Semasa Joanna kecil ia tidak pernah menyukai kehadiran anak-anak laki-laki yang tinggal satu rumah dengannya. Namun, ketika duduk dibangku SMA Joanna merasa dirinya merasakan gejolak aneh. Ia benci jika Juan dekat dengan orang lain. Ia tidak bisa mengartikan perasaannya pada laki-laki itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agnettasybilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23 : Benci atau suka
...- happy reading -...
...***...
"Pegangan yang kenceng, Juan!" teriak Laras. Juan hanya menurut dan mengeratkan pelukan nya di pinggang Laras.
Benar, keduanya sedang membelah jalanan sore di tengah kota. Laras semakin mempercepat laju motornya, membuat Juan harus berpegangan erat.
Motor itu menepi di sebuah pasar malam, suasana gelap menjelang magrib membuat pasar malam itu indah karena lampu.
"Kok berhenti disini Kak?" tanya Juan bingung, dilihatnya Laras yang membuka helm hitam yang pria itu kenakan.
"Jalan jalan dulu sebelum pulang, kamu butuh refreshing, kan?"
Laras meletakkan helmnya di stang motor, lalu tangan nya terulur membuka helm yang Juan pakai. Lagi lagi Juan hanya terdiam, hingga pandangan keduanya bertemu dengan jarak lumayan dekat. Laras memamerkan senyuman nya lalu mengangkat helm yang Juan kenakan. Ia meletakkan helm disamping helm miliknya tadi, tak lupa ia rapihkan rambut Juan yang sedikit berantakan.
"Kok diem? Perlu digendong?"
Juan tersadar dari lamunan nya lalu bergerak turun dari motor, berjalan cepat mendahului Laras dengan kepala menunduk. la malu. Laras terkekeh melihat tingkah laku Juan yang menurutnya lucu, dengan cepat ia berlari mengejar Juan yang mulai menghilang di keramaian.
Juan tersentak saat tangan nya tiba tiba di raih, Laras menggenggam tangan nya erat.
"Nanti kamu ilang."
Keduanya berjalan mengelilingi pasar malam, beberapa kali Juan membeli jajanan disana. Tak bisa ia pungkiri, malam itu benar benar menyenangkan.
"Udah jam sembilan, mau pulang kapan?" yanya Laras.
"Eh? Udah malem banget? Pulang aja kak takut dicariin Bunda, aku lupa ngabarin."
Laras mengangguk lalu mereka berdua berjalan ke arah parkiran motor. Sementara Laras mengeluarkan motor dari barisan parkir, Juan membuka ponselnya. Dan benar saja, sepuluh misscall dari bunda dan lima misscall dari Joanna.
"Makasih ya kak udah anterin pulang, hati hati di jalan nya." Juan melambaikan tangan nya dan menatap kepergian Laras
Juan menghela nafas, berjalan ke dalam rumahnya dengan perasaan gugup.
Baru saja pintu terbuka, disana sudah nampak Bunda yang berjalan ke arahnya, menatap khawatir.
"Juan, kemana ajaa? Bunda khawatir banget, Bunda tanyain ke temen temen kamu ga ada yang tau, Joanna juga udah pulang jam 8 tadi."
"Maaf ya Bunda, Juan lupa ngabarin tadi." Juan merasa bersalah dan gugup. Bunda menghela nafas lalu mengangguk.
"Jaket yang kamu pake punya siapa?" tanya Bunda. Juan terkejut lalu menatap lengannya, jaket Laras lupa ia kembalikan. Kenapa juga Laras tidak mengingatkan nya?
"Ini jaket Kak Laras. Duuhh.. Juan lupa balikin."
Juan berjalan cepat menuju lantai atas, membuat Bunda menggeleng pelan.
"Makan dulu Juan!"
"Nggak Bundaa! Cia kenyang," balas Juan sedikit berteriak.
Lima belas menit kemudian
Juan duduk di kamarnya setelah mandi. Tiba tiba pintu kamarnya terbuka, Joanna masuk tanpa izin nya dan berdiri di hadapan nya.
"Darimana aja?" Juan mengernyitkan dahinya, tatapan Joanna itu...tatapan tak suka. Juan menghela nafas kasar.
"Kenapa? Peduli?" Joanna terkejut. Juan benar benar berubah, bukan Juan yang menyebalkan seperti dulu.
"Jelas gue peduli, lo pikir Bunda ga khawatir, hah?" Juan tersenyum kecut.
"Cuma karena Bunda?" Joanna terdiam, ia tak tahu harus bereaksi bagaimana.
"Jadi mau lo kaya gimana? Lo mau pulang pagi sekalian hah? Udah di apain aja lo sama Laras?"
Juan bangun dari duduknya dan menatap Joanna tak suka. Cowok itu menatap Joanna yang memandangnya datar.
"Maksud lo apa?"
"Sejauh apa Laras nyentuh lo? Berapa kali lo tidur sama dia?" ucap Joanna penuh amarah. Sambil berujar, Joanna melangkah perlahan mendekati Juan.
"Semurahan itu gue di mata lo?"
Air mata Juan menetes begitu saja, hatinya sakit mendengar kata kata tak pantas yang ia dapatkan. Melihat itu Joanna terdiam, ia menghentikan langkahnya. Ia baru saja menyadari bahwa kata katanya kelewatan. Sekarang ia merasa bersalah, emosi terlalu menguasainya tadi.
"Bukan mak—"
"Lo mana tau rasanya ketika orang lain lebih bisa merhatiin gue dibanding kakak gue sendiri? Lo bilang lo sayang sama gue? Bullshit! Lo malah makin cuek sama gue, lo makin ga pernah pedulikan gue. Seseru itukan mainin perasaan gue?"
Tatapan sendu Juan menunjukkan betapa sakitnya hatinya. Joanna mengacak rambutnya frustasi, ia sudah kelewat batas.
"Keluar sekarang." Joanna menatap Juan, tak ingin beranjak dari sana.
"Keluar!"
Joanna akhirnya menurut. Juan pasti tak mau melihat wajahnya lagi. Setelah pintu tertutup rapat, Juan melempar semua bantal di kasurnya. Rasanya ia menjadi sangat lemah. Sekarang ia bingung, alasan nya menangis hanya karena ucapan Joanna atau karena ia memiliki rasa?