Pernikahan adalah sebuah impian bagi semua orang, termasuk Zahra. Namun, pernikahan yang bahagia kini rusak akibat kehadiran orang ketiga. Evan selaku suami, mulai membandingkan Zahra dengan gadis lain.
Suatu hari dia memutuskan untuk menjalin hubungan hingga tidak memperdulikan hati Zahra. Akankah pernikahan mereka mampu diselamatkan? Ataukah Zahra harus merelakan suaminya bersama dengan wanita lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom AL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 23 Pilihan yang sulit
Zahra yang sudah selesai melakukan ritual mandinya langsung membuatkan sarapan dan teh hangat untuk suaminya. Setelah selesai, dia membawa nampan ke kamar dan kemudian duduk di sebelah Evan.
"Mas, kau harus sarapan agar cepat sembuh. Aku sudah membawakan bubur ayam dan teh hangat untukmu. Jangan khawatir, aku membuatnya sendiri, bukan beli."
"Terima kasih, Zahra." Evan duduk dan dia mulai membuka mulutnya karena Zahra menawarkan untuk menyuapi.
"Apa kau tidak pergi ke kantor?"
"Tidak, Mas. Aku harus mengutamakan dirimu. Terlebih lagi, kau sedang sakit saat ini." ucap Zahra sambil memberikan teh hangat pada Evan.
"Jika kau ingin pergi, maka pergilah. Aku merasa jika tubuhku sudah sedikit membaik."
"Kau yakin? Bagaimana bisa aku meninggalkan suamiku yang sedang sakit seperti ini? Jika kau membutuhkan sesuatu, maka siapa yang akan menolongmu?"
"Kau tidak perlu khawatir, Sayang. Percayalah, kantor juga membutuhkanmu." Evan menggenggam jemari Zahra, dari manik mata pria itu, Zahra yakin jika suaminya tersebut memang sudah membaik.
"Baiklah, aku akan segera bersiap. Jika terjadi sesuatu, kabari saja aku. Ya?"
"Tentu," Evan mengecup pucuk kepala Zahra.
****
Siang harinya, Anna menghubungi Evan. Gadis itu sangat khawatir karena kekasihnya tersebut tidak ada di kantor. Namun, nihil. Entah kemana Evan hingga dia tidak menjawab panggilan dari Anna.
"Kemana Mas Evan? Padahal aku ingin mengatakan sesuatu padanya." ujar Anna. Gadis itu segera bergegas pergi dari kantor menuju rumah Zahra dan Evan.
Beberapa saat kemudian, sampailah dia disana. Dirinya segera turun dan masuk ke dalam rumah.
"Rumahnya tidak dikunci, berarti Mas Evan ada di dalam. Tapi, kenapa dia malah dirumah dan tidak pergi ke kantor?"
Anna yang semakin penasaran bergegas masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Kak, kak Zahra!" teriak Anna memastikan jika ada seseorang di dalam sana.
Hening.
"Kok sepi?" tanya Anna pada dirinya sendiri.
"Mas Evan, Mas!" Anna berjalan menaiki anak tangga, tujuannya saat ini adalah kamar.
Benar saja, saat membuka pintu kamar, Anna melihat Evan yang terbaring di atas ranjang. Dirinya melongo, dia berlari menghampiri Evan.
"Mas, ada apa denganmu? Kau—" Anna tidak melanjutkan perkataannya dan dia menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Ya ampun, Mas. Badanmu panas!"
Evan yang baru saja terbangun dari tidurnya langsung terkesiap melihat siapa yang ada di hadapannya. Dia mengucek mata berkali-kali untuk memastikan pandangannya.
"Anna?"
"Iya, Mas. Ini aku, Anna! Kau sedang sakit, kemana Kak Zahra?"
"Dia sudah pergi ke kantor." jawab Evan lemas.
"Ke kantor? Dasar istri gila! Disaat suaminya sedang sakit, dia malah memilih pekerjaan dibandingkan dirimu? Sudahlah, Mas. Sebaiknya cepat ceraikan Kak Zahra, aku sanggup jika untuk merawatmu saja." Anna terlihat murka karena tidak tega melihat keadaan Evan.
"Apa yang kau katakan, Anna? Aku yang menyuruh Zahra untuk pergi ke kantor."
"Kau ini—" Anna menghembuskan napas kasar. "Apa kau sudah makan siang?"
Evan menggeleng. "Aku tidak selera makan,"
"Jika kau ingin segera sembuh, maka kau harus makan teratur, Mas. Biar aku ambilkan, tunggu disini dan jangan kemana-mana!" perintah Anna tak terbantahkan membuat Evan hanya mampu mengangguk.
Gadis itu pergi ke dapur mengambilkan makan siang untuk Evan. Dia dengan cepat meracik bumbu serta sayur, lalu kembali ke kamar karena tidak ingin membuat Evan lama menunggu.
"Ayo, sekarang kau harus makan!" Anna menyuapkan nasi beserta sayur sup kepada Evan. Pria itu menerimanya dengan senang hati.
"Kau yang memasaknya?"
Anna mengangguk pelan. ''Aku tidak ingin membuatmu menunggu lama dan kelaparan, maka dari itu aku hanya memasak sayur sup saja. Habiskan, ya, Mas."
Evan tersenyum tipis, ternyata Anna sangat peduli padanya. Dia menatap wajah gadis itu hingga tanpa sadar dirinya telah menghabiskan makan siangnya.
"Aku sangat senang karena kau menyukai masakanku."
"Apa pun yang kau masak, pasti aku menyukainya.'' ucap Evan membuat pipi Anna merona. Mereka berdua saling tatap dan melempar senyum.
"Oh, ya, Mas. Aku ingin mengatakan sesuatu padamu,''
"Ada apa?" dahi Evan sukses mengerut karena rasa penasaran.
"Kau—"
Bersambung