NovelToon NovelToon
Embers Of The Twin Fates

Embers Of The Twin Fates

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Action / Romantis / Fantasi / Epik Petualangan / Mengubah Takdir
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: ibar

di dunia zentaria, ada sebuah kekaisaran yang berdiri megah di benua Laurentia, kekaisaran terbesar memimpin penuh Banua tersebut.

tapi hingga pada akhirnya takdir pun merubah segalanya, pada saat malam hari menjelang fajar kekaisaran tersebut runtuh dan hanya menyisakan puing-puing bangunan.

Kenzie Laurent dan adiknya Reinzie Laurent terpaksa harus berpisah demi keamanan mereka untuk menghindar dari kejaran dari seorang penghianat bernama Zarco.

hingga pada akhirnya takdir pun merubah segalanya, kedua pangeran itu memiliki jalan mereka masing-masing.

> dunia tidak kehilangan harapan dan cahaya, melainkan kegelapan itu sendiri lah kekurangan terangnya <

> "Di dunia yang hanya menghormati kekuatan, kasih sayang bisa menjadi kutukan, dan takdir… bisa jadi pedang yang menebas keluarga sendiri <.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 21

Matahari perlahan merangkak naik, sinarnya jatuh tepat di lapangan pelatihan murid luar.

Rava dan Ryujin berdiri terpisah dari barisan, kaki terbuka lebar, lutut ditekuk rendah—pose kuda-kuda sempurna.

Keringat mulai mengalir bahkan sebelum satu jam berlalu.

“Kenapa… kau selalu harus berteriak, sih…?” gumam Rava melalui gigi yang terkatup rapat.

Ryujin, wajahnya sudah memerah, masih sempat menyeringai. “Kalau aku diam, dunia jadi membosankan, kawan…”

KRAK... Otot paha Ryujin bergetar hebat.

“DIAM!” bentak tetua murid luar dari kejauhan. “Jika kakimu bergerak satu inci saja, waktunya akan aku gandakan.”

Ryujin langsung menelan ludah.

Di kejauhan snowy melirik mereka sekilas dari barisan. Tatapannya datar, nyaris malas.

“Bodoh,” gumamnya pelan. “Latihan dasar saja sudah membuat keributan.”

Namun Liera berbeda. Ia mencuri pandang pada Rava—melihat otot lengannya yang mulai menegang, napasnya yang ditahan rapi meski wajahnya pucat.

Dia masih bertahan…

Dia tidak mengeluh.

Liera mengepalkan tangan.

...----------------...

Ujian Murid Luar. Latihan berlanjut.

mereka melakukan pukulan dasar. Langkah lurus. Pernafasan standar.

Bagi sebagian murid luar, ini adalah fondasi yang berat. Namun bagi Snowy—ini sebagai penghinaan. Ia menjalankan setiap gerakan dengan presisi dingin, tanpa ekspresi. Setiap langkahnya rapi, setiap pukulannya bersih. Tetua meliriknya lebih dari sekali, alis terangkat.

“Anak itu… Memiliki gerakan yang sempurna.” gumam sang tetua.

Snowy tidak bangga. Ia hanya menunggu.

Menunggu saat latihan ini selesai.

Waktu berlalu.

Matahari kini tepat di atas kepala. Pose kuda-kuda Rava mulai berguncang.

Ryujin menggigit bibirnya keras-keras. Keringat menetes dari dagunya ke tanah.

“Kau… masih hidup…?” bisik Ryujin lemah.

Rava menghembuskan napas panjang.

“Kalau aku mati… kamu yang disalahkan.”

“Keji sekali kamu…” sahut ryujin dengan nada dramatisnya yang membuat orang melihatnya menjadi tertawa atas aksinya itu.

Namun di balik candaan itu ada tekad. Ada semangat yang membuat mereka tidak jatuh.

Saat tetua akhirnya mengangkat tangan.

“Cukup.” katanya, kedua tubuh itu nyaris ambruk, namun mereka menahan diri.

“Kalian bodoh,” kata tetua datar. “Tapi kebodohan kalian memperlihatkan semangat tekad agar tetap bisa bertahan dari hukuman.” tetua itu tersenyum puas pada keduanya

Ia menatap Rava.

“Kau punya ketahanan.”

Lalu Ryujin.

“Kau punya mental… meski terlalu berisik.”

“Itu pujian, kan?” Ryujin menyeringai lemah.

Tetua berbalik. “Jangan buat aku marah!.. Kalau tidak kamu akan di berikan hukuman tambahan.”

"upss.." Ryujin menutup mulutnya dengan segera mungkin.

Baik. Aku akan melanjutkan Bab 21 dengan transisi yang halus dan konsisten, mengikuti gaya, karakter, dan detail yang kamu tetapkan, tanpa mengubah canon apa pun.

Matahari telah sepenuhnya naik ketika pelatihan murid luar berakhir.

Lapangan kembali sunyi, hanya menyisakan jejak kaki di tanah yang mengering oleh panas. Rava dan Ryujin berjalan tertatih menuju sisi lapangan, kaki mereka masih gemetar, napas berat namun teratur.

Liera segera menghampiri.

“Kalian bodoh,” katanya pelan, tapi ada kelegaan di matanya. “Tapi… kalian mampu bertahan dari hukuman.”

Ryujin tersenyum lebar meski wajahnya pucat. “Lihat? Aku ini hebat walaupun tidak seperti orang yang mengaku jenius. Tubuhku ini kuat karena terlatih.” sahut ryujin

Rava mendengus. “Yang hebat itu mulutmu... Lihat kamu, tubuhmu bergetar begitu!.. Kuat apanya?...” oceh rava menyambung ucapan ryujin.

Snowy berjalan melewati mereka tanpa menoleh. Tatapannya lurus ke depan. Namun di sudut matanya, terselip sedikit penilaian.

"Masih terlalu polos… tapi mereka tidak rapuh." katanya dalam hati.

Di atas langit Sekte Gunung Langit— dua jalur latihan terus bergerak, tanpa saling bersinggungan antara murid luar dan murid dalam.

Di tempat lain puncak Kediaman Helen Rowena

Angin gunung berembus pelan. Halaman latihan di puncak itu luas, bersih, dan sunyi. Tidak ada teriakan. Tidak ada keramaian. Hanya suara angin, dedaunan maple, dan denting logam yang halus.

Kenzie berdiri di tengah halaman. Ia memegang pedangnya dengan mantap yang berada di tangannya.

Posturnya tegak. Kaki berdiri mantap. Bahunya rileks, dengan penuh kesiapan. Ia memegang pedang bukan seperti murid yang baru belajar—melainkan seperti seseorang yang telah berdamai dengan bilah itu, terlihat seperti profesional.

Helen Rowena berdiri beberapa langkah di depannya. “Jangan memaksa Ki,” ucapnya dingin. “Biarkan ia mengalir dengan lancar. Jadikan pedang sebagai wadah dan jalur energi Ki mengalir ke bagian lengan dengan sempurna.”

Kenzie mengangguk pelan. Ia mengayunkan pedang. Gerakannya bersih, lurus—namun sesaat kemudian, aliran Ki di bilahnya bergetar.

“Berhenti.” perintah Helen pada Kenzie, Suaranya tajam. “Kau mengangkat bahu terlalu cepat. Ki-mu terputus di pergelangan.”

Kenzie segera memperbaiki posisi. “Ya, baik guru.”

Tidak ada amarah dalam nada Helen. Tidak ada pujian. Hanya koreksi—dingin, tepat, tanpa emosi.

Namun di balik tatapan setenang es itu, dadanya terasa hangat. "Dia belajar cepat…"

Di sisi halaman, Wulan Tsuyoki berlatih sendiri. Tubuhnya bergerak anggun, ringan, seperti bunga yang menari tertiup angin. Pedangnya membentuk lengkungan lembut, setiap ayunan diiringi rotasi tubuh yang seimbang.

Jurus Pedang Bunga Peony. Seni tarian berpedang

Setiap gerakan indah—namun mematikan. Tidak ada instruksi. Tidak ada koreksi. Ini adalah latihan pemantapan—mengukuhkan apa yang telah ia kuasai.

Meski guru mereka sama, tapi cara latihan mereka berbeda.

Kenzie di bimbing langsung oleh helen. Sedangkan Wulan menyempurnakan jurusnya sendiri.

Helen melirik sekilas ke arah Wulan, lalu kembali fokus pada Kenzie. “Ayunkan lagi. Tapi kali ini—rasakan energi Ki menyatu sempurna dengan pedangmu.”

Kenzie menarik napas. Ia mengayun. Lebih baik. Lebih stabil. Namun saat Ki mengalir ke bilah, ada jeda kecil—nyaris tak terlihat.

“Masih ragu,” kata Helen. “Pedangmu tumpul masih bingung mau ke mana harus bergerak. Kamu masih belum percaya dengan dirimu. Gerakan mu masih kaku.”

Kenzie menunduk. “Aku mengerti.”

"ya, kamu harus memahami hal itu, jika tubuhmu masih kaku, tebasanmu akan tumpul" ucapnya sambil mengarahkan kenzie

Latihan berlanjut hingga matahari meninggi.

Ayunan demi ayunan.

Koreksi demi koreksi. Hingga akhirnya, “Cukup.” ucapnya sambil mengangkat tangannya. Helen memutar badan. “Renungkan dan Perdalam lagi. Pahami apa makna sesungguhnya dari seni berpedang, Jangan bergerak sebelum kau paham konsepnya.”

Kenzie mengangguk hormat. “Baik, guru..”

Helen melangkah pergi, jubahnya berkibar pelan. Wulan menghentikan latihannya, melirik kearah Kenzie sebentar—lalu tersenyum kecil, memberi ruang padanya.

Kenzie duduk bersila. Pedang diletakkan di depan lututnya. Kesadarannya tenggelam saat memulai meditasi.

Kabut Gunung Celestara kembali masuk dalam ingatannya. Langkah-langkah ringan di antara jurang. Angin dingin. Tanah licin.

Ia mengingat malam terakhir di asrama murid dalam. Pemahamannya terhenti karena ada hambatan. Empat versi yang belum sempat di sempurnakan kini bisa ia perjelas. kata-kata wulan bergema kembali di pikirannya.

Langkah adalah niat yang bergerak lebih dulu. Pedang digerakkan oleh pusat keseimbangan.

Dan arahan dari gurunya Helen, ia ingat kembali "Jangan memaksa Ki. Biarkan ia mengalir dengan lancar. Jadikan pedang sebagai wadah dan jalur energi Ki mengalir ke bagian lengan dengan sempurna.”

Sesuatu menyatu. Pikirannya mulai terbuka, terobosan mulai terlihat di pikiran, jurus langkahnya di gunung celestara mulai terbentuk… dan pikirannya telah menyatu dengan pedangnya mengikuti jurus langkah.

Tidak terpisah. Tidak terlambat. Kabut yang ia pikirkan muncul menelan tubuhnya. Energi Ki mengalir tipis—nyaris tak terasa.

Tidak ada suara. Tidak ada tekanan. Hanya keberadaan yang samar… namun pasti. Mata Kenzie terbuka perlahan, Ia berdiri, Satu langkah ke depan, Ia mulai bergerak dan tubuhnya menghilang sesaat—bukan cepat, bukan lambat. Tapi hening....

Teknik langkah Hening Kabut. Kenzie bergerak dengan sangat cepat, langkahnya tidak memiliki jejak sama sekali, ayunan pedangnya mengikuti ritme gerakan kakinya.

Teknik pertama dari Jurus Langkah Pembunuh Langit, akhirnya lahir.

Di kejauhan, Helen berhenti melangkah, Ia menoleh, Tatapan dinginnya retak sesaat, untuk sementara waktu tapi sangat tipis.

"…Akhirnya." katanya dengan tatapan bangga pada Kenzie.

Gerakan Kenzie sangat hening, tebasan pedangnya tidak bisa di lihat bagai tertutup oleh kabut tebal, gayanya mengayunkan pedang sangat akurat dan mantap, selayaknya seorang profesional yang telah berpengalaman.

"Jurus langkah pembunuh langit teknik pertama ilusi kabut " Kenzie bergerak lagi dan kecepatan langkahnya hampir tak terdengar oleh telinga.

Helen dan wulan terdiam melihat terobosan baru Kenzie yang menciptakan jurus langkah kaki yang begitu mulus dan tanpa celah sedikitpun.

"Aku telah memanggil seorang jenius yang berbakat, keputusanku mengajaknya untuk bergabung dengan sekte sudah sangat tepat" ucap wulan dalam diam.

Helen yang masih berada tidak jauh dari Kenzie terpukau di tempatnya. "pilihanku untuk menjadikan Kenzie sebagai muridku telah tepat" ucapnya dengan melihat Kenzie.

1
أسوين سي
💪💪💪
أسوين سي
👍
{LanLan}.CNL
keren
LanLan.CNL
ayok bantu support
أسوين سي: mudah-mudahan ceritanya bagus sebagus Qing Ruo
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!