Ina dan Izhar memasuki kamar pengantin yang sudah disiapkan secara mendadak oleh Bu Aminah, ibunya Ina.
Keduanya duduk terdiam di tepian ranjang tanpa berbicara satu sama lain, suasana canggung begitu terasa, mereka bingung harus berbuat apa untuk mencairkan suasana.
Izhar keluar dari kamar mandi dan masuk kembali ke kamar setelah berganti pakaian di kamar mandi, sementara itu, Ina kesulitan untuk membuka resleting gaun pengantinnya, yang tampaknya sedikit bermasalah.
Ina berusaha menurunkan resleting yang ada di punggungnya, namun tetap gagal, membuatnya kesal sendiri.
Izhar yang baru masuk ke kamar pun melihat kesulitan istrinya, namun tidak berbuat apapun, ia hanya duduk kembali di tepian ranjang, cuek pada Ina.
Ina berbalik pada Izhar, sedikit malu untuk meminta tolong, tetapi jika tak di bantu, dia takkan bisa membuka gaunnya, sedangkan Ina merasa sangat gerah maka, "Om, bisa tolong bukain reseltingnya gak? Aku gagal terus!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Orie Tasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Izhar pulang pada malam hari, dimana semua penghuni di rumahnya sudah tidur. Rumah sangat sepi, hingga Izhar langsung saja masuk ke kamarnya.
Izhar melihat Ina yang juga sudah terlelap, ia tak
berani mengganggu, langsung saja masuk ke ruangan ganti dan melepas seluruh pakaiannya. Izhar masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri.
'drrrt'
'drrrt'
'drrrt'
Ponsel Ina berbunyi, letaknya ada di samping bantal yang Ina tiduri, membuat gadis itu terbangun seketika.
Dengan setengah sadar, Ina celingak-celinguk meraba-raba mengambil ponselnya.
Ina mengucek matanya, untuk melihat dengan jelas panggilan yang masuk itu dari siapa.
"Kinara... Ngapain dia telepon gue jam segini? Tumben amat!" gumam Ina.
Tanpa menunggu, Ina menerima telepon dari sahabatnya itu.
"Ada apa, Ra, telepon gue jam segini?" tanya Ina, menahan kantuk yang masih melanda.
"Hiks hiks hiks... "Terdengar Kinara terisak dari sambungan telepon.
Ina terkejut mendengar suara isakan sahabatnya.
"Lu kenapa? Kok nangis?" tanya Ina, yang langsung tersadar sepenuhnya.
"Na, gue mau ke rumah lu ya mau nginep, gue lagi gak mau nginep dirumah, hiks hiks hiks..."
"Loh, kenapa?"
"Nyokap bokap gue lagi ribut, gue gak betah tinggal di rumah yang ada keributan gini, gue butuh ketenangan.
Boleh ya kalau gue nginep di rumah lu dulu?"
Ina tidak menjawab, dia justru bingung, bagaimana dia bisa membawa Kinara ke rumahnya, sedangkan saat ini pun Ina ada di rumah keluarga Izhar.
"Na... Kok lu diem sih? Apa nggak boleh ya? Ya udah gak apa-apa kalau gak boleh," Kinara terdengar sangat sedih.
"Eh... Bu-- bukan gak boleh, ta-- tapi..." Ina terbata-bata
Bersamaan dengan itu, Izhar keluar dari kamar mandi, hanya mengenakan handuk.
Mata Ina langsung membulat sempurna saat untuk pertama kalinya melihat Izhar tak berpakaian di depannya.
"Kenapa, Na?"tanya Kinara.
"Seksi," ucap Ina spontan, matanya masih tertuju pada Izhar.
"Seksi? Siapa yang seksi?" tanya Kinara lagi.
Mendengar kata seksi, Izhar langsung berbalik pada Ina.
"Astaghfirullah!" ucap Izhar spontan.
Dengan cepat Izhar menutupi tubuhnya dengan handuk kecil yang dipakai untuk mengeringkan rambut.
"Kamu ngapain lihatin saya kayak gitu?!" omel Izhar.
Ina menggeleng-gelengkan kepala, dengan
meletakkan jari telunjuknya di bibir, meminta Izhar untuk tak bicara.
"Apa? Gak sopan banget ngintip orang habis mandi!" omel Izhar lagi.
"Na, itu siapa yang ngomong?" Kinara lagi-lagi bertanya.
Ina sangat bingung, jika Kinara mendengar dengan jelas suara Izhar, maka dia akan curiga pada Ina.
"Na... Lu kenapa sih diam terus, itu suara cowok siapa?!" Kinara membutuhkan jawaban.
Ina turun dari ranjangnya dan berlari ke arah Izhar, pria itu mundur hingga ke dinding.
"Mau apa kam---" perkataan Izhar terhenti, karena Ina langsung membungkam mulutnya.
"Sssttt... Aku lagi teleponan sama temenku, kalau Om berisik, nanti dia curiga!" Ina memarahi Izhar dengan suara yang pelan setengah berbisik.
Izhar baru paham, ia pun mengangguk.
Ina menghela nafas panjang, bersiap untuk berbicara lagi dengan Kinara.
Ina menekan tubuh Izhar ke dinding dan tak melepaskan bekapannya dari sang suami.
"Ummm... Sorry ya, Ra, tadi gue ada masalah dikit, hehehe..." Ina beralasan, dia harus bisa membuat Kinara percaya bahwa yang di dengarnya bukan sesuatu yang mencurigakan.
"Tapi tadi ada suara cowok, itu suara siapa?"tanya Kinara, masih penasaran dengan suara lelaki yang di dengarnya.
Ina menatap Izhar, "I-- itu tadi... Suara sepupu gue yang mampir ke rumah, tadi dia ada di kamar mandi dan gue gak tahu, jadi gue langsung masuk dan gak sengaja lihat dia gak pakai celana." Jelas Ina, sedikit gugup.
"Berarti, lu lihat dong punya dia?"
"Ummm... Ya, gue lihat dikit kok, hehehe."
"Segede apa?"
"Gak gede sih, cuma segede pisang ambon!" Jawab asal Ina
"Wow!" Kinara terdengar tak percaya.
Izhar melotot pada Ina, ia mengerti apa yang sedang di bahas oleh Ina dan temannya.
"Dasar gadis-gadis mesum! Masih kecil udah ngomongin yang begituan, jangan-jangan mereka suka nonton film-film kayak gitu!" Izhar jadi berburuk sangka pada istrinya dan Kinara.
"Jadi gimana, apa gue boleh ke rumah lu dan nginep?
Gue beneran butuh teman dan tempat tidur, Na, gue gak betah kalau orang tua gue berantem gini. Hiks hiks hiks..." Kinara kembali terisak.
Ina lagi-lagi bingung, apa yang harus dia jawab pada Kinara?
Ina menatap Izhar lagi, Izhar menggelengkan kepala, tangannya berusaha melepaskan bekapan Ina darinya.
Namun...
'bugh!'
'bugh!'
Ina menghantam perut Izhar cukup keras dengan kepalan tangannya, agar suaminya itu diam. Tak hanya itu, Ina juga merapatkan tubuhnya dengan Izhar.
Izhar meringis, perutnya sakit oleh perbuatan Ina.
"Bo-- boleh kok boleh! Lu boleh datang ke rumah gue dan nginep!" Ina memperbolehkan Kinara untuk menginap di rumahnya.
"Ya udah, gue mau minta sopir gue buat anterin gue ke rumah lu, gue mau siap-siap dulu!"
"Oke!"
Kinara memutuskan sambungan teleponnya setelah di mendapatkan jawaban dari Ina.
Ina melepaskan bekapannya dari Izhar.
"Akkkhhhh..." Izhar masih meringis.
"Om gak apa-apa?" tanya Ina sambil memegangi perut Izhar.
"Gak apa-apa gimana? Kamu pukul perut saya kencang banget, sakit tau!" Izhar memarahi istrinya.
"Maaf... Habisnya Om berisik kayak cewek! Aku terpaksa mukul perut Om, biar gak berisik terus, kalau Om berisik nanti Kinara curiga!"
"Tapi gak harus sekencang itu juga mukulnya, gak punya perasaan!"
"Iya, maaf... Hehehe..."
Ina mengusap-usap perut suaminya, Izhar masih meringis.
Tangan Ina berhenti mengusap perut suaminya, ketika merasakan sesuatu yang keras di perutnya, dimana tubuh Ina dan Izhar masih merapat.
Mata Ina terbelalak, dia tahu benda apa itu.
Ina mendongakkan kepala, saat itulah dia melihat Izhar juga menatap padanya dengan wajah yang memerah.
Rupanya, Izhar juga menyadari kalau tongkat pusaka miliknya berdiri.
Ina menarik diri dari Izhar, matanya kini tertuju pada benda itu.
"I-- ini... Ke-- kenapa berdiri?" tanya Ina terbata-bata, menunjuk pada benda yang menyembul dan tercetak jelas dibalik handuk putih.
Izhar malu setengah mati pada Ina, tanpa dia sadari, ketika tubuhnya merapat dengan Ina dan tangan Ina mengusap perutnya, menimbulkan rasa yang aneh dalam dirinya, hingga membuat benda pusakanya terbangun dari tidur panjangnya.
"Belalai gajahnya... Kenapa bangun?" tanya Ina lagi.
Izhar memejamkan mata, ekspresi wajahnya sangat malu.
Tanpa menjawab pertanyaan Ina, Izhar berlari cepat ke arah ruang ganti dan menutup pintunya rapat-rapat.
Rasa malunya pada Ina, sungguh membuatnya merasa tak sanggup lagi jika harus berhadapan dengan gadis itu.
Ina juga masih terbengong-bengong di tempatnya, apa yang tadi dirasakan dan dilihatnya adalah hal yang pertama dalam hidupnya.
***
Cukup lama Izhar berdiam diri di ruang ganti, ia masih belum ingin bertemu Ina.
'tok tok tok'
Ina mengetuk pintu ruangan itu, Izhar terkejut akibat melamun.
"Om, anterin aku pulang yuk! Temen aku mau datang ke rumah, kasihan dia kalau aku gak ada, dia juga bakalah curiga!" Ina mengajak Izhar pulang.
"Ini sudah malam, buat apa kita pulang ke rumah kamu?" sahut Izhar.
"Temen aku mau nginep, Om!"
"Menangnya siapa suruh kamu izinkan dia nginep di rumah kamu?"
"Om, ortunya lagi ribut, dia gak mau ada rumahnya, makanya dia mau nginep di rumah aku!"
"Kenapa harus ke rumah kamu sih? Kan bisa nginep di rumah temannya yang lain!"
"Dia gak punya teman selain aku, ayolah... Om... Please..."
Ina mulai merayu.
"Saya capek! Saya mau tidur, kalau kamu mau pulang, ya pulang sendiri aja!"
Izhar menolak dengan tegas.
"Dasar manusia kulkas nyebelin, gak punya hati! Huh!" Ina mengumpat dan menjauh dari pintu ruangan itu.
Izhar berpakaian segera, berdiri di depan cermin memastikan si belalai gajah sudah tidur kembali dan tidak menyembul.
"Sialan! Kenapa harus bangun di saat dia sentuh sih? Bikin malu aja!" umpat Izhar pada dirinya sendiri, lebih tepatnya pada si belalai gajah.
Izhar tak mendengar suara Ina memohon mengajak pulang lagi, ia pun jadi curiga kalau Ina benar-benar pergi sendirian. Izhar gegas keluar dari ruangan itu dan melihat Ina sudah tak ada di kamar mereka.
"Beneran pergi ternyata, hadeuhhh! Nyusahin!" Izhar mengumpat lagi.
Pria itu menyambar kunci mobilnya dan segera keluar dari kamar untuk menyusul Ina. Walaupun ia tak mau pergi, tapi jika harus membiarkan Ina pergi sendirian, ia pun tak tega.
Izhar berjalan cepat menuruni tangga, Ina sudah tidak ada juga di lantai satu rumahnya, membuat Izhar kesal sendiri.
Izhar keluar dari rumahnya, saat itulah Izhar melihat Isha baru pulang dengan motornya dan berhenti di halaman rumah.
"Abang mau kemana jam segini? Kenapa terburu-buru?" tanya Isha.
"Kamu turun gih, Abang mau cari Ina, dia pergi sendirian katanya mau pulang!" Izhar memaksa adiknya untuk turun dari motor.
"Loh, ta--tapi..."
Izhar menurunkan paksa adiknya itu, ia melepas juga helm yang di gunakan Isha dan memakainya.
Izhar segera naik motornya dan tancap gas keluar dari tempat tinggalnya.
Isha terheran-heran melihat kakaknya seperti itu, dia pikir Izhar dan Ina sedang marahan, sehingga Ina kabur dari rumah dan Izhar mengejarnya.
"Aneh banget, nikah baru beberapa minggu tapi udah ribut mulu, gue prediksi pernikahan Abang sama Ina gak akan lama. Syukur deh, dengan begitu Ina bisa jadi milik gue!" gumam Isha dengan senyum miring, sangat berharap pernikahan Kakaknya dengan Ina akan berakhir perceraian.
Isha juga berpikir, dia tak perlu susah-susah menghancurkan hubungan mereka, karena yakin hubungan keduanya akan berakhir dengan sendirinya.
Izhar melakukan motor Isha dengan kecepatan penuh, sambil terus melirik ke kiri dan kanan untuk bisa menemukan Ina.
Izhar tak tega jika Ina harus berjalan sendirian di kedinginan malam, belum lagi akan sangat berbahaya bagi seorang gadis jika berjalan sendirian diluar.
Pencarian Izhar itu tak sia-sia, ia melihat Ina berjalan di tepi jalan sambil terlihat bersungut-sungut dan menghentak-hetakkan kakinya saat berjalan. Izhar tersenyum lega, segera saja ia membelokkan motornya untuk menghampiri Ina.
Ina terkejut ketika Izhar berhenti di depannya, tadinya dia pikir itu adalah Isha, karena motor san helm nya adalah milik mantan kekasihnya itu.
Izhar membuka helm, Ina terkesima karena di matanya Izhar sangat keren, tak kalah dari Isha, membuat mulutnya ternganga dan tak berkedip melihat Izhar.
"Kenapa bengong?" tanya Izhar.
Ina tersadar.
"Ayo cepat naik! Saya akan antar kamu pulang, tapi saya akan pulang nanti subuh karena harus kerja!" Ujar Izhar.
Ina berpura-pura jual mahal, "Siapa juga yang suruh nyusul? Aku bisa sendiri kok!" ucapnya dengan melipat kedua tangannya di dada dan memalingkan muka.
"Oooh, jadi gak mau nih saya antar? Oke, kalau gitu saya akan balik lagi, kebetulan banget saya ngantuk, mau tidur aja!"
Bukannya membujuk, Izhar malah menyalakan motornya kembali untuk pergi.
Ina yang merasa trik nya gagal untuk membuat sang suami membujuk pun heran, kenapa Izhar tidak membujuknya? Biasanya laki-laki akan membujuk ketika perempuan nya jual mahal.
Izhar bersiap untuk pergi, tapi Ina menarik jaketnya, hingga Izhar berbalik lagi.
"Om kok malah mau pergi sih? Bukannya bujuk aku gitu, biar aku mau ikut naik!" protes Ina.
"Lah, ngapain harus di bujuk? Kamu sendiri yang gak mau, ya mending saya pulang lah daripada buang-buang waktu buat bujuk kamu!" jawab Izhar ketus.
"Hishh! Om ini memang gak ada romantis-romantisnya ya, harusnya kalau cewek marah itu ya di bujuk, bukan di tinggal!"
"Kurang kerjaan!"
"Memangnya, Om gak takut kalau istri Om yang cantik dan imut ini di hadang preman? Terus diculik, dibawa ke gedung kosong dan di lecehkan?"
Izhar tersenyum miring, "Memangnya, siapa yang akan mau sama kamu? Dada kamu aja rata kayak gitu kok, gak akan ada cowok yang tertarik!" ejek Izhar, dengan menatap dada Ina yang memang kecil.
Ina melotot dan menutup dadanya dengan kedua tangan, "Idih! Nakal ya! Rata gini juga masih ori, belum tersentuh sama sekali!" ucap Ina sewot.
"Tentu gak akan ada yang mau sentuh, kan kecil, cuma segede apel!" ejek Izhar lagi.
Ina semakin kesal padanya, lalu memukuli Izhar dengan kepalan tangannya, dia baru tahu kalau Izhar tenyata nakal juga.
"Nyebeli! Nyebelin! Nyebelin!" umpat Ina sambil terus memukuli Izhar.
Izhar menghalangi pukulan Ina dengan tangannya, dalam hatinya tertawa atas tindakan sang istri.
Karena malam sudah hampir larut, mereka harus segera pergi ke rumah Ina, tapi Ina masih saja memukuli suaminya itu. Dengan cepat, Izhar menarik tangan Ina, hingga gadis itu masuk ke dalam dekapannya.
Ina terkejut dan Izhar pun sama, wajah keduanya saling berdekatan, sementara posisi merek agak sulit, karena Izhar masih duduk di atas motornya dan Ina ada dalam dekapannya.
Ina dan Izhar saling menatap intens, satu tangan Izhar melingkar di pinggang Ina dan satunya lagi memegangi satu tangan Ina.
'Dia ganteng banget kalo sedekat ini, pantas aja Tante Ratih mau pacaran sama dia, karena dia tipe cowok yang perfect!' batin Ina.
"Kenapa? Kenapa aku merasa jantungku berdebar-debar saat menatap matanya? Tatapan matanya seolah menghipnotis, membuat aku sulit untuk melepaskan dia." Izhar membatin.
'drrrt'
'drrrt'
'drrrt'
Adegan romantis itu terbuyarkan oleh ponsel Ina yang berbunyi, dengan cepat keduanya saling melepas satu sama lain dan memalingkan muka karena malu.
Ina menerima telepon yang rupanya dari Kinara.
Mata Ina melotot, jika Kinara yang menelepon,, itu artinya Kinara sudah sampai di rumah, atau bahkan sudah dekat ke rumahnya.
Ina berbalik pada Izhar dan gegas naik ke atas motor.
"Ayo cepat pergi, Om, dia telepon aku lagi, kayaknya udah sampai rumah!" ajak Ina tak sabar.
Karena tak ada waktu untuk berdebat, akhirnya Izhar melajukan motornya dengan Ina yang di bocengnya.
Udara malam sangat dingin, sementara Ina hanya memakai piyama lengan pendek saja. Izhar yang kasihan jika istrinya kedinginan, menarik tangan Ina untuk memeluknya, tangan kiri Izhar memegangi kedua tangan Ina yang berada di pinggangnya, agar Ina sedikit merasa hangat.
Ina tersenyum, dalam hatinya gembira karena Izhar sangat peduli padanya.
...***Bersambung***...