangis. Fatih semakin ksihan melihat Balqis. Salahnya juga yang memproklamirkan jika dia menyukai seseorang. Padahal Fatih belum tahu bagaimana sifat Balqis sebenarnya. Mengetahui bahwa dia adalah putri seorang pria kaya raya dan hal itu dia sembunyikan dari warga pondok sudah membuat Fatih merasa kagum. Ketika anak orang kaya membanggakan harta kekayaan orang tuanya, Balqis sangat jauh berbeda. Bahkan pakaian yang dia kenakan sangat sederhana dan jauh dari kata mewah dan bermerk. Padahal jika dia mau, dan sebagi putri kesayangan. Dia bisa memakai barang-barang dengan brand luar negeri yang terkenal.
"Papa tidak akan mengusir kamu jika kamu tidak akan menolak." jawab Ilham masih tak melihat putrinya. Tak bisa menahan lagi, karena rasa sakit hatinya, air mata itu lolos begitu saja. Entah kenapa hati Fatih ikut sakit melihat wajah Balqis dengan derai air matanya.
"Baik." kata Balqis mengangguk mengerti, terlihat raut wajah Ilham semakin khawatir. Dia memberanikan diri melihat wajah putrinya. Betapa kagetnya dia ketika melihat putrinya dengan linangan air mata, bahkan mata itu sudah memerah karena tangisan. Ilham merasa bersalah, tapi dia juga tak bisa menyerah. Dia berpikir bahwa putrinya akan setuju dan sudah merayakan acara pertunangan hari ini dengan mengundang beberapa tamu sebagai saksi hari bahagianya.
Balqis mengeluarkan nafas beratnya, wanita yang berusia 17 tahun itu mulai mengangkat wajahnya. "Baik, Balqis akan pergi dari rumah ini." kata Balqis mulai berbalik dan akan melangkah pergi, tapi terhenti ketika Ilham kembali berkata.
"Jika kamu benar-benar angkat kaki dari rumah ini, hubungan kita akan putus. Kamu tidak akan menerima warisan dari papa. Papa juga akan mengambil kartu ATM yang kamu pegang, tidak akan ada lagi setiap bulan yang akan kamu sumbangkan pada panti asuhan, pada panti jompo, pada rumah anak yang putus sekolah. Papa akan mengambil kartu itu." Fatih terperangah mendengar hal itu, hatinya bergejolak tiba-tiba. Apa wanita itu sedemikian baiknya, hingga setiap bulan dia akan mengeluarkan hartanya pada tempat-tempat yang memang sangat membutuhkan uluran tangan tersebut. Fatih ingat ketika dia berada di panti jompo. Tanpa uluran tangan dari orang dermawan, fasilitas yang ada di tempat itu tidak akan selengkap dan senyaman itu. Fatih sedikit mengerti sekarang.
Balqis tak sanggup lagi berkata, berada di tempat itu lebih lama akan menunjukkan sisi lemahnya. Dia segera pergi dan melewati Fatih. Ilham semakin menjadi takut dengan kata-kata yang dia ucapkan pada putrinya, perkataan itu bukan keluar dari hatinya. Itu hanya kepura-puraan seorang ayah yang mengancam putrinya. Tak menyangka bahwa Balqis benar-benar akan pergi.
"Saya permisi dulu!" ucap Fatih setelah itu dia berdiri dan dengan langkah lebarnya menyusul Balqis kemudian menarik tangannya yang di lapisi oleh kain gamisnya. Menuntunnya untuk keluar dan berbicara di balkon lantai dua. Semua tingkah laku kedua anaknya tersebut tak lepas dari perhatian kedua ayah. Mereka merasa lega ketika Fatih menyusul Balqis. Rencana mereka berhasil. Seketika wajah Ilham terlihat pucat, bagaimana tidak putri kesayangan, yang melebihi harta yang dia miliki saat ini adalah segalanya untuk dia. Tidak mungkin dia bisa hidup tanpa melihat putrinya. Rasa kasih sayang Ilham pada Balqis melebihi rasa kasih sayangnya pada Yasmine, putri pertamanya.
Dengan kekuatan lemah, Balqis menghempaskan tangan Fatih.
"Apa kamu benar-benar akan pergi?" tanya Fatih yang memandang intens wanita di depannya.
"Bukankah tadi kamu mendengar dengan jelas bahwa aku sudah di usir dari rumah? Untuk apalagi aku bertahan?" ucap Balqis, sesekali terdengar isakannya. Tak bisa menahan rasa sakit hatinya, wanita itu jongkok dan menutupi wajahnya lalu menangis. Fatih membiarkan hal ini, terkadang menangis bisa mewakili rasa sedih, kecewa, marah, senang, atau apapun yang berkecamuk dalam hati. Karena hal itu pernah dia lakukan ketika ibunya meninggal. Tangis yang dia sembunyikan akan membuatnya merasa lebih lega setelah melepas kerinduannya dengan tangisan. Dengan sabar Fatih menunggu hingga Balqis terlihat lebih tenang. Dia kemudian berdiri, wajahnya terlihat lebih sembab dan matanya menjadi bengkak.
"Maafkan aku." kata itu lolos dari mulutnya dengan nada lirih. Terdengar masih tak sanggup berbicara.
"Apa kamu benar menyumbang di tempat seperti itu?"
"Aku tidak ingin mengungkitnya." karena kebaikan lebih baik di sembunyikan oleh tangan kiri. Balqis tak ingin mengumbar kebaikan yang telah dia lakukan, takut itu akan menjadi pamer dan tak ada keikhlasan di dalamnya.
"Aku jauh dari sempurna. Aku juga pria yang mempunyai masa lalu yang kelam. Aku baru ingin mempelajari agama lebih dalam. Ilmu agamaku sangat sedikit di banding kamu. Sampai detik ini aku bahkan tak pernah berpikir untuk menyumbang seperti yang kamu lakukan. Tapi perlahan aku akan belajar, jangan pergi dari rumah kamu. Teruskan perjuangan yang kamu lakukan sampai detik ini." kata-kata itu membuat air mata Balqis kembali jatuh. Harapannya sudah pupus. Di usianya yang masih remaja, dia bahkan belum pernah menghasilkan uang. Dari mana dia akan meneruskan sumbangan itu? Balqis akan keluar menjadi donatur tetap. Dia tak bisa lagi melakukan pekerjaan baiknya seperti sebelumnya. Wanita itu kini terlihat pasrah dengan keadaan. Bahkan dia tak tahu harus pergi kemana lagi. Pondok pesantren adalah sekolah yang di biayai oleh ayahnya. Tidak mungkin dia akan pergi kesana.
"Aku bahkan tak tahu harus kemana saat ini." lirih Balqis.
"Apa kamu mau menerimaku sebagai calon suamimu?" Balqis mendongak pada pria yang barusan melamarnya. Apakah ini yang di sebut dengan lamaran? Batin Balqis.
"Bagaimana dengan Nesya? Bukankah kamu mencintainya?"
"Aku akan belajar melupakannya, seluruh tempat di hatiku belum sepenuhnya diisi oleh dia. Aku juga tahu jika kamu tidak menyukaiku."
"Lalu apa yang harus kita lakukan? Aku juga tidak tahu apa yang di lakukan seseorang setelah bertunangan. Kita juga tidak begitu dekat dan saling mengenal. Aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup."
"Jika tunangan tidak bisa meyakinkanmu, bagaimana jika kita menikah? Bukankah kita juga sudah menjadi dewasa?" Balqis tersentak mendengar kata yang tiba-tiba Fatih ucapkan. Tidak mungkin dia menikah dengan umurnya yang baru 17 tahun.
"Kamu tidak menyukaiku, aku tidak menyukaimu. Bagaimana bisa semudah itu kamu ucapkan kata yang sangat sakral."
Ternyata percakapan keduanya tak luput dari pendengaran empat orang, Pranadipa, Ilham, istrinya dan Yasmine. Mereka bahkan tersenyum dengan obrolan yang terdengar sangat dewasa itu. Yasmine merekam momen itu. Dia akan mengabadikan proses lamaran Fatih dan akan mengirimkan adiknya jika semua yang orang tuanya rencanakan akan berhasil.
"Kamu harus berkorban untuk melakukan sesuatu yang jauh lebih baik."
"Tapi aku tidak ingin rumah tanggaku akan menjadi hambar."
Fatih terdengar mendesah, tidak mudah juga baginya mengambil keputusan itu. Tapi sepertinya, Balqis adalah wanita yang baik untuk di jadikan seorang istri walau hati sepenuhnya belum bisa menerima kehadirannya.
"Aku akan belajar menjadi suami yang bertanggung jawab."
"Aku tidak ingin seperti biduk catur dalam memainkan peran. Berpura-pura akan membuatku lelah. Tenagaku akan habis, dan hal itu tidak bisa aku lakukan."
Yasmine tidak tahan lagi, harus ada orang yang menjadi penengah dari kebingungan keduanya. Dia keluar membuat Fatih dan Balqis terperangah.
"Kalian berdua adalah pasangan yang cocok, sudah ada setitik rasa kasih sayang di hati kalian walau kalian belum bisa memahaminya. Setitik itu akan memenuhi hati kalian kelak. Jadi berhentilah merasa bingung. Tidak perlu melakukan tunangan, kalian tinggal menikah saja dan semua akan beres. Menikah dan tinggal bersama."