Nicholas Bryan. 35 tahun. CEO sebuah TV Swasta. Masuk dalam Jajaran Konglomerat. Arogan, Dingin, Jarang Tersenyum dan Sangat menyayangi putri satu-satunya. Seorang Duda memiliki seorang putri berusia 7 tahun. Istri Nick meninggal setelah melahirkan putri mereka. Sejak kepergian istrinya Nick larut dalam kesedihannya dan ia melampiaskan pada pekerjaannya hingga kini tak diragukan lagi Nick menjadi salah satu pengusaha papan atas yang digilai para wanita. Tidak ada satupun wanita yang mampu mengetuk hati Nick yang telah tertutup hingga suatu ketika Putri, Caca memanggil seorang perempuan dengan sebutan Bunda yang membuat Nick tidak suka dengan wanita tersebut. Nick yang sangat menyayangi putrinya tanpa sengaja membentak putrinya saat melihat Caca memeluk wanita asing dan memanggilnya. Siapakah wanita itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gengsi Nicholas Bryan
Kanaya memperhatikan Boss nya makan dengan lahap.
"Katanya ga mau tapi habis." batin Kanaya saat melihat si Boss makan dengan lahap.
Kanaya tak sadar tersenyum membuat Nick melirik pada Kanaya.
"Kenapa kau tersenyum. Jangan ge-er Aku menghabiskan makananmu karena aku tidak suka membuang-buang makan. Padahal rasanya biasa saja!" Nick tertangkap basah, malu dan buat alasan.
Atur aja lah Nick. Sakarepmu ae Babang Nick. Awas ya minta bikinin lagi, Mak Author bakal jitak! Hehehehe. Canda Jitak!
Bodyguard Nick mengucap terima kasih dan memuji masakan Kanaya.
Oma Marisa juga memuji masakan Kanaya.
Chate, Dira, Caca dan Gusti melakukan hal yang sama.
"Terima kasih kalau semuanya suka. Maaf hanya itu yang bisa Saya berikan." Kanaya justru tak enak hati, kemampuannya hanya bisa memberikan Nasi dan Mie goreng, masakan dengan modal yang sangat sederhana.
"Tante Naya mau kemana?" Caca melihat Kanaya yang bangkit.
"Tante mau shalat dzuhur dulu."
"Caca ikut ya."
"Kalau begitu yuk Kita shalat sama-sama. Ayo sekalian Bu Fatma."
Kanaya, Bu Fatma, Oma Marisa, Caca dan Dira juga ikut ke Masjid melaksanakan kewajiban mereka sebagai Muslimah.
Sementara Chate dan Gusti yang berkeyakinan lain menunggu di luar Masjid.
Nah kini Giliran Nick yang tampak maju mundur cantik antara ikut shalat sementara sudah lama sekali ia meninggalkan ibadah yang satu ini selain ibadah wajib pasutri pastinya.
Duh maaf Babang Nick, Author keceplosan. Nanti Author jodohin deh! Makanya jangan jutek dan galak! Cewek kabur ketakutan Bang Nick!
Kanaya dan lainnya selesai menjalankan shalat dan kembali akan menikmati wahana yang masih banyak yang belum mereka coba.
"Chate kita naik kora-kora yuk!" Ajak Caca pada Chate.
"Kamu saja Ca. Chate ga berani."
"Ah payah kamu Chate!"
"Tante Naya naik kora-kora yuk!"
"Boleh. Ayo!"
"Daddy ayo naik kora-kora."
"Kenapa mesti naik itu sih!" Nick membatin.
"Ah pasti Daddy takut ya. Kalo gitu Om Gusti aja ya Tante yang nemenin kita! Om Gusti ayo naik!"
Bukan Nick namanya yang rela harga dirinya direndahkan meski dengan putrinya sendiri.
"Ayo Dad temani! Gusti jaga Mom disini!"
Bagai raja ia memberi titah Gusti agar tak ikut naik.
Kini posisi duduk Kanaya di kanan, Caca ditengah dan Nick di kiri.
Ayo emak-emak khayalannya udah traveling belom? Udah senyum-senyum jangan-jangan. Tahan Mak, Babang Nick masih betah pasang mode Kanebo kering. Hihihi.
Kora-kora adalah wahana permainan dengan bentuk seperti kapal yang bergerak mengayun.
Kapal tersebut akan berayun maju dan mundur secara perlahan-lahan terlebih dahulu, kemudian kecepatan dan ketinggiannya akan meningkat secara berkala.
Semakin lama ayunan kora-kora semakin landai dan tinggi.
Terlihat Nick semakin mengeratkan pegangannya menggenggam tangan Caca putrinya.
Sementara Caca dan Kanaya tampak menikmati sensani ayunan kora-kora.
Akhirnya selesai bagi Nick penderitaannya.
"Daddy kenapa tadi pegangan Caca kencang sekali? Daddy takut ya?"
Good Job Caca! Daddymu mau ngeles apa kali ini.
"Justru Dad takut Kamu jatuh. Itu kan tinggi, Dad takut Kamu kenapa-kenapa sayang makanya Dad pegang kencang memastikan Kamu aman."
Jurus ngeles level tinggi ala Nicholas Bryan beraksi.
Kanaya tersenyum mendengarnya.
Kanaya teringat saat di kora-kora Nick memejamkan matanya saat Kanaya tak sengaja menengok ke arah Caca terlihat oleh Kanaya Nick memejamkan matanya dan memegang tangan Caca erat.
"Kenapa kau tersenyum? Ga jelas!" Nick memang paling pandai mengintimidasi.
Ealah Babang Nick ini sih maling teriak maling. Sabar Nay, banyak doa di sepertiga malam, agar Author tergerak hati bikin Babang Nick kena dibikin bucin. Eh..
"Dad, sekarang Caca mau itu!"
"What!"
Melihatnya saja membuat jakun Nick naik turun mengalahkan.
Tentu saja Nick panik wahana selanjutnya yang ingin Caca coba adalah Hysteria.
"Gimana kita naik itu saja sayang. Dulu Mommy Caca suka sekali naik Bianglala."
Itulah cerdasnya Nick.
Ditengah sesulitan ia selalu mendapatkan solusi dan benar dulu Aurel senang sekali naik Bianglala.
"Wah kalo gitu Caca mau coba ah. Ayo Tante Naya!" Caca menarik tangan Kanaya.
"Ayo Dad!" Caca kembali menarik tangan Nick.
Kini ketiganya naik Bianglala dan berada dalam satu cawan.
Kincir raksasa atau lebih dikenal sebagai bianglala merupakan salah satu wahana favorit pengunjung di Dunia Fantasi.
Wahana tersebut pertama kali hadir di Tanah Air pada tahun 1985 di Dunia Fantasi (Dufan), Ancol, Jakarta.
Dari atas bianglala kita bisa menikmati seluruh area Dunia Fantasi.
Semakin tinggi semakin terlihat semua yang ada di bawah sana.
"Wah disana wahana ice age. Yah tapi tutup. Padahal Caca mau masuk."
"Dad memang dulu Mom suka naik bianglala?"
Nick sejak tadi memperhatikan Kanaya.
Ia bahkan lupa mengenang memorinya bersama Aurel.
"Dad!" Panggil Caca dan ini sudah ketiga kalinya.
"Ya, apa Sayang!"
Nick gelagapan.
"Ih Caca tanya memang bener dulu Mommy suka naik bianglala?" Ulang Caca.
"Iya. Mommy suka sekali naik bianglala.
Kanaya melihat interaksi kedua ayah dan anak itu tak terasa mata Kanaya basah.
Buru-buru Kanaya memalingkan matanya agar tak terlihat.
"Tante Naya kenapa?" Caca melihat Kanaya memalingkan wajahnya.
"Ah mata Tante kelilipan Sayang." Kanaya menutupinya.
"Sini Caca tiup. Kata Oma kalau kelilipan ditiup Tante biar kotorannya pergi!"
"Sudah tidak apa-apa." Senyum Kanaya.
"Oh iya Tante. Tante Naya sudah menikah belum? Terus Tante Naya punya anak ga?"
Kanaya terkejut dengan pertanyaan Caca.
"Sayang, ga sopan bertanya begitu." Nick yang baru saja diberitahu Nick segera mengingatkan Caca.
"Tidak apa-apa Boss. Tante belum punya anak Sayang."
"Tante punya suami?" Caca memiliki penasaran tinggi
"Caca." Nick mengingatkan putrinya.
"Tidak. Tante tidak punya suami."
"Kalau gitu Tante Naya jadi Bunda Caca mau tidak?"
Kanaya dan Nick bagai tersedak biji duren seketika keduanya kompak tersedak meski tidak sedang makan atau minum.
"Tuh kompak. Kata Oma kalo kompak artinya cocok!"
Untung saja waktu naik Bianglala sudah habis dan petugas membuka cawan mereka.
Akhirnya baik Kanaya dan Nick bisa bernafas lega dari situasi yang membuat mereka canggung.
Tanpa terasa waktu sudah sore.
Kanaya dan Bu Fatma memutuskan pulang.
Begitupun keluarga Nick juga sudah lelah terlebih Oma Marisa yang sudah sangat kecapean.
"Tante, lain kali kita jalan-jalan lagi ya. Caca juga kepingin pergi ke Taman Mini."
Kanaya menganggukan agar Caca tak banyak pertanyaan atau lebih tepatnya tak mengatakan hal seperti tadi membuat Kanaya tak enak hati takut dengan Boss Killernya.
"Bu Fatma, kami pulang dulu ya. Semoga lain waktu kita bisa liburan sama-sama." Pamit Oma Marisa pada Bu Fatma.
"Iya Bu Marisa jaga kesehatan ya. Biar bisa menemani cucu tersayang berlibur." Bu Fatma menerima salaman Oma Marisa sambil mengusap kepala Caca.
"Bu Naya antar ya?"
"Tidak usaha ibu dan adik-adik kan naik travel. Kamu dan Nak Dira langsung pulang saja. Besok kan kamu kerja. Istirahat dan makan jangan lupa ya Nay. Jaga kesehatanmu."
"Ibu juga sama Jaga kesehatan dan makan ya. Adik-adik dan Naya masih butuh ibu."
Bu Fatma memeluk Kanaya erat.
Sejak ditemukan dari bayi merah Bu Fatma merawat Kanaya tentu saja meski tak ada hubungan darah kedekatan dan ikatan batin keduanya tercipta.
Sejatinya seorang ibu bukan hanya yang hamil dan melahirkan, namun banyak diluar sana mereka yang tidak memiliki ikatan darah justru lebih kuat karena kasih sayang tulus dan cinta tak putus dalam merawat dan membesarkan itulah penghubung sesungguhnya.
"Naya, kami pamit ya." Oma Marisa menepuk bahu Kanaya.
"Iya Nyonya hati-hati di jalan."
"Tante Naya, Caca pamit. Assalamualaikum"
Kanaya terkejut saat Caca salim padanya dan memeluk Kanaya sebelum ia masuk ke mobil.
"Kami pamit ya Bu Naya, Dira." Gusti sebelum masuk dan duduk di belakang kemudi.
Nick memilih tak berkata apapun langsung naik mobil dan tak menyapa.
Caca membuka kaca mobil melambaikan tangan pada Kanaya dan Dira.