Wulan Riyanti merebut suami adiknya lantaran dia diceraikan sang suami karena terlalu banyak menghamburkan uang perusahaan. Tia sebagai adik tidak tahu bahwa di balik sikap baik sang kakak ternyata ada niat buruk yaitu merebut suami Tia.
Tia tidak terima dan mengadukan semua pada kedua orangtuanya, akan tetapi alangkah terkejutnya Tia, karena dia bukan saudara seayah dengan Wulan. Orang tua Ita lebih membela Wulan dan mengijinkan Wulan menjadi istri kedua Ridho-suami Tia.
Rasa sakit dan kecewa Tia telan sendiri hingga akhirnya Tia memutuskan untuk bercerai dan hidup mandiri di luar kota. Suatu kebetulan dalam kesendiriannya Tia bertemu dengan sang mantan suami Wulan yang bernama Hans. Bagaimana kisah Cinta Tia dan Hans selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aryani Ningrum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
"Maksud, Ibu?" Hans menutup laptopnya saat ibunya mengajak berbicara.
"Iya, Hans. Ibu ingin ada yang menemanimu saat ibu di panggil Sang Pencipta," balas Ningsih menatap sendu ke Hans.
Hans nampak salah tingkah, di hatinya juga sudah mulai merasakan debaran yang aneh saat berhadapan dengan Tia.
"Bu, belum tentu Tia mau. Hans takut jika Tia menolak Hans, Bu. Selama ini, komunikasi aku dan Tia hanya sekedarnya saja. Mungkin luka hati Tia belum sembuh," sahut Hans.
Ningsih menghela nafas kasar, dia sudah menganggap Tia sebagai putrinya sendiri.
"Hans, berusahalah menyembuhkan luka hati Tia. Luangkan waktumu untuk mengejar Tia. Dia seorang gadis yang baik, sangat sempurna dijadikan istri. Jangan sampai Tia membuka hati pada orang lain, kamu tidak mau 'kan itu terjadi?" Kata Ningsih lagi.
"Bu, jangan begitu. Hans tidak tahu harus bagaimana. Hans merasa canggung saat berbicara pada Tia," balas Hans berkata jujur. Memang Hans seperti anak ABG yang pertama kali jatuh cinta.
Ningsih tersenyum, dia merutuki kebodohan anaknya.
"Masa kau tidak tahu cara menaklukkan hati wanita? Apa perlu ibu yang harus mengatakannya pada Tia?" sambung Ningsih lagi.
Hans terperangah dengan jawaban ibunya, bisa malu jika ibunya turun tangan hanya untuk menakhlukkan hati seorang wanita.
"Janganlah, Bu. Walaupun begini, Hans tidak mau dibilang anak kecil, masa iya mau bilang cinta pada wanita harus mengajukan ibunya! Huft!" Hans menepuk dahinya sendiri.
"Makanya katakan sendiri! Jika sampai satu bulan kau tidak bisa mendapatkan Tia, maka ibu yang akan mengatakannya!" Ancam Ningsih.
Hans membulatkan mata, mendengar sang ibu sudah mengancamnya.
"Gawat! Mau di taruh di mana mukaku ini, Ya Allah berilah petunjuk-Mu!" Bathin Hans. Dia takut jika ibunya benar-benar akan melaksanakan ancamannya.
"Do'akan Hans, Bu. Semoga Hans bisa menakhlukkan hati Tia," ucap Hans.
Ningsih tersenyum mendengar perkataan anaknya, usaha dia untuk memengaruhi Hans berhasil. Kini tinggal Ningsih memmbujuk Tia pelan-pelan.
Lembayung senja perlahan merangkak menuju malam, hati Hans diliputi kebahagiaan. Ibu yang dia sayangi, memberinya restu untyk mengejar wanita yang kini mengisi hatinya yang sunyi.
Menjelang makan malam, seperti biasa Tia akan memanggil Ningsih dan Hans untuk makan malam bersama.
"Tia, mana Hans? Apa dia sedang sakit? Biasanya dia tidak akan melewatkan makan malam dengan kita. Bisa kau tengok dia di kamarnya, Tia?" titah Ningsih membuat Tia salah tingkah.
"Mmm ... Kak Hans, mungkin baru sibuk menyelesaikan pekerjaannya, Bu. Tia takut nanti malah mengganggu kak Hans," jawab Tia menunduk. Ada rona merah menyemburkan di pipinya yang putih.
"Tia, kasihan Hans jika tidak dibangunkan. Ibu minta tolong, ya ...." Ningsih menatap Tia dengan tatapan memohon.
"Baiklah, Bu. Tia akan membangunkan kak Hans." Tia tidak tega untuk menolak, dia pun menuruti keinginan Ningsih.
Ningsih tersenyum melihat Tia berhasil dia bujuk. Ningsih berharap ada kejadian yang menyenangkan di antara Hans dan Tia.
Dengan langkah ragu -ragu dan takut, Tia melangkah mendekati kamar Hans. Tia mengambil nafas dan mengeluarkannya dengan kasar, dia berusaha menetralkan degup jantungnya yang berpacu dengan kencang. Tia tidak tahu mengapa dia begitu gugup hanya untuk memanggil Hans makan malam.
Tok ... Tok ....
"Kak Hans, waktunya makan malam. Kakak sudah ditunggu ibu di meja makan," ucap Tia agak keras. Namun, tidak ada jawaban dari dalam kamar tersebut.
Tia mengulang lagi memanggil Hans hingga tiga kali. Tidak ada jawaban sedikitpun dari dalam kamar. Tia memberanikan diri memutar gagang pintu yang ternyata tidak terkunci.
Tia memutuskan akan masuk ke dalam kamar Hans, dia takut jika terjadi apa-apa dengan Hans. Dengan langkah yang tak bersuara, Tia masuk ke kamar Hans. Tia memendarkan pandangannya menyapu seluruh ruangan kamar Hans. Tia mendapati Hans yang sedang tertidur di ranjangnya dengan masih memakai kemeja.
Tia perlahan mendekati Hans sambil memanggil namanya.
"Kak, ayo kita makan malam dulu. Ibu sudah menunggu kita," ucap Tia sembari mendekat ke arah ranjang. Namun sayang, panggilan Tia tidak dijawab Hans. Dia masih memejamkan kepala.
Tia semakin curiga, dia memberanikan diri memegang kening Hans. Tia terkejut, ternyata benar perkiraannya jika Hans sedang sakit. Kening Hans terasa panas di tangan Tia.
gunawan, ayah shinta
Bbrp novel yg kubaca sering menulis kata 'minim'
Seharusnya 'minimal'...itu yg dipelajari dlm pelajaran bahasa Indonesia
Bacanyapun jd lbh enak 🙏
Thor lupa ya....