Dilarang plagiat, tambal sulam, atau sejenisnya. Jangan mengambil hak orang lain demi keuntungan sendiri. Ingat Azab.
~~~~
Jangan menyalahkan apa yang terjadi pada dirimu, karena di balik apa yang menimpa dirimu, akan ada keindahan yang menantimu.
Olivia Shea begitu bahagia saat dirinya di terima berkerja di Maxton Company. Impian mengubah hidupnya mengantarkannya pada kehidupan baru.
Regan Alvaro Maxton-CEO Maxton Company, meminta Shea mengantarkan berkas yang Shea lupakan, ke Adion Company.
Berniat mengantarkan berkas ke Adion Company menjadikan dirinya, menjadi korban salah sasaran. Bryan Adion-CEO Adion Company, yang mengira Shea adalah wanita yang di kirim asistennya, membuatnya memperkosa Shea.
Regan yang mengetahui bahwa Bryan-adik iparnya memperkosa sekertarisnya, hingga hamil, membuat Regan meminta Bryan untuk menikahi Shea.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka?
~~~
Follow IG Myafa16
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon myafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku tidak akan pulang
Bryan yang baru saja keluar dari kamarnya, mendengar suara bel apartemennya berbunyi. "Siapa pagi-pagi datang," gumam Bryan seraya melangkah menuju ke arah pintu.
Membuka pintu Bryan melihat Regan berdiri di depan pintu. Kening Bryan berkerut dalam, melihat Regan dengan setelah jasnya yang rapi sudah di depan pintu kamarnya. "Kantor bukan disini, Kak," ucap Bryan.
Regan menarik senyumnya saat mendengar kalimat Bryan. "Aku tahu memang disini bukan kantor."
"Pak Regan sudah datang," ucap Shea yang baru saja keluar dari kamar.
Mendengar suara Shea membuat Bryan memutar tubuhnya, dan menoleh pada Shea. Mata Bryan memicing saat melihat Shea membawa tas kecil di tangannya. Bryan menebak jika isi di dalam tas itu adalah baju. "Mau kemana kamu?"
"Kerja."
Bryan langsung menghela napasnya, menahan gemuruh di hatinya. Dirinya tahu betul, kalau Shea tidak akan ke kantor dengan tas kecil yang di bawanya.
"Kami akan ke luar kota." Suara Regan membelah kebingungan Bryan.
Mendengar ucapan Regan. Bryan langsung kembali memutar tubuh ke tempat dimana Regan berdiri. "Keluar kota?" Bryan memastikan kembali ucapan Regan.
"Bukankah waktu itu aku sudah mengatakan."
Bryan mencoba mengingat kembali, kapan dia pernah mendengar pembahasan tentang kepergian Shea dan Regan.
Sampai akhirnya dia menenukan kepingan memorinya, di saat mereka makan siang selepas meeting. Bryan ingat betul jika dirinya mengabaikan ucapan Regan waktu itu.
"Tapi kemarin kakak tidak mengatakan apa-apa?" Bryan masih sangat tidak terima dengan pemberitahuan yang baginya sangat mendadak itu.
"Kemarin kita sedang jalan-jalan. Kenapa harus membahas perkerjaan." Suara Shea menjawab pertanyaan Bryan pada Regan.
"Tapi..."
"Sudah aku mau berangkat, kalau berdebat denganmu dulu, kami akan terlambat." Shea melangkah keluar dari apartemen.
"Aku berangkat dulu," ucap Regan melangkah meninggalkan apartemen Bryan.
Bryan masih diam membeku. Pikirannya masih melayang, memikirkan jika Shea akan pergi dengan Regan.
Shea yang melangkah keluar apartemen berbalik kembali, menghampiri Bryan. "Aku tidak akan pulang malam ini, jadi kamu bisa menghabiskan malammu dengan wanitamu," ucap Shea pada Bryan. "Tapi jangan gunakan kamarku, untuk menampung mereka."
Shea tahu betul, jika Bryan akan memanfaatkan kepergiannya untuk bersenang-senang dengan wanitanya. Karena Shea sadar, saat ada dirinya di apartemen saja Bryan berani membawa teman wanitanya, apalagi jika diirnya tidak ada.
Melanjutkan langkahnya, Shea menuju lift menghampiri Regan, yang masih menunggunya di depan lift.
Bryan hanya bisa menelan salivanya kasar mendengar ucapan Shea. Kekagetannya berlipat ganda, karena ucapan Shea. Pertama pemberitahuan dari Shea, jika Shea tidak akan pulang malam ini, dan itu membuat Bryan membeku seketika. Kedua, Shea yang membiarkan dirinya untuk membawa wanita, seolah sindiran keras untuk dirinya.
Melihat Shea dan Regan yang masih terlihat dari kejauhan, Bryan masih diam di depan pintu. Entah apa yang di rasakan hatinya, tapi rasa tidak nyaman membuat hatinya gelisah, melihat Shea dan Regan pergi berdua.
Beralih melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, Bryan melihat jam sudah hampir menunjukan angka delapan. Akhirnya Bryan memutuskan untuk ke kantor.
Dengan perasaan kesal, Bryan kembali ke dalam apartemen untuk mengambil tas, dan berangkat berkerja.
***
Sampai di kantor, Bryan langsung masuk ke dalam ruangannya.
"Pagi," sapa Felix.
"Pagi." Bryan menjawab sapaan Felix dengan malas.
Felix yang melihat wajah malas dari Bryan hanya menatap bingung. Mengekor di belakang Bryan. Felix ingin tahu apa yang terjadi pada Bryan.
Mendudukkan tubuhnya di atas kursi, Bryan masih memikirkan kepergian Shea. Entah harus senangkah, karena Shea pergi, atau harus sedihkah, karena Shea pergi bersama dengan seorang pria. Sekalipun itu bosnya, tetap saja mereka adalah dua orang asing.
"Kamu kenapa?" Felix yang masih penasaran, ikut mendudukkan tubuhnya di kursi tepat di depan Bryan.
"Shea pergi."
Felix mengerutkan dalam keningnya, merasa sangat kaget. Felix tahu, jika Bryan dan Shea akan berpisah, tapi Felix tidak menyangka akan secepat ini. "Apa yang membuatnya pergi?"
"Dia pergi dengan pria lain."
Felix benar-benar kaget mendengar ucapan Bryan. "Apa kamu yakin dia pergi dengan pria lain?" Felix mencoba memastikan kembali.
"Iya, aku melihatnya sendiri, dia pergi dengan membawa tas, dan aku yakin di dalam tas itu ada bajunya." Bryan memijit dahinya. Pikirannya melayang membayangkan apa yang di lakukan Shea di luar kota.
"Jadi, apa kalian akan segera bercerai?"
Bryan yang sedang pusing memikirkan Shea, tiba-tiba beralih menatap Felix, setelah mendengar ucapan Felix. "Apa maksudmu?"
"Maksudku, jika Shea pergi dengan pria lain, jadi kalian akan segera berpisah bukan?" Felix mencoba menjelaskan kembali ucapannya.
Mendengar kata perpisahaan seketika membuat darah Bryan naik. "Apa kamu sedang berpikir aku akan segera mengakhiri rumah tanggaku, hanya karena Shea pergi dengan Regan?"
"Regan?" Felix semakin tidak mengerti yanh di jelaskan Bryan.
"Iya, Regan," ucap Bryan. "Apa kamu ingat, waktu kita makan di restoran? Regan mengatakan, jika dia akan mengajak Shea ke luar kota, dan tadi pagi mereka berangkat ke luar kota bersama." Bryan lanjut menjelaskan pada Felix.
Mendengar penjelasan Bryan, Felix menatap bingung. Felix pikir ada pria lain yang membawa Shea pergi dari kehidupan Bryan. Tapi ternyata Shea hanya pergi dengan Regan, untuk urusan perkerjaan. Rasanya Felix merutuki kesalahanya, berpikir jauh jika Shea selingkuh.
"Lalu apa masalahnya?"
Bryan melayangkan tatapan tajam pada Felix. "Kamu tanya apa masalahnya?." Bryan memastikan kembali pertanyaan Felix. "Jelas masalah, karena Shea pergi bersama pria lain."
"Dan apa kamu lupa pria lain yang kamu sebut itu adalah bosnya."
Bryan mendengus kesal saat harus mengingat, jika Regan adalah atasan Shea. "Tapi tetap saja, akan terjadi sesuatu jika mereka bersama? dan lagi pula, di surat perjanjian di tulis, jika Shea tidak boleh berhubungan dengan pria lain."
"Sesuatu seperti apa?" Senyum mengiringi pertanyaan Felix.
Bryan melirik tajam pada Felix yang pura-pura tidak tahu, apa yang terjadi jika pria dan wanita bersama.
"Sesuatu, seperti hubungan di ranjang maksudmu?" tanya Felix memperjelas pertanyaannya.
"Kenapa kamu berpikir seperti itu?" Bryan benar-benar tidak terima dengan ucapan Felix. Dia tidak bisa membayangkan Shea dan Regan akan melakukan hal itu.
Felix menarik senyum di ujung bibirnya. Dia tahu, jika Bryan sedang sangat cemburu dengan kepergian Shea dan Regan. "Lalu sesuatu apa yang kamu maksud?"
Sebenarnya Bryan pun juga berpikir hal yang sama dengan Felix. Tapi dia berusaha menepis pikirannya. Bryan mendesah frustasi, membayangkan apa yang akan di lakukan Shea dan Regan. Dengan menyugar rambutnya, Bryan merasakan kegelisahannya.
"Entahlah." Bryan mengelak pertanyaan Felix.
Ingin rasanya Felix tertawa. Karena ini kali pertama Bryan sekacau ini, hanya karena seorang wanita. "Kalau kamu takut Shea dan Regan melakukan hal-hal aneh, bukannya kamu bisa menyusulnya?"
Bryan langsung menatap Felix. "Lalu, jika aku menyusul mereka, apa aku harus beralasan, kalau aku sedang takut istri dan kakak iparku melakukan sesuatu?" Bryan pikir ide yang di berikan Felix adalah ide buruk. Karena dirinya tidaklah mungkin tiba-tiba datang, untuk menemui Shea dan Regan.
"Mungkin." Felix menjawab disertai anggukan.
"Aku tidak akan melakukannya." Bryan menolak tegas ide yang di berikan Felix.
"Kalau kamu tidak mau, jadi biarkan saja mereka melakukan sesuatu," ucap Felix.
Bryan langsung membulatkan matanya, mendengar ucapan Felix. "Tidak, itu tidak boleh terjadi." Mata Bryan sudah di liputi emosi. Dirinya tidak akan membiarkan Regan menyentuh Shea.
"Lalu apa yang bisa kamu lakukan?" Pertanyaan tajam tajam dari Felix keluar begitu saja dari mulunya. "Apa kamu akan bilang, jika kamu sakit pada Shea, dan mengharap Shea segera pulang?" Pertanyaan penuh sindiran pun terucap dari bibir Felix.
"Iya, aku bisa mengunakan alasan itu." Bryan seakan mendapat secerca harapan dari pertanyaan Felix. "Aku akan menghubungi Shea, dan mengatakan jika aku sakit." Bryan menarik senyum di ujung bibirnya, dan membayangkan Shea tidak akan jadi menginap di luar kota.
"Apa kamu yakin Shea akan pulang?"
Bryan yang sudah merasa melayang tinggi ke atas awan, seketika terhempas begitu saja ke tanah, saat mendengar ucapan Felix. Dirinya sendiri tidak tahu, apakah Shea akan pulang, mengingat tadi Shea malah menyuruhnya menghabiskan malam dengan para wanita.
"Aku akan mencobanya dulu." Bryan memilih untuk mencoba cara itu terlebih dahulu. Karena jika acara itu gagal, dia akan mencoba cara lain lagi.
"Cobalah kalau begitu." Felix yang dari tadi menanggapi kecemburuan Bryan mengakhirinya. Berdiri, dan mendorong kursinya, Felix berniat kembali ke meja kerjanya.
"Mau kemana kamu?" Bryan yang melihat Felix beranjak pun bertanya.
"Kembali ke meja kerjaku, memangnya apa lagi." Felix tidak habis pikir ternyata cemburu membuat orang menjadi bodoh.
"Tunggu dulu, bantu aku dulu." Bryan berusaha mencegah Felix untuk keluar dari ruangannya.
Felix mengerutkan keningnya. "Bantu apa?" tanya Felix yang bingung.
"Kamu hubungi Shea, dan katakan aku sakit."
Kedua bola mata Felix membulat, mendengar ucapan Bryan. "Kenapa harus aku?" Felix merasa tidak sanggup di bawa ke dalam lingkaran kehidupan Bryan yang rumit.
"Kamu pikir Shea akan percaya, jika aku yang mengatakan."
"Dan apa kamu yakin, Shea juga akan percaya padaku, mengingat aku yang menyuruhnya dulu datang ke apartemen." Felix masih ingat kejadian naas yang menimpa Shea, dan itu aemua berawal dari dirinya.
"Kenapa bahas itu, sudahlah." Bryan mencoba mengelak. "Cobalah dulu hubungi Shea." Sorot mata Bryan menatap penuh harap pada Felix.
"Oke." Felix tidak ada pilihan lain lagi, untuk menolak permintaan Bryan.
Senyum langsung tertarik di sudut bibir Bryan. Rasanya dia sangat senang membayangkan Shea akan pulang untuk dirinya.
"Tapi nanti setelah makan siang, karena tidak mungkin aku menghubungi Shea sekarang, mengingat dia baru saja bertemu dengan dirimu dalam keadaan baik."
Bryan langsung mengangguk, menyetujui ucapan Felix. "Sudah sana lanjutkan perkerjaanmu." Bryan pun mengusir Felix setelah urusannya selesai.
Felix hanya bisa mendengus kesal, saat Bryan mengusirnya.
.
.
.
.
.
.
.
.
Karena kemarin pergi, jadi cuma satu bab kemarin🙂
Sempatin like ya, jangan sampai enggak🤭
Jangan lupa like👍🏻