Wanita mengunakan pakaian lebar dan juga Hijabnya, taat akan agama. Mempunyai sikap yang unik, sehingga banyak sekali yang menyukainya, dia adalah Hafsah Kamilatunnisa.
Namun semua berubah saat bertemu dengan seseorang yang cukup berpengaruh dalam kehidupannya, memiliki sisi gelap yang lambat laun ia ketahui. Ingin pergi, namun terlambat. Benih-benih cinta telah hadir diantara mereka, Pria itu tak lain adalah Arkanza Aynan.
Terbilang sangat sukses dalam dunia bisnis, membuat orang begitu sangat segan kepadanya. Tidak ada yang berani untuk membuatnya marah, jika itu terjadi. Maka, sama saja menyerahkan nyawa mereka sendiri untuk dilenyapkan.
" Aku mencintaimu, bantu aku untuk melepas semuanya." Permintaan Arka untuk bisa menjalani kehidupan yang normal, seperti manusia lainnya.
Akankah muslimah itu bisa mengabulkan permintaan dari seorang Arka?
Bisahkah keduanya untuk bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsabita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24.
Helikopter mendarat dengan baik, segera membawa brankar menuju ruang tindakan. Kini, semuanya menunggu di luar dari ruangan.
"Ka, ada apa?" Mark baru saja tiba, sehabis melakukan operasi dan mendapatkan banyak panggilan tak tertawab serta pesan dari Kenzo.
Azka enatap Mark dengan tatapan kosong, membuat kening Mark berkerut sangat banyak. Dan yang membuatnya terkagetkan lagi, adanya Peter dan juga Eiger disana. Kenzo memberikan aba-aba kepadanya agar menutup mulutnya, agar tidak memperkeruh suasana disana.
Menuruti arahan dari Kenzo, Mark mendekatinya dan mendapatkan bisikan mengenai apa yang telah terjadi. Memandangi dua orang yang menjadi topik pembicaraan secara bergantian, membuat Mark menggelengkan kepalanya.
"Aku akan masuk ke dalam, Aish. Kalian kenapa tidak memberitahuku dari awal, sial!" Bergegas Mark membuka pintu ruangan yang dimana disana sedang dilakukan tindakan.
"Tunggu Mark!" Cegah Peter dengan menahan lengannya.
"Apa? Kau anggap aku ini, hah! Nona Hafash itu pasienku juga, aku berhak tahu keadaannya. Tapi kalian, huh!" Mark mengehala nafasnya begitu berat.
"Pasienmu?" Tanya Peter yang bingung dengan kalimat tersebut
"Aku masuk dulu, memastikan keadaannya. Dan kalian berdua, berhutang penjelasan padaku." Mark geram kepada kedua pria yang selama ini menjaga jarak, melalui jarinya ia menunjuk keduanya.
Memasuki ruangan tersebut dan meninggalkan orang-orang yang sudah membuatnya geram, betapa kagetnya Marka saat mengetahui keadaan Unni saat itu. Para dokter sedang berusaha yang terbaik untuk keadaan pasiennya, Mark mengambil alih untuk memimpin proses tindakan tersebut.
Membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk menghadapi situasi saat itu, dalam keadaan yang sudah tidak berdaya. Mark melangkah keluar dari ruangan, semua orang yang menunggunya diluar sana segera mendekatinya. Namun terjadi sesuatu hal yang tidak terduga, Mark menghajar Azka dan Peter bersamaan. Nampak kemarahan yang siap meledak saat itu, dengan melampiaskannya kepada kedua pria tersebut.
"Bre****ek kalian, hah!" Tangan Mark tertahan oleh Kenzo dan Eiger yang menahan dirinya.
Flashback off.
Ruangan sunyi itu menjadi saksi, jika benteng kokoh yang selama ini tidak bisa hancur oleh apapun. Kini, benteng itu mulai mengalami keretakan bahkan bisa hancur. Azka menatapi brankar yang berada dihadapannya dengan tatapan kosong, tubuhnya yang tegap. Kini seakan hilang penopang untuk berdiri, tangan itu bergetar membuka kain putih yang menutupinya.
Wajah pucat dan kedua mata yang tertutup, tidak menghilangkan keanggunan sang pemiliknya. Tubuh Azka ambruk, suara teriakan yang begitu mengiris hati terdengar.
"Ke kenapa kenapa kau seperti ini, kenapa!! Buka matamu, buka!"
Azka mengoyangkan tubuh itu agar mendengar ucapannya dan membuka mata, Kenzo menarik keras Azka untuk menjauh. Bahkan Ia harus memberikan tamparan keras pada wajah Azka, dengan itu ia terdiam dan bisa dikendalikan.
"Bawa dia keluar, tenangkan dia." Eiger menepuk bahu Kenzo.
Menganggukkan kepalanya sebagai tanda mengetahui maksud dari apa yang dikatakan oleh Eiger padanya, dengan keadaan memberentak. Kenzo dibantu oleh para anggotanya membawa Azka untuk keluar dari ruangan itu, dan disanalah seseorang dengan tenang menggenggam tangan yang kini sudah menjadi dingin.
Memberikan kecupan hangat pada punggung tangan tersebut, dimana terdapat tanda yang selama ini ia cari. Disaat ia menemukannya, akankah ia harus kehilangan kembali untuk kesekian kalinya?
"Kenapa, kenapa kalian tega sekali meninggalkanku sendirian seperti ini? Bahkan aku belum mengatakannya, Khumairoh."
"Bisakah aku saja yang menggantikan posisimu saat ini, agar kau bisa membuka mata? Buka matamu, buka!!" Bentakan Peter bergema, dengan sigap Eiger menahannya.
"Jangan bersikap bodoh! Kita tidak bisa memprediksi kejadian ini." Eiger mencoba menahan Peter.
"Kenapa dia meninggalkanku, kenapa?! Bahkan, bahkan dia belum memanggilku kakak seperti dulu. Kenapa?!" Isakan tangis terdengar.
Eiger menepuk bahu untuk menguatkan Peter, bagaimana pun juga mereka tidak bisa menduga akan terjadi peristiwa seperti ini. Cukup lama Peter menatap jasad yang kini masih berada dihadapannya, jika ingin menuruti keinginannya. Ia tidak mau berpisah dari sang adik, bagaimana pun juga.
Genggaman tangan itu masih belum terlepaskan, disaat hatinya merasa tenang. Mengusap wajahnya yang sudah basah, tiba-tiba ia merasakan kehangatan pada genggaman tangan itu. Menatapinya dengan penuh harap.
"Lihat!" Eiger mengagetkan Peter yang mengambil kain kecil dari balik saku jasnya.
"Darah!"
Cairan berwarna merah itu mengalir dari hidung Unni, dan Peter merasakan jika genggaman tangan itu bergerak. Lalu ia segera membawa tubuh itu ke dalam pelukannya, Eiger segera keluar untuk memanggil Mark.
Hal tersebut membuat semuanya bingung, Azka pun yang saat itu seperti sudah bosan hidup langsung mengikuti untuk masuk kembali.
"Mark, dia bergerak. Lihat, tangannya!" Peter menunjukan genggaman tangan itu sangat erat.
Saat Mark mendekat, secara tiba-tiba Unni terbatuk dengan sangat keras. Tepatnya batuk itu juga ikut mengeluarkan cairan yang sama seperti dari hidungnya, warnanya sangat pekat. Peter menahan tubuh itu dalam pelukannya, Mark segera mengambil tindakan dengan menggunakan alat medis yang ada.
"Kalian keluarlah, biar kami yang menanganinya." Mark menjelaskan agar para medis bisa melakukan tugasnya dengan baik.
Seperti enggan untuk pergi, Azka masih berdiri kaku melihat hal tersebut. Tidak ingin kehilangan dan menyesali apa yang telah ia lakukan, namun Kenzo dan Eiger membawanya.
"Biarkan mereka menjalani tugasnya." Eiger mengucapkan hal tersebut kepada Azka.
Mengikutinya dengan perasaan kacau, Azka menatapi ruangan itu seakan tidak bersedia sedikitpun.
Didalam sana, Mark dan lainnya sedang berjuang. Bahkan Peter masih memeluk tubuh kecil itu yang masih menggenggam tanggannya dengan sangat kuat.
"Bertahanlah, Khumairoh. Kakak mohon." Air mata itu tak terbendung menahan gejolak dalam dirinya.