Indah, seorang gadis dari kampung yang merantau ke kota demi bisa merubah perekonomian keluarganya.
Dikota, Indah bertemu dengan seorang pemuda tampan. Keduanya saling jatuh cinta, dan mereka pun berpacaran.
Hubungan yang semula sehat, berubah petaka, saat bisikan setan datang menggoda. Keduanya melakukan sesuatu yang seharusnya hanya boleh di lakukan oleh pasangan halal.
Naasnya, ketika apa yang mereka lakukan membuahkan benih yang tumbuh subur, sang kekasih hati justru ingkar dari tanggung-jawab.
Apa alasan pemuda tersebut?
Lalu bagaimana kehidupan Indah selanjutnya?
Akankah pelangi datang memberi warna dalam kehidupan indah yang kini gelap?
Ikuti kisahnya dalam
Ditolak Camer, Dinikahi MAJIKAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33
“Saya punya rekaman CCTV yang bisa membuktikan kalau Resti tidak bersalah,” terang Patrick sambil menatap ke arah Daniel.
“Oh, yaa?” Daniel bertanya seolah penasaran.
“Iya, saya mendapatkan ini saat itu, sore hari setelah Resti terlibat perkelahian dengan Monica.” Patrick menjelaskan.
“Tiga hari yang lalu, ya? Lalu kenapa baru sekarang berniat membantu. Kalau sejak awal, harusnya Resti tidak perlu melewati tiga hari masa skorsing?” Daniel menatap datar ke arah Patrick. Lalu beralih ke arah Resti. “Kita bertemu kepala sekolah sekarang!” serunya.
Resti mengangguk lalu melanjutkan langkah bersama Daniel, dan diikuti kedua temannya. Patrick dengan perasaan kesal mengikuti langkah mereka menuju ruang kepala sekolah.
***
Di ruang kepala sekolah
“Nah ini dia, Papa. Cewek yang sudah menganiaya aku kemarin!” Ternyata Monica sudah berada di sana dengan papanya.
“Heh,,, cewek bar-bar, mana orang tuamu? Pasti dia tidak berani bertanggung jawab atas perbuatanmu, kan?” Monica maju hendak menyeret tangan Resti, namun dengan sigap Arga menghadangnya.
Monica tersentak kaget. Kenapa ada dua pria tampan di ruang kepala sekolah? Siapa mereka?
Daniel tak mempedulikan tatapan memuja yang dilayangkan oleh Monica. Pria itu mendorong pelan punggung atas Resti hingga keduanya kini telah berhadapan dengan kepala sekolah.
Asisten Daniel mengambil selembar kartu nama dari sakunya kemudian meletakkannya di atas meja dihadapan kepala sekolah. “Saya Daniel Atmaja, utusan dari Tuan Rama Wijaya, datang selaku perwakilan wali murid dari nona Resti Suryani.” Daniel juga mengulurkan kartu nama milik tuan Rama
Kepala sekolah membelalakkan matanya, saat menyadari siapa yang sedang berdiri di hadapannya. Begitu juga dengan orang tua Monica yang tersentak kaget mendengar nama Tuan Rama Wijaya disebut.
Tak kalah kaget dengan Monica, Gadis itu sampai menutup mulutnya menggunakan kedua telapak tangan, fokusnya adalah ucapan pria tampan itu yang mengatakan bahwa dirinya datang sebagai wali murid dari Resti.
Apa dia tidak salah lihat, mungkinkah tadi dia salah mendengar? Bagaimana mungkin Resti memiliki seorang pria tampan yang menjadi walinya. Lalu siapa orang yang disebut sebagai tuan rama Wijaya itu?
Sementara itu, Patrick yang juga berada di sana, di belakang mereka, ikut terbelalak. Hatinya diliputi tanda tanya. Bagaimana, Resti bisa memiliki hubungan dengan pria itu. Patrick akhirnya mengingat dimana Dia pernah melihat wajah Daniel.
Patrick pernah melihat wajah itu di sebuah majalah bisnis milik papanya. Wajah Daniel Atmaja selalu berada dalam satu frame bersama dengan Tuan Rama Wijaya. Patrick yang memang mengambil jurusan manajemen bisnis, memang selalu penasaran dengan apapun perkembangan di dunia bisnis.
“Ah iya, selamat datang di sekolah kami Tuan Daniel Atmaja. Saya sudah sering mendengar nama Anda, senang akhirnya bisa berkesempatan untuk berjumpa dengan Anda!” Kepala sekolah pun segera berdiri dari tempat duduknya lalu mengulurkan tangan untuk bersalaman menyambut kedatangan Daniel Atmaja.
“Jadi bisakah dijelaskan, Kenapa Nona Resti sampai di skors selama tiga hari? Dan bahkan sampai harus menghadirkan wali murid ke sekolah juga?”
“Ahh, itu tidak benar. Ini hanya kesalahpahaman. Biasalah anak-anak remaja, pikiran mereka masih labil.” Kepala sekolah menjawab sambil menghapus keringat yang mengalir di keningnya. “Saya selaku kepala sekolah, hanya sedikit mendisiplinkan, karena Resti menyerang Monica lebih dulu.”
“Itu tidak benar, Kak. Ini bukan salah paham.” Rasti menengadahkan wajahnya dan mengguncang tangan Daniel, tidak terima dengan tuduhan kepala sekolah yang terkesan selalu membela Monica.
“Monica dan teman-temannya yang terus-menerus menghina keluarga kami. Bukan hanya sekali dua kali, tapi setiap hari, setiap waktu. Dan terakhir dia dengan teman-temannya juga menghina Kak Indah.” Resti membeberkan semua yang dilakukan oleh Monica dan teman-temannya selama ini.
“Jadi mana yang benar?” Daniel dengan sorot mata datarnya tidak lepas dari wajah kepala sekolah. Bukan berniat untuk mengintimidasi. Tetapi Daniel tidak bisa mentolerir kepala sekolah yang tidak bisa berlaku adil. Baginya, walaupun Monica mungkin semena-mena dan didukung oleh orang tuanya, kalau kepala sekolah bisa berlaku adil, pembullyan terhadap Resti tak mungkin terjadi terus-menerus.
“Tapi itu memang benar, Resti lah yang menyerang saya lebih dulu, dan saya hanya membalasnya.” Monica merasa tidak terima karena Resti dibela dengan begitu rupa. Dia sengaja maju ke depan Daniel menunjukkan muka memelasnya.
“Lihat wajah saya ini, Tuan, bahkan bekas cakaran Resti masih ada di sini.” Monica berbicara dengan mengarahkan telunjuk jarinya pada pipinya yang memang ada sedikit goresan.
“Bagaimana jika ternyata yang terjadi adalah sebaliknya?” Daniel menatap Monica tanpa ekspresi.
“Saya bersumpah, Saya tidak berbohong.” Monica dengan kepiawaiannya, bersikap seperti seorang yang sedang teraniaya.
“Bagaimana kalau Kita buktikan dengan rekaman CCTV?”
Wajah Monica menjadi pias mendengar ucapan Daniel, dengan segera Gadis itu mengisyaratkan kepada papanya agar menolak usulan tersebut. Papa Monica yang mengerti isyarat dari putrinya segera, menyadari bahwa kesalahan memang ada pada putrinya. Lalu pria tua itu pun segera melototkan matanya ke arah kepala sekolah. Jangan sampai putrinya ketahuan.
“Emmm,,, begini, Tuan. Secara kebetulan pada hari itu, CCTV di sekolah kami sedang bermasalah.”
Daniel muak terlalu lama menyaksikan drama ini. Dia menoleh ke arah Resti dan bertanya, “Di mana perkelahian itu terjadi?”
“Di kantin sekolah, Kak. Pas jam istirahat kedua,” jawab Resti.
Daniel menjentikkan jari tangan kanannya mengisyaratkan agar Arga maju ke depan.
“Saya, Tuan.”
“Dapatkan rekaman CCTV kantin sekolah tiga hari yang lalu!”
Mendengar perintah Daniel itu, memucat lah wajah Monica, papanya, dan juga kepala sekolah. Tapi gadis itu masih berpikir, tidak mungkin orang yang bersama Resti bisa mendapatkan itu tanpa petugas yang menghandle bagian CCTV sekolah.
“Tuan! Mohon untuk tidak bersikap lancang! Itu adalah privasi sekolah!” Papa Monica berusaha untuk mencegah.
"Saya datang sebagai wali siswa yang baru saja mengalami perundungan! Kalau mau, saya bahkan bisa membawa kasus ini ke meja hijau!” tegas Daniel tanpa melirik ke arah papanya Monica.
“Lakukan!!”
“Baik!” Arga menganggukkan kepalanya lalu mengambil ponsel dari saku jasnya dan mengotak-atiknya. Papanya Monica ketar-ketir melihat itu.
"Oh, tidak. Jika kasus ini naik ke permukaan, nama papa selaku pemilik yayasan akan ikut tercoreng," batin Patrick. Patrick yang mengkhawatirkan itu, segera mengambil ponsel di sakunya, lalu mengirim pesan kepada papanya untuk segera datang ke sekolah.
Beberapa saat kemudian, “ini, Tuan!” ucap Arga sambil mengulurkan ponsel yang dipegangnya kepada Daniel.
Jika kepala sekolah dan orang tua Monica mengira bahwa Daniel tidak akan bisa mendapatkan rekaman CCTV tanpa campur tangan pihak sekolah, maka mereka salah besar. Orang yang dibawa Daniel adalah seorang ahli IT handal milik perusahaan Wijaya Corp. Dan ponsel yang di bawanya bukanlah ponsel biasa. Hanya untuk mengambil rekaman CCTV, bukanlah sesuatu yang sulit.
Daniel menerima ponsel yang diulurkan itu, memutar rekaman yang baru saja didapatkan oleh Arga, lalu mengarahkan layarnya kepada kepala sekolah.
Semua tampak jelas di sana, perkelahian antara Monica dan Resti, bahwa Monica lah yang memprovokasi lebih dulu, bahkan tampak di sana Monica dengan sengaja menumpahkan minuman Resti, tampak juga di mana Monica menoyor kepala Resti. Dan puncaknya di mana Resti tak lagi bisa menahan amarah ketika Monica menghujat kakaknya.
“Jadi bagaimana keputusan Anda?”
Kepala sekolah melirik ke arah papa Monica. Dia bingung keputusan apa yang akan dia ambil sekarang. Papa Monica adalah donatur di sekolah tersebut. “Engg,,, itu.. begini saja. Bagaimana kalau semuanya dibicarakan baik-baik. Bukankah hal seperti ini biasa, anak-anak remaja memang selalu seperti itu.”
“Dibicarakan baik-baik seperti apa? Kenapa sebelumnya tidak dibicarakan baik-baik sebelum memberikan hukuman skors kepada Resti. Lalu sekarang setelah terbukti bahwa anak lain yang bersalah, baru akan dibicarakan baik-baik? Dan bagaimana bisa perundungan seperti itu dikatakan sebagai hal biasa?”
“Emmm,,, Tuan Daniel, Saya minta maaf atas nama anak saya!” Papa Monica maju mendekati Daniel. Saya yang akan mendidiknya lebih keras lagi.”
“Hanya minta maaf? Tidak ada hukuman dari pihak sekolah? Apa itu adil untuk Nona Resti?” tolak Daniel. “Masalahnya Tuan Rama Wijaya, tidak terima dengan apa yang telah terjadi pada Nona Resti. Beliau menuntut hukuman yang setimpal bagi pelaku pembullyan."
Monica syok mendengar itu. Dia ingin protes, tetapi papanya mencekal lengannya.
“Baik, Monica juga akan diskor 3 hari sama dengan hukuman yang telah diberikan kepada Resti sebelumnya.” Kepala sekolah mengambil keputusan.
“Apakah itu sudah cukup setimpal? Apa hukuman skors 3 hari itu cukup pantas? Saya rasa belum. Apalagi ini terjadi bukan baru sekali dua kali. Dan bukan hanya terjadi pada Nona Resti saja tetapi juga pada temannya yang lain. Tidak disangka, sekolah yang katanya favorit, ada kejadian seperti itu. Saya rasa tuan Rama pun tidak akan puas. Bagaimana jika ini tersiar keluar?”
Wajah Monica semakin pucat mendengarnya.
Daniel kemudian membalikkan badannya hingga berhadapan dengan papa Monica. "Tuan Harso Subroto, itu kan nama Anda?" Daniel dengan wajah datarnya menepuk-nepuk dua pundak papa Monica, seakan membersihkan debu yang menempel di sana.
"Saya rasa, saya tidak perlu menjelaskan pada Anda tentang siapa itu Tuan Rama Wijaya, bukan?"
bukan rama