( Zona Cinta Manis )
Midea Lestari harus menelan pil pahit ketika difitnah sudah menabrak seorang wanita yang tengah hamil besar hingga tewas. untuk menebus kesalahan yang bukan karena perbuatannya, ia harus mendekam di balik jeruji besi dan merelakan masa depannya.
Satu bulan mendekam dipenjara, akhirnya Dea dibebaskan karena keluarga korban membayar jaminan untuknya. sebagai gantinya Dea terpaksa menikah dengan Shady Hutama, duda tampan yang istrinya tewas dalam kecelakaan itu. Dea menjadi ibu pengganti untuk putri Shady yang bernama Naura.
Bagaimana lika liku kehidupan rumah tangga Shady dan Dea? Apakah Dea bisa meruntuhkan kerasnya hati Shady yang selalu menaruh dendam padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pinkanmiliar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24 - Hari-hari Tanpamu
Shady tak memiliki pilihan lain kecuali memberikan surat perjanjian yang dulu mereka sepakati. Dengan tangan gemetar Dea menandatangani surat perceraian yang memang sudah dibuat sejak awal.
Dea mengembalikan surat itu kepada Shady.
"Terima kasih karena Mas sudah memberiku kesempatan untuk bisa kembali kuliah. Terima kasih karena selama ini Mas sudah memberiku tempat tinggal. Semoga setelah ini, Mas bisa hidup dengan baik bersama Naura. Aku minta maaf karena aku tidak bisa mencegah kecelakaan yang menimpa nyonya Nola. Aku juga minta maaf tidak bisa memberikanmu bukti bahwa aku tidak bersalah."
Shady hanya diam dan tak memberikan respon.
"Kalau begitu aku pamit. Ayahku sedang sakit, jadi aku harus pergi sebelum pesta ulang tahun Naura. Mas harus bisa memberikan Naura perhatian dan kasih sayang yang lebih agar dia tidak merasa kehilangan kasih sayang Mas sebagai papanya. Aku menyayangi Naura. Tapi keluargaku juga membutuhkanku. Selamat tinggal, Mas."
Dan setelah hari itu, Shady tidak pernah melihat Dea lagi. Karena memang Dea sudah kembali ke kampung halamannya.
Pesta ulang tahun Naura berlangsung cukup meriah. Nilam tidak ingin cucunya merasa kehilangan Dea, yang sudah dianggap sebagai ibunya.
Sementara itu di kampungnya, Dea membawa sang ayah ke rumah sakit. Ayahnya tak bisa di rawat jalan. Terpaksa Dea juga ikut menjaga ayahnya dan menginap di rumah sakit.
Dea membiayai semua perawatan ayahnya di rumah sakit. Selama ini Dea pandai menyisihkan uangnya sebagai tabungan jika dirinya keluar dari rumah Hutama. Dan ternyata uang itu akhirnya berguna.
"Nduk, terima kasih ya," ucap Marni dengan menggenggam kedua tangan putri sulungnya.
"Ibu, jangan bicara begitu. Kita adalah keluarga. Sudah seharusnya aku membantu meringankan beban kalian."
"Maaf jika kami hanya bisa menyusahkanmu saja, Nduk. Seumur hidupmu kamu tidak pernah memikirkan hidupmu sendiri. Mulai sekarang, pikirkanlah kehidupanmu, kebahagiaanmu. Carilah pasangan yang baik lalu menikah."
"Ibu!" Dea melotot mendengar ucapan ibunya.
Wajah Dea berubah sendu kala mengingat soal pernikahan. Rasanya dalam waktu dekat ini Dea tidak ingin menikah ataupun mengenal pria manapun. Fokusnya sekarang adalah keluarganya.
#
#
#
Satu bulan kemudian,
Nilam mulai kewalahan menghadapi Naura yang terus menerus mencari keberadaan ibunya. Sejak hari ulang tahunnya, ibunya tak pernah terlihat. Tentu saja gadis kecil itu merindukan ibunya. Ibu yang selalu menemani dan merawatnya.
Nilam mencarikan pengasuh terbaik untuk Naura. Tapi itu tidak cukup untuk menjadikan pengasuh sebagai ibunya.
Nilam memutuskan bicara dengan Shady.
"Bang, apa tidak sebaiknya kamu menemui Dea? Naura sering rewel dan menanyakan soal Dea. Ibu mohon turunkan egomu dan susul dia!" Nilam menatap putranya penuh harap.
Shady memijat pelipisnya pelan. "Bu, Dea sendiri yang ingin pergi dari sini. Lagipula, ini memang perjanjian kami. Aku akan membebaskan dia setelah Naura berusia 2 tahun."
Nilam kecewa. Ternyata sangat sulit membujuk putranya.
"Apa kamu yakin tidak memiliki rasa sedikitpun kepada Dea?" Nilam mulai menyelidik perasaan Shady.
Shady malah memalingkan wajahnya.
"Kamu menyukainya kan? Iya kan?" desak Nilam.
"Sudahlah, Bu. Tolong jangan membahas masalah ini lagi. Aku akan berusaha meyakinkan Naura jika ibu kandungnya sudah meninggal."
"Jangan gila kamu, Bang. Bagaimana bisa kamu tega mengatakan itu pada Naura?" Nilam memilih pergi. Rasanya percuma saja bicara dengan putranya yang keras kepala.
#
#
#
Rasya makin gencar mendekati Clara karena ingin mendapat informasi mengenai Shady dan Dea. Bahkan kini ia sering berkunjung ke rumah Clara hanya untuk sekedar berbasa basi.
Rasya kini juga dekat dengan Naura dan juga Nilam. Naura sangat senang ketika Rasya datang untuk menemuinya dan membawakan mainan atau camilan untuknya.
Lain halnya dengan Shady. Pria itu tidak suka jika Rasya sering datang menemui Naura. Apapun tentang dosen muda itu memang tidak pernah disukai oleh Shady. Jadi, seberapa baiknya orang itu tidak akan meluluhkan hati Shady. Sebuah alasan selalh disimpannya dengan rapat dan tak ingin orang lain mengetahuinya. Karena baginya itu masa lalu. Meski masih terbawa hingga masa kini.
"Abang tidak suka jika Rasya menemui Naura. Jadi, jangan berhubungan lagi dengannya!" Dengan tegas Shady mengingatkan Clara.
"Hubunganku dengan kak Rasya tidak ada kaitannya dengan Abang. Lagipula kenapa Abang sangat membenci kak Rasya? Dia adalah orang baik, Bang." Clara tak terima dengan ucapan Shady.
"Abang hanya mengingatkanmu! Jangan sampai kau terluka nanti!"
"Tidak akan! Aku tidak akan terluka karena kak Rasya! Dan dia serius ingin menikahiku!"
"APA?! Menikah? Kau jangan bercanda!" Shady tak kuasa lagi menahn amarahnya.
"Aku tidak bercanda! Dari pada Abang mengurusi masalah pribadiku, lebih baik Abang urus masalah hati Abang sendiri. Abang menyukai Dea kan? Abang mencintainya? Kenapa Abang hanya diam saja? Kejar dia jika Abang mencintainya! Jangan hanya bisa menunggu seperti saat bersama kak Nola. Sebelum Abang benar-benar menyesalinya."
Shady hanya diam. Apa yang dikatakan Clara memang benar. Dirinya terlalu takut untuk mengakui perasaannya sendiri.
"Ada apa ini? Suara kalian sampai terdengar ke kamar Naura." Nilam datang menghampiri kedua anaknya.
"Ini lho, putra kesayangan ibu. Dia memberiku nasehat untuk menjauhi kak Rasya. Tapi dia sendiri tidak berani mengakui perasaannya pada Dea." Clara menjelaskan dengan nada yang sudah tidak tinggi.
"Ibu pikir ada apa. Sudahlah! Kalian sudah sama-sama dewasa. Apapun keputusan kalian, ibu akan mendukungnya. Selama itu mengenai hal yang baik." Nilam menatap kedua anaknya.
"Maafkan kami, Bu." Keduanya lalu memeluk Nilam dengan erat. Sepertinya mereka mulai menyadari kesalahan masing-masing.
#
#
#
Dea kini mengajar di sebuah sekolah dasar yang ada di desanya. Meski hanya sebagai guru kontrak, Dea sangat bahagia karena bisa menggunakan ilmunya untuk membantu anak-anak di kampungnya.
Dea yang memang menyukai anak-anak, menjalani perannya sebagai guru dengan baik. Ini adalah minggu ketiga Dea mengajar di sekolah. Murid-murid sangat menyukainya karena Dea sangat ramah dan baik.
Namun, hari ini terjadi sebuah insiden kecil yang menimpa muridnya. Kepala muridnya berdarah karena dipukul oleh teman sepermainannya. Dea membawa muridnya itu ke sebuah klinik yang ada di desa.
Semua guru panik, tapi Dea tetap tenang menghadapi masalah ini. Dengan telaten Dea menenangkan si anak yang terluka itu.
Tiba di klinik, seorang dokter muda segera memeriksanya.
"Suster, ini harus dijahit. Apa ada walinya?" tanya dokter muda itu.
"Ada, Dok. Gurunya membawa anak ini kesini."
"Baik, saya akan bicara dengan gurunya."
Dokter muda itu menemui Dea. "Permisi, apa Ibu adalah wali dari murid yang terluka tadi?"
"Iya, Dok. Bagaimana kondisinya?" tanya Dea.
"Dia memerlukan beberapa jahitan di kepalanya. Bisa Ibu guru temani? Agar anak itu tidak histeris saat dijahit nanti."
"Iya, Dokter." Dea segera berjalan mengikuti dokter muda itu.
"Sayang, tenang ya! Om dokter itu akan segera menywmbuhkanmu. Sini peluk Ibu kalau kamu takut." Dea segera mendekap muridnya dengan penuh kasih sayang. Membuat si dokter muda kagum kepada guru cantik itu.
Lima belas menit berlalu, murid bernama Davin itu sudah mendapat jahitan di kepalanya. Dan untuk sementara di rawat di bangsal IGD klinik desa.
Dea sudah menghubungi keluarga Davin dan kini sedang menunggu kedatangan mereka.
"Permisi, Ibu guru."
"Iya, Dok."
"Ini resep yang harus ditebus nanti. Karena obatnya hanya tersedia di apotek."
"Oh iya, Dok. Terima kasih."
Tiba-tiba sang dokter mengulurkan tangannya. "Arshad. Namaku Arshad."
Dea memandangi tangan dokter Arshad dengan bingung.
"Ah iya. Namaku Dea." Dea menerima uluran tangan Arshad.
Sebuah senyum indah terukir dari bibir sang dokter muda itu.
dan yg mengirim bunga ke makam nola adalah rasya.
ceritanya bagus