"Jamunya Mas," Suara merdu mendayu berjalan lenggak lenggok menawarkan Jamu yang Ia gendong setiap pagi. "Halo Sayang, biasa ya! Buat Mas. Jamu Kuat!" "Eits, Mr, Abang juga dong! Udah ga sabar nih! Jamunya satu ya!" "Marni Sayang, jadi Istri Aa aja ya Neng! Ga usah jualan jamu lagi!" Marni hanya membalas dengan senyuman setiap ratuan dan gombalan para pelanggannya yang setiap hari tak pernah absen menunggu kedatangan dirinya. "Ini, jamunya Mas, Abang, Aa, diminum cepet! Selagi hangat!" Tak lupa senyuman manis Marni yang menggoda membuat setiap pelanggannya yang mayoritas kaum berjakun dibuat meriang atas bawah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lembaran Baru
Marni dengan semangat menggebu, memulai hari sejak dini hari mempersiapkan dagangannya. Mulai hari ini Marni akan membuka kedai minum Jamu. Marni memilih mencoba cara baru selagi diberikan kesempatan dan lapak oleh Bude Sri.
Sambil mengaduk Jamu yang sedang digodok dalam panci besar, Marni tersenyum. Tekadnya bulat. Tak akan gentar meski ia yakin kejadian serupa akan ada saja namun Marni akan melindungi dirinya lebih baik.
Jika memang tak salah, Marni akan mempertahankan diri dan akan sekuat tenaga berjuang dengan segala upaya yang ia miliki sekarang.
Terlebih saat ini ada Bude Sri yang mendukung Marni untuk kembali bangkit dan tak terus meratapi nasib.
Setelah menunaikan dua rakaat shalat subuh Marni mandi dan memakai pakaian bersih dan sopan, siap memulai hari dengan tempat dan suasana yang semoga mendatangkan rezeki.
Marni membereskan lapak berjualannya. Menata botol-botol jamu dan gelas bagi pelanggan yang datang.
"Mumpung beli ada pembeli, Aku mau membawakan Bude Sri jamu agar bisa dicicipi dan siapa tahu Bude Sri tambah sehat dan semangat berdagang."
"Bude," Sapa Marni membawa baki berisi Jamu dan air jahe hangat untuk Bude Sri.
"Bude, coba diminum Jamu buatan Marni. Biar tambah semangat dagangnya." Marni menyodorkan baki kepada Bude Sri.
"Walah. Ya sini, mumpung Bude juga belum isi apa-apa. Tapi Kamu udah makan apa belum? Kalau belum saraoan bareng Bude. Tadi pulang Masjid Bude bawa dua besek. Di Masjid ada jamaah yang ruwahan. Eh Bude dikasih double. Padahal cuma bantu baca saja, Bu Ustadzah yang biasa baca doanya berhalangan datang."
"Itu namanya rezeki Bude. Gimana Bude enak ga Jamu Marni?" Marni tak sabar menunggu penilaian Bude Sri.
"Sudah lama Bude ga minum Jamu buatanmu, makin lama tanganmu sudah mirip Mbahmu. Jamu buatanmu mirip poll sama Mbahmu Mar."
"Alhamdulillah kalo suka. Boleh ya tiap hari Marni bawain buat Bude buat jaga stamina biar sehat dan semangat dagangnya."
"Boleh. Tapi Bude mau bayar ya."
"Yah kalau gitu ga jadi." Marni merajuk.
"Cah Ayu, kalo merengut begini bukannya jelek malah gemes Bude. Yo wes. Bude mau setiap hari di gratisin Jamu. Puas?"
Marni tersenyum sambil mengangguk. "Ayo masuk, sarapan bareng Bude. Bude juga ga tahu isi beseknya apa."
Marni tak mengira, hari pertama lapaknya buka, ramai oleh para pedagang pasar dan pembeli yang mampir minum Jamu.
Meski tak sedikit para Kaum Adam ada saja yang menggoda Marni tapi kali ini Marni tegas membentengi diri agar kejadian yang lalu tak terjadi.
"Halo Marni, udah buka nih! Wah jualan Jamu. Abang mau dong cobain Jamunya." Udin sang Keamanan Pasar memilih duduk diantara pembeli yang sedang memesan Jamu juga.
"Bude," Marni melihat Bude Sri datang ke lapaknya bersama seorang wanita.
"Mar, lagi rame yo?"
"Alhamdulillah Bude. Sini Bude masuk. Marni mau buatin Jamu dulu buat yang beli."
"Wes, Bude santai. Ini si Leha mau nyobain Jamu Kamu. Leha ini Marni keponakan Bude. Marni, ini Leha Bojone Udin."
Marni baru sadar sejak tadi Bang Udin terlihat cemas dan mulai bergeser dari tempat duduknya.
"Lu ngapain disini Bang! Katanya mau keliling nagihin duit keamanan. Lu jangan banyak gaya Bang! Gw bilangin Babe bsru tahu rasa Lu!"
"Ya Allah Leha, pan Gua lagi nagihin juga ini si Marni. Mana Mar,"
Bude Sri mengkode kepada Marni agar memberikan uang lima ribu kepada Udin.
"Dah sono Lu Bang. Ngapain masih disini!" Bentak Leha.
"Iye Boto! Nih Abang juga mau balik. Dah Sayangnye Abang Udin!"
"Ga usah sok-sokan romantis Lu Bang! Gua udah apal akal bulus Lu!"
Marni mengulum senyumannya agar Istri Udin tidak tersinggung.
"Mau minum apa, e" Marni bingung memanggil apa pada Leha.
"Gue Leha. Bininya si Ganjen. Tuh laki Gua! Panggil aja Gua Mpok Leha sama kayak yang laen. Lu jual Jamu ape? Ada ga Jamu yang bikin laki kagak si ganjen betah dan ga maen serong!"
Mpok Leha tipikal orang tang blak-blakan. Tanpa tedeng aling-aling kalau bicara langsung ke topik yang ingin dibicarakan.
"Jelas ada dong. Ini ramuan khusus pamungkas. Sebentar Mpok Marni racikin." Marni meracikkan Jamu untuk Mpok Leha.
"Ini Mpok silahkan dicoba. Dan ini air Jahe Hangatnya."
Dengan melirik sebentar kearah Marni Leha menyesap perlahan Jamu yang terasa sedikit getir dilidah.
Getir yang merajai seluruh indra perasa Mpok Leha segera dinetralisir oleh Jahe Hangat yang memiliki rasa manis.
"Ini kira-kira khasiatnye ape?"
"Ini ramuan pamungkas Mpok. Khasiatnya kalo rutin diminum bikin si itu kayak Mpot Ayam." Bisik Marni.
"Lu yang bener? Emang Lu udah kawin bisa tahu begitu?"
"Ya belum tapi ini ramuan turun temurun dari Si Mbah Saya Mpok."
Mpok Leha melirik kearah Bude Sri. Bude Sri mantap menganggukan kepala sebagai legitimasi dan meyakinkan Mpok Leha mengenai kebenaran perkataan Marni.
"Lu bener keponakan Bude Sri?"
"Lo bener toh Leha. Kamu masih ga percaya sama Bude? Lah Bude yang sering ngasih tahu Kamu loh kalau Udin mampir dan aneh-aneh." Bude Sri langsung ambil alih menjawab.
"Tapi Lu jangan ladenin si Ganjen! Die kambing dibedakin aje dirayu! Lu jangan kegoda sama si Udin!"
"Saya ga ada niat ngerayu siapa-siap termasuk Bang Udin. Saya disini niat jualan Jamu. Dan bukan jual diri. Jadi Mpok Leha ga usah khawatir."
"Gue pegang omongan Ku ya Mar. Gue percaya karena Lu ponakan Bude Sri."
"Wes toh! Masih pagi udah tarik urat! Dah balik yuk! Mar Bude balik ke lapak ya. Leha Kamu jadi mau ambil bumbu dapur di tempat Bude?"
Sepeninggal Bude Sri dan Mpok Leha, Marni disibukkan dengan pembeli yang silih berganti mampir minum jamu.
Kehadiran Marni di pasar memberikan warna baru bagi pedagang disekitar terutama Kaum Adam. Namun karena Bude Sri dengan ketat menjaga Marni tak ada yang berani macam-macam kepada Marni. Paling sekedar bercanda dan menggoda tipis-tipis saja.
"Alhamdulillah. Disini dagang setengah hari saja udah terkumpul segini. Mudah-mudahan manjang rezekinya disini dan terus bagus hasil jualanku."
Marni menghitung lembar demi lembar uang yang terkumpul di kaleng tempat ia menyimpan uang hasil jualan jamu.
"Kayaknya Aku harus mulai buka rekening yo. Biar bisa nabung sedikit sedikit. Tapi nanti kalau uang buat setor awalnya udah terkumpul." Marni tersenyum sendiri karena memang uangnya masih belum cukup.
Marni duduk termenung di pojok kamar, di bawah sinar lampu yang remang-remang. Ia membuka kembali catatan keuangan sederhanaan yang ia buat. Dengan mata yang berbinar, ia membayangkan hari dimana ia bisa membuka rekening bank sendiri.
"Iya, harus mulai menabung," gumamnya meletakkan buku catatannya kembali di laci meja kecilnya.
Namun, senyumnya perlahan pudar saat ia mengingat bahwa uangnya belum cukup untuk setoran awal.
Ia menghela nafas, merasa sedikit kecewa namun tidak putus asa. Marni kemudian mengambil ponselnya membuka aplikasi kalkulator dan mulai menghitung harus berapa lama lagi ia harus mengumpulkan agar bisa membuka rekening.
Setiap angka yang ia tekan, harapannya kembali membara. Meski jalan masih panjang, Marni tahu ia harus mulai dari sekarang. Dengan tekad yang baru, ia berbisik pada diri sendiri, "Nanti kalau uangnya sudah terkumpul, aku pasti bisa."