Kamila gadis yatim piatu mencintai Adzando sahabatnya dalam diam, hingga suatu malam keduanya terlibat dalam sebuah insiden.
Adzando seorang artis muda berbakat.
Tampan, kaya, dan populer. Itulah kata-kata yang tepat disematkan untuknya.
"Apapun yang kamu dengar dan kamu lihat, tolong percayalah padaku. Aku pasti akan bertanggung jawab dengan apa yang aku lakukan. Kumohon bersabarlah."
Karena skandal yang menimpanya, Adzando harus kehilangan karier yang ia bangun dengan susah payah, juga cintanya yang pergi meninggalkannya.
"Maafkan aku, Do. Aku harus pergi. Kamu terlalu tinggi untuk aku gapai."
"Mila... Kamu di mana? Aku tidak akan berhenti mencarimu, aku pasti akan menemukanmu!"
Kerinduan yang sangat mendalam di antara keduanya, membuat mereka berharap bahwa suatu hari nanti bisa bertemu kembali dan bersatu.
Bagaimana perjalanan cinta mereka?
Mari baca kisahnya hanya di sini ↙️
"Merindu Jodoh"
Kisah ini hanya kehaluan author semata
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
...*...
Suara ayam berkokok di pagi dini hari, membangunkan Kamila dari tidur nyenyaknya. Dia segera bangkit dari tempat tidur, dan sebelum beranjak ke kamar mandi, ia melihat jam di ponselnya. Dan waktu menunjukkan pukul setengah empat pagi.
Kamila keluar dari kamarnya, lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Karena pagi itu sangat dingin, ia berinisiatif memasak air terlebih dahulu. Sambil menunggu air mendidih, Kamila berniat mengerjakan pekerjaan yang lain. Namun rupanya Ibu Rahayu sudah bangun, dan beliau melarangnya untuk melakukan pekerjaan rumah tangga.
"Nak Mila, sudah biar ibu saja yang mengerjakan. Lagipula ini masih pagi loh," tegur Ibu Rahayu.
"Tidak apa-apa, Bu! Cuma mencuci piring tidak berat, kan?" sahut Kamila.
"Sudah, tunggu airnya mendidih saja sana, nanti gantian ibu!" titahnya pada Kamila.
Begitulah akhirnya, wanita hamil itu hanya bisa menurut. Begitu air mendidih, Kamila segera menuangkannya ke dalam ember, yang berisi air dingin. Dirasa pas dengan suhu yang diinginkan, ia pun mengisi panci kembali dan memasaknya untuk Ibu Rahayu. Kamila masuk ke kamar mandi dan langsung mandi. Selesai dia mandi lalu mengambil air wudhu.
Sambil menunggu adzan subuh, Kamila menggunakan waktunya untuk mengaji meski hanya sebentar. Begitu adzan berkumandang ia segera menyudahi bacaannya, kemudian menunaikan ibadah sholat subuh.
Selesai dengan aktivitas pribadinya, Kamila bermaksud untuk memasak di dapur, namun rupanya Ibu Rahayu sudah lebih dulu berada di dapur siap untuk memasak.
"Ibu sudah duluan ternyata. Mila telat terus jadi tidak enak sama Ibu," ucap Kamila.
"Sudah, nggak apa-apa. Nak Mila ini ngomong apa, to? Selagi ibu bisa mengerjakan sendiri, maka ibu tidak perlu bantuan!"
"Bu, kenapa Ibu masih saja memanggil nak, pada Mila? Apa Ibu tidak menganggap kalau Mila ini anak Ibu?"
"Hahahaha ... Ealaaah. Sudah kebiasaan jadi susah menghilangkannya," sahut Ibu Rahayu.
"Mila ingin, Ibu memanggil Mila saja, jangan pakai nak, ya, Bu!" pinta Kamila sambil merangkul pundak Ibu Rahayu.
"Ya sudah, nanti ibu coba," jawab Ibu Rahayu.
"Sana sarapan, nanti keburu si Fika datang. Tadi ibu sudah beli lontong sama kue buat kamu sarapan!" titahnya kemudian.
"Ibu memang yang terbaik, makasih, Bu." Kamila mencium pipi ibu angkatnya itu dengan gemas, lalu bergegas menuju meja tempat kue dan lontong berada.
Karena pagi hari Kamila yang tidak terbiasa makan nasi, jadi dia hanya sarapan susu untuk ibu hamil dan kue saja. Ternyata di meja juga sudah tersedia segelas susu hangat untuknya. Hal itu membuatnya merasa terharu.
Kamila menggeser bangku lalu mendudukkan dirinya. Dia mulai memakan kue satu persatu dengan mata berkaca-kaca. Perasaan bahagia merayap ke dasar kalbunya. Selama bertahun-tahun semenjak kecil hingga dewasa seperti saat ini, barulah merasakan kasih sayang seorang ibu. Maka dari itu pertemuannya dengan Ibu Rahayu sangat ia syukuri.
Kamila mengunyah kue sambil berlinangan airmata. Entahlah kenapa itu airmata seolah tidak ingin berhenti. Ia menangis bukan karena bersedih melainkan terharu dan bahagia yang dirasakannya.
Kamila segera menyelesaikan sarapannya. Ia tidak ingin Fika melihatnya menangis. Bisa-bisa gadis remaja itu bertanya macam-macam nantinya. Kamila mengusap pipinya menggunakan tissu, lalu masuk ke dapur membuang sampah dan mencuci gelas bekas susu. Setelah selesai ia masuk kamar untuk bersiap pergi kerja.
Lima belas menit kemudian, Kamila sudah siap dan menunggu Fika di teras rumah. Ibu Rahayu datang lalu duduk di samping Kamila dan bertanya, "Fika belum datang to, Nduk?"
"Belum, Bu! Mungkin masih siap-siap," jawab Kamila.
"Tumben sekali, biasanya pagi-pagi sudah teriakan," balas Ibu Rahayu.
"Lhoh, kamu kenapa, kok matamu sembab begitu? Kamu habis nangis, ingat sama ayah si Dedek?" tanya Ibu Rahayu dengan raut wajah kaget.
"Bukan, Bu! Tapi Mila terharu, Mila bersyukur bertemu sama Ibu. Mila bersyukur karena mendapatkan limpahan kasih sayang dari Ibu." Kamila menjawab, disertai deraian airmata yang menerobos keluar tanpa meminta ijin.
"Sudah, jangan menangis! Tidak baik nanti dilihat orang, dikiranya malah ada apa-apa. Lagipula tidak baik buat bayimu kalau menangis. Wes, cup ... cup ... cup!" Ibu Rahayu dengan penuh kasih sayang mengusap airmata Kamila.
Mendapatkan perlakuan seperti itu, bukannya berhenti, airmata Kamila justru makin deras bercucuran.
"Kak Milky, i am coming!" teriak Fika dari jalan depan rumah.
Kamila berdiri dan masuk ke dalam rumah. Ia ingin mencuci muka dan memperbaiki riasannya.
"Wealaaah to, Fik! Kamu itu loh, ditunggu dari tadi kok ya baru nongol! Ke mana saja kamu?" tegur Ibu Rahayu penuh selidik.
"Hehehe ... hari ini Fika tidak masuk sekolah, Budhe. Jadi Fika santai," jawab Fika enteng.
"Terus kamu tidak bilang sama kakakmu, kalau tidak ke sekolah?" tegur Ibu Rahayu.
"Eh iya, lupa! Baterai ponsel Fika di charger, jadi lupa ngabari Kak Milky, deh!" jawab Fika.
"Woalaaah ... bocah gemblung," dengus Ibu Rahayu.
Kamila datang dan langsung berpamitan pada ibu angkatnya.
"Mila berangkat ya, Bu. Assalamualaikum." Kamila pamit mencium punggung tangan wanita paruh baya itu dengan takzim.
"Iya, waalaikumsalam. Hati-hati bawa motornya ya, Fika!" pesan Ibu Rahayu.
"Siap, Budhe! Bye .... !"
Fika membawa motornya meninggalkan rumah setelah memastikan Kamila duduk dengan nyaman.
.
.
.
.
.
Setelah mendapatkan informasi detail tentang Kamila, tanpa pikir panjang Zando langsung masuk ke dalam kamarnya. Setelahnya dia keluar kembali dengan tampilan berbeda. Mengenakan kaos oblong dipadu kemeja tanpa dimasukkan kancingnya dan bawahan celana panjang jeans. Tak lupa dia juga memakai masker dan kacamata untuk menunjang penampilannya agar tidak dikenali.
"Do, kamu mau ke mana? Dua jam lagi pesawat berangkat, dan kita masih ada di sini. Kita bisa ketinggalan pesawat." Nino mengingatkan.
"Aku tidak peduli, Kamila lebih penting!" Zando menyahut sembari berjalan menuju mobil.
"Oke, bila itu maumu. Tapi ingat, kamu baru saja mulai merintis kariermu kembali. Memang kalau kamu tidak punya penghasilan, kamu kasih makan Kamila pakai apa? Belum lagi nanti kalau kalian sudah punya anak. Pikirkan baik-baik, jangan menuruti emosi!" Nino mengingatkan.
Beberapa saat yang lalu, Nino baru saja dihubungi oleh pihak studio rekaman tentang lagu Zando dan akan dibuatkan album. Maka dari itu mereka meminta kehadiran Zando di sana, untuk melakukan rekaman ulang dan ada juga beberapa lagu dari pencipta lagu ternama yang menginginkannya menyanyikan lagu ciptaannya tersebut.
Zando masuk kembali ke dalam rumah, lalu duduk di kursi ruang tamu. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sambil menengadahkan kepala, seraya memejamkan mata. Kedua tangannya meremas kuat rambutnya hingga berantakan.
"Ya Allah, apa yang harus hamba lakukan sekarang. Kamila sedang hamil, tapi hamba tidak mungkin mengatakannya pada mereka. Hamba tidak ingin orang lain memandang buruk Kamila." gumam Zando dalam hati.
"Aku rasa apa yang dikatakan oleh Nino ada benarnya. Pikirkan dengan matang," timpal Hakan.
"Kalau begitu, aku pulang ya. Aku harus pergi kerja. Semoga kariermu makin sukses nantinya, aamiin," sambung Hakan.
"Aamiin," sahut Zando dan Nino.
Selanjutnya pasangan pengantin baru itu berpamitan, dan meninggalkan rumah orangtua Zando.
Zando bingung harus bagaimana, di satu sisi kariernya baru saja dirintis, sedangkan di sisi lain tentang depannya dipertaruhkan juga. Seandainya Kamila tidak hamil, mungkin dia tidak akan secemas itu, tapi kini wanita itu sedang hamil anaknya. Dia ingin anaknya lahir dengan status yang sah.
Dretttt dretttt drettt
Ponsel Zando berdering tanda ada panggilan masuk. Dia segera mengangkatnya.
"Ya, assalamualaikum, Ma," sapa Zando.
"...."
"Apa?"
"...."
"Iya, baiklah. Abang pulang! Wassalamu'alaikum."
"No, kita balik sekarang!"
Tanpa bertanya Nino langsung mengiyakan ajakan Zando. Dia lalu meminta kakaknya memanaskan mobil, sedangkan Zando mengecek rumah dan memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Selanjutnya baik Nino maupun Zando bergegas naik ke dalam mobil tersebut.
Kini mobil yang dikendarai oleh kakaknya Nino, melaju dengan kecepatan sedang menuju bandara. Zando duduk di kursi tengah dan pandangannya tertuju pada jalanan.
Tiba-tiba secara mendadak dia meminta kakaknya untuk menghentikan kendaraannya.
"Stop, Kak! Tolong berhenti sebentar!"
Zando kemudian turun, lalu menghampiri seseorang.
...*...
.
.
.
.
.
absen saja..😁😁
jederrr... Ikhsan menjatuhkan minunan dan makanan yg berada di tangannya.. syok berat🤣🤣🤣
.. aahhh... lama lama aku demo beneran ini/Scream//Scream/