"Kenapa selalu gue yang harus ngertiin dia? Gue pacar elo Marvin! Lo sadar itu ga sih? Gue capek! Gue muak!" ucap Ranu pada kekasihnya dengan nada marah.
"Maafin gue, Ranu. Gue ga maksud buat ngerebut Kara dari elo" Zara menatap takut takut pada Ranu.
"Diem! Gue ga butuh omongan sampah elo ya" Ucap Ranu dengan nada tinggi.
.
.
.
"Shit! Mati aja elo sini Zara!" hardik Fatiyah setelah membaca ending cerita pendek tersebut.
Fatiyah mati terpanggang setelah membakar cerpen yang dia maki maki karena ending yang tak dia sukai. Dia tidak terima, tokoh kesayangannya, Ranu harus mati mengenaskan di akhir cerita. Tapi, siapa sangka kalau Fatiyah yang harusnya pergi ke alam baka malah merasuki tubuh Zara. Tokoh yang paling dia benci. Bagaimana kelanjutan kisahnya. Kita lihat saja. Apakah Fatiyah bisa menyelamatkan tokoh favoritnya dan mengubah takdir Ranu? Apakah dia malah terseret alur novel seperti yang seharusnya?
sorry guys, harus revisi judul dan cover soalnya bib...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Telo Ungu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hisbi Berlayar
"Bibi, lihat mama ga?" teriak Zara yang dari tadi tidak melihat batang hidung ibunya. Bibi datang tergopoh gopoh menghampiri anak majikannya itu.
"Nyonya barusan keluar di jemput orang non, pake baju hitam hitam" sahut bibi.
Alis Zara bersatu ditengah, dia kebingungan. "Maksudnya?"
"Saya ga tahu non. Siapa yang jemput nyonya. Soalnya ini beda dari biasanya" kata bibi menjelaskan maksud ucapannya.
"Oke, oke. Mungkin itu memang temannya mama yang aku ga tahu, Bi. Oh ya, kalau gitu aku pergi dulu, Bi. Daaa" pamit Zara pada pembantunya tersebut sambil melambaikan tangannya.
Baru saja Zara keluar dari rumahnya, tiba tiba suara deru motor terdengar. "Pagi, tuan putri" sapa Hisbi dengan senyuman hangat.
Yups! Hisbi. Kalian ga salah dengar. Itu benar benar Hisbi yang datang menjemput Zara pagi pagi. Hendak menjemput tuan putrinya tanpa janjian terlebih dahulu. Hal itu membuat Zara heran tentu saja pemirsaaa
"Lho, Hisbi tumben kesini pagi pagi. Ada apa?" tanya Zara heran.
"Gue mau jemput tuan putri dong. Biar bisa berangkat bareng" jawab Hisbi. Hisbi menyodorkan helm yang di bawanya kepada Zara.
"Geli banget dipanggil tuan putri. Kayak anak kecil aja" Zara memakai helm yang di sodorkan oleh Hisbi. Lalu, Hisbi membantu Zara untuk mengaitkan pengunci helm dan membantu merapikan anak rambut Zara yang keluar dari helmnya. Zara tersenyum malu malu mendapatkan perlakuan kecil dan manis dari Hisbi.
"Yok naik" ajak Hisbi.
Namun, Zara bergeming. Dia masih menatap motor gede Hisbi yang agak tinggi. "Tinggi banget Bi, yakin ini rok pendek gue ga terbang terbang pas elo ngebut? Gimana cara naiknya ini" tanya Zara.
Hisbi yang mengerti maksud perkataan Zara langsung membuka jaketnya. Kemudian, ia berbalik ke arah Zara dan mendekati Zara hendak memasangkannya di pinggang Zara. Tapi, Zara salah paham. Dipikirnya Hisbi ingin memeluknya. Makanya, Zara refleks memundurkan tubuhnya.
"Eh, eh, bentar mau ngapain meluk meluk gue?" Zara panik tiba tiba Hisbi mengukung tubuhnya. Rupanya Hisbi ingin memasang jaketnya di pinggang Zara supaya paha Zara terlindungi dari mata mata nakal di luar sana.
"Gue cuma mau bantu masangin ini doang kok. Tenang Zara, ga usah panik. Percaya sama gue. Ini cuma biar rok elo ga berkibar kibar apa gue ngebut" bujuk Hisbi menenangkan. Padahal dalam hatinya, Hisbi gemas menyaksikan raut wajah Zara yang terlihat panik dan malu malu.
Pipi Zara memerah karena malu. Salah tingkah sendiri. "Sorry, gue pikir elo mau meluk gue. Habis tiba tiba begini. Ga ngomong ngomong dulu lagi" Zara mencebikkan bibirnya kesal.
Haish! Kalau begini Hisbi makin tidak kuat untuk menggigit pipi Zara. Apa apaan itu bibirnya di maju maju-in begitu. Hisbi jadi salah fokus menatap bibir pink milik Zara. "Sorry ya, bikin elo ga nyaman" kata Hisbi meminta maaf sambil mengusap ngusap puncak kepala Zara.
Jantung Zara berdetak kencang mendapatkan perlakuan manis seperti ini dari Hisbi. Kenapa pula Hisbi bertingkah manis seperti ini. Kan bikin Zara baper. "Dasar hati murahan, di perhatiin dikit aja udah mikir masa depan" pikir Zara sambil memukul mukul dahinya berulang kali.
"Zara!" panggil Hisbi agak keras sebab mata Zara terlihat kosong. Tapi, tangannya terus memukul dahinya berulang kali.
"Ah iya. Kenapa Bi?" Refleks Zara menatap retina Hisbi yang hitam pekat. "Elo yang kenapa Zara. Kok malah mukul dahi sendiri. Ini merah lho nanti" Hisbi mengusap ngusap dahi Zara pelan dan lembut.
"Kalau ada masalah cerita aja ke gue. Jangan nyakitin badan sendiri, Zara. Ga baik. Gue pasti bantu" ucap Hisbi sambil menatap Zara teduh.
"AAAAAAAAAAA aaa, baper banget gue!!!!!!" teriak Zara dalam hatinya.
Zara mengangguk ngangguk sebagai jawaban. Setelah itu, Hibi memakai helm full fasenya dan menaiki motornya. Ia juga membantu Zara untuk naik ke atas motornya dengan cara memberikan tangannya sebagai pegangan Zara. "Yok, gue udah siap. Go! Go! Go!" seru Zara dengan penuh semangat.
Hisbi tersenyum di balik helm. Lalu, ia melakukan motornya meninggalkan area rumah Zara.
"Ternyata, Hisbi diam diam datang menjemput Zara. Sial! Ini semua gara gara Ranu. Kalau dia tidak mengamuk pada Zara tanpa alasan waktu itu, gue pasti masih bisa jemput Zara secara leluasa. Gue juga yang seharusnya berada di posisi Hisbi. Seperti dulu. Bukan malah si brengs*k itu! Tunggu saja pembalasan dari gue Hisbi. Gue ga akan tinggal diam" ucap Marvin dari balik pohon besar di seberang rumah Zara.
Dari tadi pagi, Marvin sudah menunggu Zara keluar dari rumahnya untuk mengajaknya berangkat bersama. Namun, Marvin kalah start dengan Hisbi. Dia hanya bisa menyaksikan dari balik pohon, semua interaksi manis antara Zara dan Hisbi. "Sial!" Marvin menonjok pohon tersebut hingga buku buku jarinya tergores dan mengeluarkan darah.
Marvin tidak memperdulikan tangannya yang terluka. Ia memiliki langsung kembali menaiki motornya dan tancap gas menuju ke sekolah. Selang beberapa menit kepergian Marvin, Lengkara datang dengan membawa mobilnya masuk ke area rumah Zara. Ia bermaksud menjemput Zara. Namun, satpam rumah Zara bilang kalau anak majikannya itu sudah berangkat bersama teman cowoknya.
"Siapa dia? Apa itu Marvin? Marvin yang menjemput Zara" gumam Lengkara dari balik kemudi. Memikirkan kemungkinan tersebut membuat Lengkara makin kesal. "Sial! Gue kecolongan lagi! Ini ga bisa dibiarkan. Gue harus ngomong sama Marvin!" ucap Lengkara sambil menancapkan gasnya pergi menuju sekolah.
...****************...
Jam menunjukkan pukul 06.40 wib semua siswa siswa SMA Pelita Bangsa satu bersatu datang memenuhi parkiran. Ada beberapa siswa yang langsung pergi menuju kelasnya. Ada pula yang masih betah nongkrong duduk di post satpam. Lainnya malah duduk di motor motor yang terparkir di tempat parkir. Lihat saja Lohan. Ia sudah tiba dari tadi. Namun, pantatnya masih enggan meninggalkan jok motornya.
Lohan masih menunggu teman temannya datang. Matanya ia fokuskan untuk melihat siapa saja yang masuk melalui gerbang sekolah. Sekiar lima menit Lohan menatap gerbang sekolah, tiba tiba saja deru motor milik Hisbi muncul memasuki area parkiran setelah melewati gerbang sekolah.
Mata Lohan terbelalak melihat Hisbi membonceng seorang cewek. Tumben, Hisbi mau membonceng cewek. Ini tidak seperti biasanya. Lohan begitu penasaran dengan cewek tersebut. Namun, sialnya, Lohan tidak tahu siapa cewek tersebut. Mata Lohan agak minus ya. Ia merasa agak sulit melihat objek dari kejauhan tanpa kaca matanya. Lohan lupa memakai soft lensanya. Padahal matanya sudah ia sipit sipit supaya bisa fokus.
Baru Lohan tahu siapa orang yang dibonceng Hisbi setelah motor Hisbi parkir tak jauh dari motornya. "Zara?!" tunjuk Lohan kaget.
"Sejak kapan? Kalian hei, kalian berangkat bareng?!!!!!" pekik Lohan terkejut.
Hisbi membuka helmnya. Ia lalu turun dari motornya dengan cara mengangkat kaki kanannya ke depan motor. Maklum, orang tinggi banyak bisanya. Kemudian, Hisbi melempar helmnya ke arah Lohan. Refleks, Lohan menangkapnya dengan sigap.
Tangan Hisbi memegang pinggang Zara. Dalam sekali tarikan, Hisbi mampu mengangkatnya turun dari motornya. Zara sendiri kaget dengan aksi Hisbi. "Emang gue seringan itu ya?" Pikir Zara cengo.
Begitupun dengan siswa yang lainnya. Mereka juga sama kagetnya dengan Lohan yang melihat Zara dibonceng Hisbi. Sejak kapan mereka dekat. Padahal Zara dan Hisbi tidak terlihat saling berkomunikasi. Tapi, pagi ini malah Zara datang bersama Hisbi.
Banyak siswa yang memotret mereka berdua dengan sengaja dari kejauhan. Mereka heboh seperti mendapatkan fenomena langka di abad 21. Pesona Zara, Sang primadona Pelita Bangsa memang tak bisa diragukan lagi. Apapun yang dia lakukan pasti menuai banyak sorotan di mata semua orang.
"Eh, eh. Malih! Apa apaan itu tadi?! Hei!!! Mana bisa begitu" seru Lohan tak terima.
"Pagi Lohan" sapa Zara memecah kecanggungan yang ada. Zahra langsung berjalan menghampiri Lohan sambil melambaikan tangannya ke arah cowok itu. Sekalian mengalihkan perhatian Lohan dan aksi heroik Hisbi yang tiba tiba. Selain itu, Zara juga salah tingkah dari tadi. Makanya, dia lebih baik melipir ke arah Lohan daripada terus terusan berada di samping Hisbi. Yang ada kesehatan jantungnya dipertaruhkan.
Selama perjalanan, jantung Zara berdegup kencang. Zara berharap, semoga Hisbi tidak mendengarkan suara jantungnya yang berdetak kencang. Apalagi, selama perjalanan Hisbi menarik tangannya ke depan supaya Zara berpegangan pada pinggang Hisbi. Makin tak karuan hati Zara dibuat baper oleh teman Lengkara itu.
Dasar Hisbi, mentang mentang Zara jomblo main di gas aja nih sekarang. Pepet terossss. "Pagi juga Zara" jawab Lohan membalas sapaan Zara dengan senyuman manisnya. Namun, itu hanya berlangsung sepersekian detik ya. Lohan kembali, mengalihkan perhatiannya kepada Hisbi. Dilemparkannya kembali helm milik Hisbi ke arah empunya. "Anj* modus banget elo boncengan sama Zara. Kok bisa ya, tuan putri mau berangkat sama rakyat jelata. Elo ancam ya. Ngaku!" tuduh Lohan sembarangan.
"Berisik!" hardik Hisbi. Lalu, ia mencantolkan helm miliknya di kaca spion.
Hisbi ikut mendekat ke arah Lohan dan Zara. "Helmnya belum di lepas Zara" ucap Hisbi lembut.
Zara membalikkan badannya ke arah Hisbi. "Eh, iya lupa lagi. Sorry, sorry" kata Zara canggung. Ia ingin membuka pengait helm tersebut. Namun, susah sekali. Seperti penguncinya agak macet"
"Biar gue aja" ujar Hisbi. Hisbi mulai membantu membukakan pengunci helm yang digunakan Zara. "Eh, eh, eh, makin modus aja nih laki kardus" cibir Lohan sambil memutar bola matanya malas.
.
.
Drum
Drum
Suara deru motor Marvin terdengar keras menghampiri mereka bertiga. Marvin menatap dingin ke arah Hisbi yang masih membantu Zara membuka helmnya dan menyisir rambutnya yang berantakan dengan jemarinya. "Thanks Bi" ucap Zara sambil tersenyum manis mendongak ke arah Hisbi.
Hisbi membalas senyuman Zara tak kalah manis. "Terus aja senyum. Senyum Bi, sampai robek itu bibir elo. Kacangin aja gue terus. Gue kan cuma remahan rengginang doang" Lohan merajuk kawan kawan.
Marvin yang baru saja tiba itu segera memarkirkan motornya di dekat motor Hisbi. Marvin langsung menstandarkan motornya. Marvin sudah tak perduli keadaan motornya yang masih menyala. Dia langsung menerjang ke arah Hisbi dan memukul rahangnya.
Kejadian tersebut begitu cepat. Zara kontan saja berteriak nyaring gara gara melihat Hisbi yang jatuh di bawah kakinya dengan sudut bibirnya yang sobek. Semua orang ikut memperhatikan mereka berdua. Ada yang refleks berlari ke arah mereka. Ada pula yang terdiam menyaksikan itu semua.
Siswa yang refleks berlari tersebut ikut melerai pertikaian antara Marvin dan Hisbi. "Lepaskan!" teriak Marvin tak terima dicekal oleh tiga orang siswa lainnya.
"Santai bro. Elo gila ya, tiba tiba main hantem tanpa sebab. Friends gue nih bonyok!" kata Lohan tak terima Hisbi yang tiba tiba dapat bogeman mentah.
Zara membantu Hisbi berdiri. "Elo gapapa, Bi" tanya Zara khawatir. Hisbi tersenyum tipis ke arah Zara. Lalu ia menatap tiga orang yang membantunya.
"Sudah lepaskan Marvin. Ini cuma salah paham saja. Terima kasih semuanya sudah baik banget bantu gue" ucap Hisbi meminta mereka melepaskan cekalan ya pada badan Marvin. Mereka akhirnya melepaskan Marvin dan kembali ke aktivitas mereka seperti semula.
Marvin dengan emosinya yang masih meledak ledak menatap tajam ke arah Hisbi. "Bangs*t! Apa maksud semua ini?! Kenapa elo tiba tiba boncengin Zara!" hardik Marvin penuh emosi. Napasnya memburu cepat.
Lohan berdiri di depan Hisbi sebagai tameng temannya itu. "Waishhh santai bro. Apa salahnya Zara berangkat sama temen gue. Emang Zara pacar elo. Pacar bukan, tunangan bukan, bapaknya bukan. Ga usah sok ngatur selain donatur bro" balas Lohan sok jadi juru bicara Hisbi. Solidaritas bro! Salah bener pikir nanti. Yang penting tampil keren aja dulu. Itu prinsip Lohan sih. Jangan dicontoh ya guys, hehehe
"Diam!" bentak Marvin. "Gue lagi ga ngomong sama elo. Ga usah ikut campur" sambungnya.
Hisbi membuka suaranya setelah tadi diam menyimak. "Kenapa marah? Apa hak elo ngelarang gue buat deket sama Zara. Dia jomblo. Gue jomblo. Ga ada larangan buat berangkat bareng. Kecuali elo itu tunangannya. Boleh elo ngamuk ke gue kayak gini, Marvin. Tunangan elo itu bukan Zara, tapi Ranu" tembak Hisbi telak.
"Elo!" Marvin kembali ingin melayangkan pukulannya ke arah Hisbi. Namun, Zara menghentikannya. "Cukup Marvin! Stop sampai disini. Apa yang diucapkan Hisbi benar. Elo bukan siapa siapa gue. Jadi, berhenti ikut campur urusan gue. Fokus aja sama tunangan elo yang suka tantrum itu. Ayo Bi, kita ke UKS" Zara menarik lengan Hisbi pergi meninggalkan Marvin yang terpaku ditempat.
"Sakit ya? Ketampar kenyataan. Tuan putri ga mau jadi orang ketiga bro. Gue saranin sih, elo putusin aja nenek sihir itu. Baru elo boleh petantang petenteng ngadepin Hisbi" Lohan menepuk bahu Marvin dua kali. Lalu, pergi menyusul Zara dan sahabatnya itu ke UKS.
"Marvin" panggil Ranu yang baru saja datang.
Marvin hanya menatap Ranu datar. Pikirannya terus memproses omongan Lohan barusan. Lalu, ia pergi meninggalkan Ranu yang kebingungan dengan sikapnya. "Sayang!!!" panggil Ranu dengan rengekan manjanya. Namun, Marvin tak menghiraukannya. Ia terus berjalan menuju kelasnya dengan langkahnya yang besar dan panjang.
To Be Continue