Diambang putus asa karena ditinggal sang kekasih saat hamil, Evalina Malika malah dipertemukan dengan seorang pria misterius. Adam Ardian Adinata mengira gadis itu ingin loncat dari pinggir jembatan hingga berusaha mencegahnya. Alih-alih meninggalkan Eva, setelah tahu masalah gadis itu, sang pria malah menawarinya sejumlah uang agar gadis itu melahirkan bayi itu untuknya. Sebuah trauma menyebabkan pria ini takut sentuhan wanita. Eva tak langsung setuju, membuat pria itu penasaran dan terus mengejarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ingflora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Mi
Dahi Adam berkerut. "Katakan, mau apa kamu ke sini!?" Mata elangnya terlihat curiga.
Eva seketika menunduk. "Eh, i-itu ... aku pernah lihat bapak buka kamar ini. Aku lihat banyak buku di dalamnya. A-aku hanya ingin tahu, itu buku apa saja." Pelan, kepalanya terangkat dengan pandangan penuh rasa bersalah.
"Bukan mencari yang lain?"
Alis gadis itu terangkat. "Eh, yang lain apa?"
"Misalnya hartaku yang lain?" Mata Adam nampak masih menyelidik.
Bola mata gadis itu kini melebar. "Harta apa? Eh, tidak. Eh, emangnya ada harta karun di sini?" Ia balik bertanya.
Wajah lugu gadis itu masih membuat Adam sangsi. Diraihnya tangan gadis itu dan dibawanya masuk ke dalam. "Kamu mau lihat? Lihatlah!"
Eva baru melihat rak buku yang tinggi di salah satu dinding dan mendekatinya ketika Adam kembali bicara.
"Aku juga punya surat-surat penting di meja ini, apa kamu mau lihat?"
"Apa?" Eva mendatangi Adam dan menatap ke arah meja yang masih kosong.
Adam membuka laci-lacinya. "Ini, ada surat-surat penting, tapi yang paling penting aku tak letakkan di sini." Ia bergerak ke arah dinding. Ada sebuah lukisan gambar dirinya yang kemudian ia geser dan terlihat sebuah lemari besi yang tertanam di dinding. "Mau lihat isinya?"
"Mmh? Ngak." Eva seketika mengabaikan Adam. Ia kembali mendekati rak buku.
"Lho, kenapa?"
Gadis itu menoleh sambil merapikan kerudung di belakang kepala. "Untuk apa?"
"Maksudnya?" Adam mengerut dahi.
"'Kan barang-barang itu bukan untukku. Untuk apa dilihat? Yang ada, bila barang-barang di dalamnya hilang, nanti bapak nuduh aku lagi."
"Itu ...." Adam hendak marah tapi tak jadi. Kalau dipikir lagi, apa yang dikatakan gadis itu ada benarnya. Padahal di sana ada beberapa perhiasan emas peninggalan ibunya yang sebenarnya salah satunya ingin ia berikan pada Eva. Namun, karena gadis itu bilang begitu, ia terpaksa urungkan. Mungkin lain waktu.
Eva melihat-lihat beberapa judul buku. Ia kemudian menoleh pada Adam. "Boleh 'kan aku baca buku-bukunya?"
"Tapi, apa kamu mengerti?"
"Paling buku-buku tentang bisnis aja." Eva kembali melihat rak buku.
"Kamu suka baca? Tapi kenapa gak bilang tadi sewaktu kita ada di mal?"
"Aku suka baca tapi gak punya kesempatan untuk itu dan aku udah lama gak baca buku. Baru inget lagi pas lihat rak buku Bapak."
"Ya sudah. Baca saja kalau kamu mau. Bagiku tak masalah."
Gadis itu melonjak dan bertepuk tangan. "Asyik ... makasih ya, Pak!" Kembali kepalanya berputar ke arah rak dan mulai mencari buku yang ia suka. Setelah ketemu, ia ambil salah satunya dan duduk di sofa terdekat lalu mulai membaca.
Adam menatap gadis itu. "Dia sangat berbeda dari wanita manapun yang pernah kukenal. Suka baca? Bagaimana kehidupanmu bila kamu tidak lahir dari orang tua miskin seperti orang tuamu? Pasti kamu menjalani hidup yang berbeda."
Adam keluar dan tak lama kembali ke ruangan. Ia juga mengambil buku dan duduk dekat Eva. Gadis itu tampak tak menyadari. Ia tenggelam dalam buku yang dibacanya hingga seorang pembantu masuk dan membawakan dua cangkir teh dan sepiring biskuit. Harum teh dan tumpukan biskuit itu membuat mata gadis itu teralihkan. Adam mengintipnya dari balik buku yang dibacanya.
"Wah, biskuit coklat dan stroberi!" Gadis itu meletakkan bukunya sambil tersenyum lebar. Ia langsung mencomot satu saat diletakkan. "Mmh, enak," katanya setelah menggigitnya.
Adam tersenyum lebar. "Aku tahu kamu pasti butuh ini di sela-sela membaca, iya 'kan?"
"Makasih, Pak."
Malam semakin larut tapi Eva masih tak beranjak dari kursinya. Adam memperhatikan gadis itu sesekali. "Kamu sudah solat isya?"
"Sudah," jawab Eva bergeming.
"Ini sudah terlalu malam apa kamu tidak tidur?"
Gadis itu menepikan bukunya. "Apa tidak boleh? Aku jalan-jalan ke taman belakang aja, gak boleh. Sekarang baca buku, apa enggak boleh juga?"
Adam menyadari ia mendapat pilihan sulit. "Ya sudah. Tapi jangan terlalu malam ya. Cepat tidur. Besok 'kan kamu masih bisa baca lagi."
"Iya, Pak."
Adam meninggalkan gadis itu di ruangan. Ia kembali ke kamar. Namun, hanya sebentar. Ketika Adam ingin kembali mengecek keberadaan Eva, dari lantai atas ia melihat gadis itu mendatangi dapur. "Untuk apa dia malam-malam ke dapur? Bukankah pembantu semuanya telah pergi tidur?" Ia menuruni tangga dan masuk ke dapur. Di sana ia melihat gadis itu tengah memasak. "Eva, kamu masak apa?"
Kembali gadis itu terkejut. Ia mengusap daddanya sambil memejamkan mata sejenak. "Bapak ... jangan ngagetin terus, ih!" Seketika mulutnya merengut sambil menghentakkan kaki.
Adam hampir tertawa melihat gadis itu kesal. Gayanya itu sangat menggemaskan. "Maaf-maaf. Tapi kenapa malam-malam begini masak? Apa kamu gak takut kebakaran?"
"Kebakaran gimana? Dapur ini dapur teraman yang pernah kulihat. Peralatannya canggih-canggih. Masa cuma masak mi aja bisa kebakaran?" Ia mengerut dahi.
"Mi apa?" Adam berdiri di samping Eva agar bisa melihat apa yang dimasaknya.
"Mi kuah. Aku kalo di mess, kelaparan malam-malam pasti bikin ini. Ditambah sayur dan telur, mmh ... enak!" Wajah gadis itu terlihat senang.
Menghirup bau masakan Eva, membuat Adam penasaran. Tiba-tiba saja ia ikut lapar. "Buatkan aku satu!"
Eva menoleh dengan wajah kembali merengut. "Bapak ... ini udah malam, kenapa Bapak enggak tidur sih?" Ia coba mengusir Adam dengan halus.
"Ibu bayiku belum tidur, bagaimana aku bisa tidur? Nanti kalau kenapa-kenapa gimana? Malam begini, semua orang sudah tidur, Eva ...."
Eva kesal sekaligus senang karena pria itu memikirkannya. "Ya, udah. Aku buatkan." Setengah merengut, ia mengambil mi instan lagi dari sebuah lemari. Kemudian ia mulai memasak.
Adam menunggunya di sebuah meja kecil di dekat salah satu dinding. Ia memperhatikan gadis itu yang begitu cekatan memasak. Membuka bungkus mi, mengambil sayuran di kulkas dan memotongnya. Kembali ia teringat ketika ayah ibunya masih ada. Rumah itu begitu sibuk. Padahal ibunya bekerja tapi tak pernah lupa kebutuhan dirinya dan sang ayah di rumah. Ia sendiri bingung kenapa ayahnya begitu tega berselingkuh dari ibunya.
Setelah kejadian itu rumahnya bak kuburan yang sepi tanpa penghuni. Kehadiran pembantu dan penjaga gerbang tidak bisa mengusir rasa sepi di hatinya.
Kini setelah lima tahun berlalu, rumah itu kembali semarak hanya dengan kehadiran gadis manis yang tidak bisa diatur ini. Gadis ini punya banyak kelebihan yang Adam sukai seperti salah satunya, memasak. Sebentar saja, mi kuah yang dibuat Eva matang. Adam bergerak cepat membantu gadis itu memindahkan mangkuk mi. "Sini aku bantu."
Eva lebih dulu duduk karena Adam yang akan memindahkan kedua mangkuk itu ke meja. Gadis itu sudah tidak sabar ingin mencicipi. Disendokinya kuah mi itu. Setelah meniupnya sebentar, ia lalu menyeruputnya pelan. "Mmh." Senyumnya kembali muncul.
Adam mencoba mi buatan istrinya. "Mmh, ternyata enak juga. Aku belum pernah makan mi instan seperti ini."
"Masa?" Eva melirik suaminya.
"Mmh. Aku pikir rasanya tidak enak, karena mi seperti ini 'kan murah."
"Tidak semua yang murah itu gak enak, Pak. Buktinya ini. Enak 'kan?" Eva kembali meniup mi yang disendoknya.
"Iya, seperti somay yang waktu itu." Adam mulai mengunyah.
Eva menatap suaminya. Ternyata pria itu masih ingat somay yang dijual di depan kantornya waktu itu. Rupanya Adam bukanlah pria yang pemilih soal makanan, tapi kenapa para pembantu pernah bilang sebaliknya?
***
Pagi itu setelah solat subuh Adam kembali turun. Ia ingin memastikan keadaan Eva sehingga mendatangi kamarnya. "Eva," katanya sambil mengetuk pintu. Namun tak ada jawaban. Adam coba menarik ke bawah pegangan pintu dan ternyata pintu itu terbuka. Namun saat mengintip ke dalam, ia tidak melihat seorang pun. "Eva?"
Bersambung ....
tapi aku nggak mau kalo cuma sekedar like👉🏻👈🏻
semoga semakin semangat updatenya akak othor!!🙏🏼💪🏼💪🏼
lagian siapa juga yang tahu klo Eva istrimu...
makanya dari awal lebih baik jujur,ini pake bilang sodara lagi
padal aku dari kemarin uda ngumpulin bab, biar bisa d baca maraton, taunya pas baca langsung hbis😭😭
"berharap ada adegan kissing nya"
pas scroll eeh malah ketemu iklan habib jaffar, langsung baca istigfar karena tau yg ku pikirkan itu dosaaaaa😭🤣🤣
ini masalahnya di keyboardmu apa emang kebijakan dari mt/nt?
sekedar nanya aja nggak ada maksud lain mak🙏🏼🙏🏼