Enzio Alexander Pratama, pria 28 tahun dengan kekayaan dan status yang membuat iri banyak orang, ternyata menyimpan rahasia kelam—ia impoten.
Sebuah kecelakaan tragis di masa lalu merampas kehidupan normalnya, dan kini, tuntutan kedua orangtuanya untuk segera menikah membuat lelaki itu semakin tertekan.
Di tengah kebencian Enzio terhadap gadis-gadis miskin yang dianggapnya kampungan, muncul lah sosok Anna seorang anak pelayan yang berpenampilan dekil, ceroboh, dan jauh dari kata elegan.
Namun, kehadirannya yang tak terduga berhasil menggoyahkan tembok dingin yang dibangun Enzio apalagi setelah tahu kalau Anna adalah bagian dari masa lalunya dulu.
Bahkan, Anna adalah satu-satunya yang mampu membangkitkan gairah yang lama hilang dalam dirinya.
Apakah ini hanya kebetulan, atau takdir tengah memainkan perannya? Ketika ego, harga diri, dan cinta bertabrakan, mampukah Enzio menerima kenyataan bahwa cinta sejati sering kali datang dari tempat yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. Empat
“Saya masih ada pekerjaan lain, Tuan.” Anna hendak pergi, namun ucapan Enzio kembali membuat langkahnya terhenti.
“Apa kamu tidak tahu aturan di rumah ini?” suara Enzio terdengar lebih dekat, bicaranya tetap dingin.
Anna menelan ludah. Ia berusaha menenangkan dirinya.
“Ayo Anna, tidak apa-apa. Lagipula, kamu harus menerima resiko karena setuu bekerja di sini, bukan? Inilah saatnya kamu bertemu dengan Zio,” ucap Anna namun hanya dalam hati.
Anna perlahan membalikkan badan, tanpa berani menatap Enzio yang kini berdiri hanya beberapa langkah di depannya.
Wajah pria itu tetap datar, dengan tatapan tajam yang menusuk.
“Maaf, Tuan,” Anna berujar pelan, masih menundukkan kepala. “Saya hanya ingin keluar setelah mengantar kopi anda.”
Enzio memperhatikan Anna dari ujung kepala hingga ujung kaki. “Hana yang menyuruhmu?” tanyanya.
Hanya saja Enzio tidak bisa melihat dengan jelas wajah gadis yang ada di hadapannya ini.
Entah kenapa Enzio ingin sekali menyentuhnya tapi, dia menahan perasaan itu.
Anna mengangguk. “Iya, Tuan.”
“Lalu kenapa kamu terlihat gugup?” Enzio mendekat lagi, membuat Anna mundur satu langkah.
“Tidak, saya tidak gugup,” jawab Anna cepat, meski suaranya bergetar.
Enzio mengangkat alis, tatapannya penuh rasa ingin tahu. “Kalau begitu, kenapa kamu gemetaran?” tanyanya dengan nada mencibir.
Anna mencubit tangannya sendiri di belakang punggung, mencoba menenangkan diri.
“Mungkin karena... udara disini agak dingin, Tuan,” jawabnya, berusaha terdengar meyakinkan.
Mata Enzio sedikit menyipit, seolah menilai kebenaran kata-katanya.
“Benarkah? Atau karena kamu takut bertemu denganku?”
Anna terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Ia merasa Enzio seperti bisa membaca pikirannya.
“Sudahlah,” Enzio akhirnya berkata, nada suaranya kembali datar. “Kamu boleh keluar.”
Anna bernafas lega, tetapi ia tetap menjaga sopan santun. “Terima kasih, Tuan. Selamat malam,” ucapnya sambil membungkukkan badan sedikit.
Saat Anna berbalik untuk pergi, ia mendengar suara tawa kecil dari Enzio.
“Pelayan baru?” gumamnya pelan, hampir tidak terdengar.
Anna berhenti sejenak, menoleh dengan alis terangkat. “Tuan bilang sesuatu?” tanyanya, memastikan.
“Tidak ada. Cepat keluar sebelum aku berubah pikiran.”
Anna tidak menunggu perintah kedua. Ia segera berjalan menuju pintu dan keluar dengan langkah cepat. Namun, karena terlalu gugup, ia tersandung kakinya sendiri dan hampir terjatuh.
“Aaaa!” Anna berteriak, tubuhnya oleng ke depan.
Mendengar teriakan itu, Enzio langsung berbalik dan bergegas menghampiri Anna. Dengan sigap, tangannya menahan pinggang wanita itu, tapi keseimbangan mereka hilang, membuat keduanya terjatuh.
Brugh!
Anna terjatuh tepat di atas tubuh Enzio. Posisi mereka begitu dekat, membuat Anna bisa merasakan dada bidang pria itu menekan tubuhnya.
“Oh, shit,” maki Enzio dalam hati.
Sementara itu, Anna menenggelamkan wajahnya di dada Enzio, memejamkan mata rapat-rapat. Jantungnya berdebar kencang, lebih karena rasa malu daripada sakit akibat jatuh.
“Apa aku sudah mati?” gumam Anna pelan, suaranya nyaris tidak terdengar.
Enzio mendengus, menatap pelayan yang kini berada di atas tubuhnya dengan ekspresi tak percaya. “Gadis aneh,” pikirnya.
Anna membuka matanya perlahan. “Tapi kalau aku mati, kenapa rasanya di bawahku empuk dan tidak sakit?” ujarnya sambil menekan dada Enzio dengan ujung jarinya.
“Empuk?” Enzio mematung, kemudian menggigit bibir bawahnya ketika tiba-tiba aset kebanggaannya bereaksi.
Sudah sekian lama ia tidak merasakan sensasi seperti ini, tetapi kehadiran wanita ini entah bagaimana membangkitkan sesuatu dalam dirinya.
Seolah ada sengatan listrik yang menjalar di seluruh tubuhnya.
“Mau sampai kapan kamu tidur di atas tubuhku, Nona Pelayan?” geram Enzio dengan nada kesal.
Anna terkesiap mendengar suara itu. “Tunggu… kenapa di surga ada suara Enzio?” bisiknya pada diri sendiri, masih belum menyadari situasi.
“Ya, karena ini memang aku!” balas Enzio dengan nada semakin kesal. Ia mendorong Anna pelan, membuat wanita itu terjatuh berguling ke samping tubuhnya.
Anna langsung berdiri dengan panik, merapikan seragam kerjanya yang sedikit berantakan. Wajahnya memerah, lebih karena rasa malu dibandingkan rasa takut.
“Maafkan saya, Tuan. Saya benar-benar tidak sengaja!” katanya terburu-buru, membungkukkan tubuhnya untuk meminta maaf.
Enzio bangkit perlahan, menepuk-nepuk pakaiannya. Matanya menatap Anna tajam, penuh penilaian.
Namun, begitu pandangan mereka bertemu, waktu terasa berhenti sejenak.
Mata Anna melebar, sementara Enzio mengernyit.
“Kamu!” pekik mereka bersamaan, saling menunjuk satu sama lain dengan wajah penuh kekesalan.
Anna mundur selangkah. “Bukankah kamu pria sombong yang menolongku tadi?”
“Dan kamu gadis miskin yang sok jual mahal itu?” Enzio menyipitkan matanya, memastikan bahwa wanita yang berdiri di depannya benar-benar orang yang ia temui tadi.
“Apa kamu bilang gadis miskin? Aku ini kak–” tersadar hampir bicara keceplosan, Anna memilih tidak melanjutkan ucapannya.
“Kenapa? Kamu pasti mengikuti aku dan berpura-pura menjadi pelayan disini setelah tahu aku kayak kan?!” tuduh Enzio sambil melipat kedua tangan di dada.
Bisa-bisanya Enzio bersentuhan dengan gadis miskin dan kotor ini?
Meski tidak bisa Enzio pungkiri kalau gadis miskin ini yang sudah berhasil membangunkan asetnya.
“Aku tidak seperti itu,” ucap Anna, mencoba membela diri.
“Lalu ini apa?” Enzio menyentuh pakaian Anna dengan ujung jarinya, seolah jijik.
Anna menepis tangan Enzio dengan cepat. Tanpa membalas kata-katanya, ia bergegas meninggalkan kamar.
“Menarik, kita lihat sampai kapan kamu betah bekerja di sini,” kata Enzio sambil meraih cangkir kopi di atas meja dan membuangnya ke karpet.
Lalu, ia berteriak memanggil Hana.
yg atu lagi up ya Thor
kasih vote buat babang Zio biar dia semangat ngejar cinta Anna 😍🥰❤️