"Bagaimana cara mendapatkan mu?"
Yigon yang didesak ayahnya untuk segera menikah pun merasa kebingungan. Tak lama kemudian, dia jatuh cinta dengan seorang gadis SMA yang baru pertama kali di temuinya. Berawal dari rasa penasaran, lama-lama berubah menjadi sebuah obsesi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anak Balita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Niat tersembunyi
Pada suatu malam, Hiden masih tidak terima akan kekalahan yang diterimanya. Di rumah sakit, ia mengambil beberapa obat rahasia, memasukkannya ke dalam kantong dan membawanya pergi.
"Dokter Hiden sudah mau pulang?" sapa seorang dokter yang saat itu bertugas jaga malam.
"Iya dok, saya pamit pulang duluan ya," sahut Hiden berpamitan.
"Hati-hati di jalan dokter Hiden!" kata dokter yang menyapanya di lorong rumah sakit.
Hiden hanya mengangguk pelan dengan senyuman ramah di bibirnya. Semua itu hanya basa-basi dan formalitas saja, karena di dalam hatinya saat itu masihlah sangat kacau dan sangat berantakan.
Di dalam mobil, Hiden mengambil obat yang tadi ia curi dari kotak yang dilarang. Dengan lekat ia memandangi obat itu, kemudian ia sedikit membaca-baca kegunaannya dan juga cara pakainya.
Entah apa yang sedang Hiden rencanakan, tapi saat itu ia berfikir untuk pergi ke rumah Kirie, mantan pacarnya yang kini tengah hamil 5 bulan.
...----------------...
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu terdengar dari depan rumahnya Kirie. Kirie yang sedang hamil itupun dengan bersusah payah bangun dari sofa, pelan-pelan ia berjalan mendekati pintu rumahnya yang terus diketuk oleh seseorang.
KRIEETT...
"Iya? Siapa-" Kirie tertegun melihat sosok Hiden sudah berdiri di depan rumahnya.
"Kenapa kau kemari?" dengan tatapan sinis ia bertanya.
Kirie tidak tahu alasan kedatangan Hiden yang saat itu sudah berstatus sebagai mantan pacarnya. Apalagi dia datang di malam hari dengan masih menggunakan pakaian dokternya.
Kirie yang tidak ingin mengulang kesalahan dengan menerima Hiden kembali di hidupnya pun hendak menutup pintu rumahnya, disaat Hiden masih berdiri disana.
"Tunggu! Apa kau tidak mempersilahkan ku masuk ke dalam?" tanya Hiden, ia menghentikan Kirie yang hendak menutupinya dengan pintu.
"Kenapa aku harus melakukannya?" tanya Kirie.
Hiden terdiam, ia melirik perut Kirie yang kini mulai membesar. Ia tersenyum, tangannya yang hendak mengelus perut Kirie itu langsung mendapatkan penolakan kasar dari Kirie.
"Jangan menyentuhku!" Kirie menepis tangan Hiden yang hendak menyentuh dirinya.
"Dia anakku! Dia anak kita! Apa kau mencoba menjauhkan anakku dari ayahnya?" kata Hiden yang membuat Kirie merasa terkejut sekaligus tertegun menatap Hiden yang baru saja mengakui kandungannya.
"A-apa yang barusan kau katakan? Ah tidak-tidak! Sebenarnya apa tujuanmu datang kemari? Jika tidak ada hal penting, maka pergilah!" kata Kirie yang tidak bisa langsung mempercayai perkataan laki-laki seperti Hiden.
"Apa yang kau katakan sayang? Bukankah kau pernah berkata, jika aku tidak ingin anak ini lahir, maka kau tidak mengizinkan ku untuk kembali. Tapi sekarang aku kembali, berarti aku menginginkan anak ini lahir sebagai anakku! Mari kita hidup bahagia bersama!" kata Hiden terdengar meyakinkan.
Tak terasa air mata Kirie tiba-tiba menetes dengan sendirinya, kata-kata itulah yang sangat ingin ia dengar dari Hiden. Karena dari awal Kirie sangat mengharapkan Hiden kembali kepadanya, maka dengan sangat cepat ia menerima kedatangan Hiden kembali ke dalam hidupnya.
Apalagi dia tidak ingin jika anaknya lahir tanpa mengetahui sosok ayahnya yang sebenarnya. Kedatangan Hiden saat itu benar-benar terasa seperti angin sejuk yang berhembus membelai rambutnya. Membuat hatinya tenang, senang, dan penuh akan harapan yang selalu ia ucapkan.
"Selamat datang kembali!" kata Kirie mempersilahkan Hiden masuk ke dalam rumah dan juga hatinya.
Tapi, akankah Kirie bisa mempercayai Hiden semudah itu? Karena sejak awal, tidak ada yang mengetahui niat Hiden yang sebenarnya. Apa yang membuatnya berubah pikiran secepat itu? Karena Fairy? Itu mustahil! Banyak pertanyaan yang tidak memiliki jawaban muncul ketika Hiden merubah perilakunya seperti itu.
"Aku kembali!"
Hiden memeluk Kirie, mencumbui nya dengan penuh hasrat. Tidak lupa dia juga mengelus dan menciumi perut Kirie yang kini membesar dan bulat seperti semangka.
"Halo! Ini papa!" kata Hiden berbicara dengan bayi yang ada didalam kandungan Kirie.
"Hay! Salam kenal papa!" sahut Kirie menjawab sapaan Hiden kepada anaknya.
"Anak kita laki-laki atau perempuan?" tanya Hiden sambil terus melekatkan telinganya di perut Kirie.
"Menurut hasil USG Minggu lalu, anak kita berkelamin perempuan," sahut Kirie.
"Itu bagus, dia pasti cantik seperti ibunya. Aku jadi tidak sabar menunggu kelahirannya," kata Hiden yang membuat Kirie semakin bersemangat dan bahagia.
Cukup lama Hiden berbincang dengan Kirie, bercerita tentang masa lalu mereka hingga sekarang seperti ini.
"Jadi, kapan kau akan menikahi ku?" tanya Kirie yang sontak membuat Hiden terdiam. Entah kekurangan apa yang dimiliki oleh Kirie, Hiden selama ini sangat sensitif jika membicarakan soal pernikahan. Seakan-akan dia selalu ingin menyembunyikan hubungannya dengan Kirie.
Kirie bisa saja menyebarkan berita kalau dia adalah pacar dari dokter Hiden, agar semua orang tahu kalau dia adalah calon istrinya. Tapi, selama ini Kirie tetap diam karena dia menghormati keinginan Hiden yang ingin hubungan mereka tidak diketahui publik. Padahal sudah sampai ke tahap ini.
"Itu, kita akan membicarakannya lain kali. Sekarang sudah larut, sebaiknya kau beristirahat agar tubuhmu selalu sehat dan juga bayi kita. Aku pamit pulang sekarang, jaga dirimu baik-baik," kata Hiden yang selalu menghindari topik pernikahan.
Kirie yang tidak bisa memaksa Hiden untuk tetap tinggal pun membiarkannya pergi pulang meninggalkan nya sendirian. Dengan berat, Kirie melambaikan tangannya begitu Hiden mulai masuk ke dalam mobilnya.
Setelah beberapa saat menunggu, mobil Hiden sama sekali tidak bergerak. Merasa khawatir dengan Hiden yang berada di dalam mobil, dengan pelan Kirie mencoba mencaritahu apa yang sedang Hiden lakukan didalam sana.
"Hiden, kau baik-baik saja?-"
CUP!
Sebuah ciuman kilat mendarat di kening Kirie. Pipinya memerah, daun telinganya juga memerah, tapi karena gelap, jadi hal itu tidak terlalu terlihat.
"Apa yang kau lakukan? P-pulang sana!" kata Kirie menahan malu. Sudah lama ia tidak merasakan keromantisan seperti itu.
...----------------...
Kembali pada beberapa saat yang lalu, kini Rimon sudah sampai di rumah sakit. Xiaodi mengantarkan Rimon menuju kamar inap Keiya Ester.
Saat itu, Keiya sedang asyik menonton serial kartun anak-anak sambil memakan apel yang sudah dikupas oleh Ami. Tapi, beberapa saat kemudian keheningan itu berubah menjadi keterkejutan saat Rimon tiba-tiba datang mengunjunginya.
"K-kak Rimon?!" Keiya terkejut.
"Kenapa? Apa kau sudah merasa baikan setelah bertemu denganku?" tanya Rimon sambil berjalan mendekati Keiya yang masih mematung kaku.
"Tuan Rimon," sapa Ami yang mengundurkan diri, dia dan Xiaodi membiarkan Rimon dan Keiya berduaan di dalam kamar.
Kecanggungan mulai terasa ketika Ami dan Xiaodi meninggalkan mereka berdua. Keiya yang selalu mendatangi orang yang dia suka, kini berbalik posisi menjadi orang yang didatangi oleh orang yang dia sukai. Keiya merasa tidak terbiasa dengan situasi yang seperti itu.
"M-mau apel?" tanya Keiya mencoba mencairkan suasana.
"Tidak perlu gugup begitu. Bukankah kau sakit karena sangat ingin menikah denganku? Jika benar begitu, maka kita menikah saja secepatnya!" kata Rimon.