Gisel mendapatkan ide gila dari keluarganya, yaitu untuk memb*nuh Evan—suaminya. Karena dengan begitu, dia akan terbebas dari ikatan pernikahannya.
Mereka bahkan bersedia untuk ikut serta membantu Gisel, dengan berbagai cara.
Apakah Gisel mampu menjalankan rencana tersebut? Yuk, ikuti kisahnya sekarang juga!
Jangan lupa follow Author di NT dan di Instaagram @rossy_dildara, ya! Biar nggak ketinggalan info terbaru. Sarangheo ❣️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rossy Dildara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 10
Dipuji seperti itu, perempuan mana yang tak tersanjung. Bahkan hidung Gisel terasa ingin terbang. Wajahnya kini memerah, dan dia tampak malu-malu.
"Ah Umi bisa aja," sahut Gisel sambil menyelipkan sehelai rambut ke telinga kanannya.
"Umi bicara seusai fakta 'kan, Nak. Benar 'kan Nak Arya?" Umi Mae menatap ke arah Arya. Laki-laki itu hanya mengangguk.
"Kalau begitu aku pulang ya, Mbak," pamit Arya.
"Kok pulang, Nak? Ayok makan dulu di sini, Umi juga masak nasinya banyak," ajak Umi Mae dengan ramah.
"Nggak usah, Bu. Terima kasih. Aku mau pulang aja," kata Arya tanpa minat. Dia segera pergi meninggalkan tempat itu tanpa mengucapkan salam.
"Kamu pasti belum makan ya, Nak? Ayok makan dulu bareng Umi," ajak Umi Mae yang kembali menghampiri Gisel di dalam kamar.
Perempuan itu sedang mencari remote AC, lalu menaikkan suhu ruangan karena merasa kurang dingin.
"Umi duluan aja deh, kayaknya aku mau mandi dulu. Gerah soalnya," ujar Gisel.
"Oohh ya udah, Umi tunggu kamu aja dimeja makan, ya? Sekarang kamu mandi dulu biar seger." Umi Mae keluar dari kamar dan perlahan menutup pintunya.
Gisel segera membuka lemari dan mencari handuk. Setelah mendapatkannya, dia masuk ke dalam kamar mandi yang berada di sudut ruangan.
'Aku kok masih heran, ya ... kenapa Evan pindah ke sini tanpa ngasih tau aku. Ada apa sih sebenarnya?' batin Gisel memikirkan hal tersebut. Dia merasa tak sabar untuk bertemu Evan setelah pulang kerja, karena ingin mendengar penjelasan langsung darinya.
*
*
"Bagaimana, Nak? Apakah makanannya enak?" tanya Umi Mae, sambil melihat Gisel yang baru saja menyantap satu sendok nasi beserta lauk.
Kini, keduanya sudah duduk di meja makan. Menu makan siang yang tersaji terlihat sederhana. Ada sayur bayam, ikan goreng, sambel terasi, dan lalapan terong.
"Enak banget, Umi," jawab Gisel sambil mengangguk, lalu mencolek sambel dengan terong dan langsung melahapnya. "Umi beli di mana? Sambel terasinya begitu khas rasanya."
"Umi kira kamu nggak doyan sambel terasi, Nak." Umi Mae merasa senang, melihat menantunya menyukai masakannya yang sederhana itu. "Syukurlah kalau suka, semua ini Umi yang masak."
"Uhhuuukkk! Uhhuukkk!!" Secara tiba-tiba Gisel tersendak, karena merasa terkejut dengan jawaban dari sang mertua.
Sebenarnya tidak ada yang salah juga dari jawaban Umi Mae. Hanya saja Giselnya yang terlalu berlebihan, karena dia sama sekali tak berekspektasi jika hidangan di atas meja itu buatan sang mertua.
"Lho, kamu kenapa? Minum dulu, Nak." Umi Mae segera menuangkan segelas air, lalu membantu Gisel minum. "Pelan-pelan aja makannya, Nak. Nggak usah buru-buru, ya?"
"Iya." Gisel mengangguk, lalu mengambil tissue yang baru saja Umi Mae berikan dan dia mengusap bibirnya. "Terima kasih."
"Sama-sama."
'Lebay banget sih kamu, Sel. Jelaslah ini buatan Umi. Orang menunya juga sangat sederhana. Aku pun sambil merem bisa membuat ini semua.' Gisel membatin dengan sombong, seolah-olah menarik kata-katanya yang sempat memuji masakan sang mertua.
*
*
*
"Assalamualaikum, Umi," sapa Evan sambil membuka pintu rumah.
Dia baru saja pulang kerja. Karena banyak sekali pasien Mbah Yahya, dia pulang larut malam, hingga jam 10 malam.
"Walaikum salam, Nak." Umi Mae yang berada di dapur segera mendekati anaknya, dan membantunya melepas sepatu. "Kamu kok pulangnya malam, Nak? Lagi rame, ya, tokonya?"
Umi Mae memang tahu bahwa Evan bekerja sebagai asisten pribadi Mbah Yahya, tapi dia tidak tahu bahwa Mbah Yahya seorang dukun.
Evan pernah mengungkapkan bahwa Mbah Yahya hanya seorang pedagang barang-barang antik, seperti batu akik yang sering dia pakai.
Evan memiliki alasan kuat mengapa dia menyembunyikan pekerjaannya yang sebenarnya dari Umi dan keluarganya. Dia tahu jika dia jujur, Umi dan keluarga pasti akan memintanya untuk berhenti.
Umi Mae adalah seorang wanita yang taat beribadah. Almarhum Abi Said—Abinya Evan, dulunya adalah seorang ustad. Kini ilmu itu seperti turun kepada Abangnya Evan—Ustad Yunus. Sari—kakak perempuan Evan, juga menjadi ketua marawis.
Hampir seluruh keluarga Evan memiliki kedekatan yang kuat dengan agama, kecuali Evan. Dia merasa tersesat.
Namun, Evan tidak bisa dengan mudah meninggalkan pekerjaannya. Dia memiliki janji dan utang budi yang besar kepada Mbah Yahya.
Dulu, Evan pernah mencoba untuk bunuh diri dengan menabrakkan diri ke kereta api. Semua itu terjadi karena dia merasa putus asa dan hatinya terluka akibat pengkhianatan dari istrinya.
Jika saat itu tidak ada Mbah Yahya, mungkin Evan sudah tidak ada di dunia ini. Mbah Yahya-lah yang menyelamatkan Evan, membawanya ke rumah sakit ketika nyawanya hampir melayang.
Tanpa banyak berpikir, Evan yang saat itu kehilangan banyak darah, dibantu dengan darah Mbah Yahya. Mbah Yahya juga memberikan perawatan yang sangat baik dan memadai sehingga Evan pulih dengan kondisi yang sempurna.
Mungkin bagi orang lain, Mbah Yahya bukanlah orang baik. Tapi bagi Evan, pria itu adalah malaikat penolongnya. Karena di zaman sekarang, jarang sekali menemukan orang yang mau membantu orang asing sebaik itu.
"Iya, Umi. Lagi banyak yang membeli," jawab Evan, sambil mengulurkan tangannya dan memberikan sebuah kantong plastik putih yang dipegangnya sejak tadi. "Ini untuk Umi. Tadi saat pulang, aku sempat mampir dan melihat penjual kue pukis. Umi suka sekali dengan kue pukis, kan?"
"Waahh... sampai sekarang kamu masih ingat kesukaan Umi. Terima kasih, Nak," Umi Mae dengan senang hati mengambil plastik tersebut, lalu mencium kening Evan penuh kasih sayang.
"Sama-sama. Bagaimana mungkin aku bisa lupa makanan kesukaan Umi sendiri," jawab Evan dengan senyuman.
"Kamu udah makan? Umi tadi angetin sop baso. Umi masak sop baso tadi sore, Nak." Umi Mae bertanya.
"Aku udah makan, Umi. Tapi nggak apa-apa, kalau aku kebangun nanti, aku akan makan lagi," jawab Evan.
"Baiklah, sekarang masuklah ke kamarmu dan istirahat. Jangan lupa melaksanakan sholat isya, Nak, kalau kamu belum melakukannya," pesan Umi Mae.
"Iya, Umi." Evan mengangguk, lalu melangkah menuju kamar dan perlahan membuka pintu. Namun, tiba-tiba matanya membulat saat melihat Gisel yang tertidur di atas kasurnya. "Lho, Umi, kenapa dengan mataku?" Evan berpikir bahwa dia mungkin salah melihat, sehingga mencoba mengucek kedua matanya.
"Ada apa dengan matamu, Nak?" Umi Mae mendekat dengan rasa khawatir, memperhatikan bola mata Evan.
"Aku melihat ada Gisel di atas kasur, dia sedang tidur. Aneh banget 'kan, Umi?"
"Aneh gimana sih, Nak?" Umi Mae tampak tidak mengerti maksud Evan. Terdengar membingungkan apa yang dia katakan. "Memangnya Gisel nggak boleh tidur dikasurmu?"
"Bukan nggak boleh." Evan menatap Umi Mae dengan perlahan. "Tapi dari mana datangnya dia, kok tiba-tiba udah ada di sini? Kan aneh banget."
"Tadi siang Gisel ke sini, Nak. Diantar adiknya." Umi Mae menjelaskan
"Kok bisa?" Evan semakin bingung, dan Umi Mae juga semakin tidak mengerti. "Maksudku, kenapa dia bisa tau aku pindah ke sini, sedangkan aku nggak memberitahunya?"
"Umi yang memberitahu, Baaang!!" sahut Gisel tiba-tiba. Membuat anak dan ibu itu saling menatap ke arahnya. Perempuan itu terlihat sudah bangun dan duduk di kasur. "Kenapa memangnya, kalau aku ada di sini? Apa dilarang? Kok Abang tega sih, sama aku?" tanyanya dengan raut kesal.
...Yaaa jelas dilarang laaah... Usir aja dia, Bang 😆😆...
jadikan ini sebuah pelajaran berharga didalam kehidupan bang evan, ternyata berumah tangga itu butuh ketulusan hati, cinta dan kepercayaan, jika didasari dengan kebohongan apalagi sampai ingin melenyapkan itu sudah keterlaluan
buat kak Rossy semangat 💪, jujur aku suka ceritanya kak, seru buatku, malah selalu nunggu up tiap hari
alurnya itu unik dan bikin penasaran cuman pas up pendek banget thor🥲
sabar bang Evan masih ada Risma yang setia menunggu
jangan cepat ditamatin 😭