Di pertengahan tahun 2010, kerasnya kehidupan wanita bernama Sekar Nabila Putri dimulai. Tak ada dalam benak Sekar jika hidupnya setelah selesai kuliah berubah menjadi generasi Sandwich.
Setiap anak tentu tak bisa memilih di keluarga mana mereka dilahirkan. Ibunya lebih menyayangi sang kakak daripada Sekar. Alasannya sepele, hanya karena kakaknya adalah laki-laki dan menjadi anak pertama. Sedangkan Sekar adalah anak perempuan, si bungsu dari dua bersaudara.
Impiannya menjadi seorang akuntan yang sukses. Untuk menggapai sebuah impian, tak semudah membalikkan telapak tangan. Sekar harus terseok-seok menjalani kehidupannya.
Aku butuh rumah yang sebenarnya. Tapi, saat ini rumahku cuma antidepressant ~ Sekar Nabila Putri.
Akan tetapi sederet cobaan yang mendera hidupnya itu, Sekar akhirnya menemukan jalan masa depannya.
Apakah Sekar mampu meraih impiannya atau justru takdir memberikan mimpi lain yang jauh berbeda dari ekspektasinya?
Simak kisahnya.
Mohon dukungannya.💋
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 - Panggilan Interview
"Hiks...hiks...hiks..." Sekar mengurungkan niatnya menelan butiran obat anti depresan itu. Ia pun menangis tersedu-sedu dengan menelung_kupkan wajahnya pada bantal yang sebelumnya sudah basah oleh air matanya.
Sekar terus teringat nasehat psikiaternya dan semangat yang diberikan Resti, sahabatnya. Walaupun Resti tak tahu permasalahan hidup Sekar. Akhirnya obat itu pun dimasukkan Sekar kembali ke dalam laci dan tak lupa dikuncinya.
Keesokan harinya.
Saat akan berangkat kerja, Sekar melihat meja makan yang sudah kosong mel0mpong. Hanya tersisa nasi putih saja. Sayur dan lauk sudah habis semua.
"Oh ya, di kulkas kan aku nyimpen s0sis. Aku goreng ah. Lumayan makan nasi putih sama s0sis," gumam Sekar.
Kriett...
Pintu kulkas dibuka Sekar. Betapa terkejutnya ia tak melihat satu pack s0sis yang dibelinya seminggu yang lalu dan belum dimasaknya sama sekali.
"Loh kok gak ada s0sisku. Ke mana ya?"
Tiba-tiba...
"Kamu cari apa di kulkas?" tanya Bu Nanik yang ada di belakang tubuhnya sambil menggendong Dinda, keponakan Sekar yang masih batita. Otomatis Sekar menoleh ke belakang.
"Aku lagi cari s0sis, Bu. Kok gak ada ya? Padahal aku belum pakai,"
"Sudah ibu masak," jawab Bu Nanik.
"Kapan, Bu?"
"Ya tiap hari sudah ibu masak buat bekal abangmu sama nyuapin Dinda buat lauk makan," jawab Bu Nanik.
"Jumlah s0sis itu kan banyak, Bu. Ada tiga puluh biji lebih kalau gak salah. Masa gak ada sisa satu pun untukku," cicit Sekar lirih dengan nada sendu.
"Jadi kamu perhitungan sama ibumu sendiri!" pekik Bu Nanik tak terima.
"Bukan begitu, Bu."
"Yang makan abangmu sama keponakanmu sendiri. Bukan tetanggamu!" bentak Bu Nanik.
Oek...oek...oek...
Akibat suara Bu Nanik yang cukup keras, alhasil Dinda pun menangis. Bu Nanik berusaha menepuk-nepuk b0kong Dinda serta mengayunkan cucunya itu agar tangisannya reda.
"Mentang-mentang kamu sudah kerja, main perhitungan sama keluargamu sendiri. Kamu bisa kuliah juga berkat siapa, kalau bukan karena orang tuamu!"
"Maafin Sekar, Bu." Sekar tulus meminta maaf. Dirinya sama sekali tak bermaksud untuk perhitungan dengan keluarganya.
"Lepasin kalungmu!" titah Bu Nanik tiba-tiba.
"Hah, kalungku kenapa Bu?" Sekar seketika bingung seraya telapak tangannya refleks menyentuh kalung emas yang berada di lehernya.
"Kalung itu ibu yang beli waktu kamu masih SD. Cepat lepasin dan kembalikan padaku!"
Seketika hati Sekar pun merasa dihujam perih tak kasat mata. Perkara sepele menanyakan keberadaan s0sis miliknya, kini sang ibu meminta kalung emas penuh kenangan sejak kecil tersebut.
Akhirnya Sekar pun melepas kalung itu dan diberikan pada ibunya. Sekar tak ingin semakin memperkeruh suasana.
Padahal faktanya, memang kalung emas dengan berat sekitar 5 gram tersebut dibeli oleh Bu Nanik sebagai hadiah ulang tahun Sekar yang ke-7 tahun. Akan tetapi dua tahun yang lalu, kalung itu digadaikan oleh Bu Nanik ke pegadaian. Uang hasil gadai kalung entah dibuat apa oleh ibunya. Sekar pun tak tahu.
Setiap empat bulan sekali, Sekar yang membayar bunganya ke pegadaian. Setelah menyisihkan rupiah demi rupiah setiap bulan dari gajinya, Sekar akhirnya berhasil menebus kalung tersebut sekitar sebulan yang lalu. Namun baru ia pakai sebulan, kalung itu sudah diminta lagi oleh ibunya.
Sekar akhirnya berangkat kerja tanpa membawa bekal apapun. Sepanjang perjalanan menuju kantornya, Sekar terus memberikan semangat dalam dirinya. Dikarenakan mood yang jelek akan merusak harinya di kantor di mana seabrek pekerjaan tengah menantinya.
☘️☘️
"Ah, akhirnya bisa bayar utangku."
Bu Nanik bernapas lega setelah berhasil mendapatkan kalung emas dari Sekar. Ia segera pergi ke toko emas untuk menjualnya. Bu Nanik mendapatkan uang sebesar dua juta tiga ratus ribu rupiah dari penjualan kalung emas tersebut.
Setelah dari toko emas, Bu nanik menuju ke rumah rentenir yang ada di gang sebelah. Ia pun membayarkan cicilan utangnya.
"Buruan kamu bayar sisa utangmu, Nik. Masa cuma bayar bunga terus. Kapan pokoknya lunas?" tegur si rentenir bernama Bu Denok.
"Segera Bu Denok. Maaf kalau saya bayarnya agak lama," jawab Bu Nanik.
Ya, Bu Nanik diam-diam punya hutang di rentenir senilai sepuluh juta rupiah sejak dua tahun yang lalu ketika Sekar baru saja lulus kuliah. Hutang tersebut bukan untuk keperluan Sekar.
Akan tetapi, untuk membelikan Fajar motor bekas senilai tujuh juta rupiah. Motor itu dipakai Yuni bekerja karena Fajar sudah punya motor. Sisanya tiga juta rupiah digunakan membiayai persalinan Yuni. Tak ada keluarganya yang tahu jika uang tersebut dari hutang ke rentenir, termasuk Fajar dan Yuni.
"Ya sudah, aku tunggu. Kalau gak segera kamu bayar-bayar, nanti aku adukan ke suamimu. Sudah enak hutang tanpa jaminan, eh gak sadar diri buat dilunasin. Anak-anak sama mantumu kan kerja semua. Minta sana sama mereka!" desis Bu Denok yang memang terkenal sebagai rentenir di daerah tempat tinggal Sekar.
"Saya permisi dulu Bu Denok, mau lihat warung gorenganku. Kasihan bapaknya anak-anak di sana sendirian," ucap Bu Nanik memilih segera berpamitan karena dia juga malas berlama-lama di rumah rentenir tersebut.
"Hem,"
☘️☘️
Sedangkan di kantor ketika jam makan siang tiba, Sekar hanya bisa menahan lapar di perutnya. Uangnya sudah menipis hanya untuk beli bensin sampai tanggal gajian tiba yakni seminggu lagi.
Uang makan jatah seminggu ini sudah diambil ibunya kemarin. Sekar memilih untuk menyelesaikan pekerjaannya daripada berdiam diri menahan lapar. Hanya air putih saja yang menjadi isi perutnya.
"Loh kamu gak makan siang, Kar?" tanya Lia, teman kerjanya.
"Aku sudah sarapan tadi di rumah. Jadi pengen kelarin kerjaan biar gak numpuk," jawab Sekar terpaksa berbohong.
"Kerja ya kerja. Makan ya makan. Jangan terlalu diforsir, nanti sakit. Kerjaan gak akan ada habisnya. Ini aku ada sepotong sandwich. Kamu makan gih. Aku udah kenyang soalnya. Tadi bawanya kebanyakan. Hehe..." ucap Lia seraya menyodorkan sepotong sandwich pada Sekar.
"Beneran nih kamu udah kenyang?"
"Iya, buruan makan. Nanti jam istirahat keburu habis," desak Lia.
"Makasih ya, Lia. Pamali nolak rezeki. Jadi roti ini aku terima ya," ucap Sekar.
"Iya. Aku ikhlas kok. Daripada kamu pingsan atau sakit, nanti malah aku yang repot karena harus ngerjakan bagian tugas-tugasmu."
"Hehe..." Sekar pun terkekeh di depan Lia sambil menerima sandwich tersebut. Lalu, Sekar pun memakan roti itu hingga tandas.
"Alhamdulilah," batin Sekar berucap syukur atas nikmat rezeki tak terduga dari Sang Pencipta siang ini hingga perutnya tak jadi kosong.
☘️☘️
Sebulan berlalu.
Sore hari ketika Sekar akan pulang, ia membereskan meja kerjanya. Ruangan kerjanya sudah terlihat sepi. Hanya ada Sekar sendirian di sana. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ada sebuah email yang masuk.
Sekar pun membuka, lalu membacanya. Tak lama senyuman terbit di wajahnya. Ternyata email tersebut berisi panggilan interview untuknya dari kantor Resti.
Sejak sebulan yang lalu dirinya memang sudah mengirimkan lamaran ke kantor Resti sesuai saran sahabatnya itu. Dikarenakan kantor Resti membuka informasi lowongan secara internal dahulu. Jika tak mendapat kandidat karyawan baru yang cocok sesuai standar mereka, biasanya akan dibuka lowongan secara terbuka untuk umum.
Setelah menunggu sebulan ini, akhirnya ada secercah harapan yang datang padanya.
"Alhamdulillah, ya Allah. Akhirnya aku dapat interview ini. Semangat Sekar saatnya kamu mengubah nasibmu," gumamnya berusaha menyemangati dirinya sendiri.
Namun saat akan keluar dari ruangan kerjanya, langkah kaki Sekar mendadak terhenti. Ia tengah bingung akan sesuatu hal yang penting.
"Aku kasih alasan apa ya ke bos karena gak masuk kerja besok?" batinnya.
Bersambung...
🍁🍁🍁
cintanya emang pollllllllllllllll
Sekar pelan² sajaaaaaaa
dihhh si yuni ga di beliin oleh" ko sewot, dasar ipar ga da ahlak