Moza merasakan hari pertama magang seperti sebuah bencana karena harus berurusan dengan atasannya. Tugas yang dia terima terkadang tidak masuk akal dan logika membuatnya emosi jiwa. Sadewa, produser Go TV. Dikenal sebagai playboy karena pesonanya membuat banyak wanita berada di sekitar hidupnya.
===
“Jangan suka mengumpat di belakangku, mana tahu besok malah jatuh cinta.” Sadewa Putra Yasa.
=====
Kelanjutan dari Bosku Duda Arogan dan Bosku Perawan Tua.
Follow IG : dtyas-dtyas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23 ~ Cinta Atau Nafsu
Gelisah, galau dan merana yang dirasakan Moza mendadak hilang setelah Dewa menghubunginya. Meskipun obrolan mereka di telpon tidak seperti pasangan saling cinta pada umumnya, paling tidak Moza ada keyakinan kalau Dewa memang serius. Tinggal melihat bagaimana langkah dan solusi menyelesaikan hubungan dengan para wanita yang ada di sekitaran pria itu.
Karena hari minggu, suasana rumah terlihat lebih santai. Arya dan Sarah berada di beranda rumah, berbincang ringan sambil menikmati teh hangat. Gita berbaring malas di sofa sibuk dengan remote tv. Gilang baru kembali dari luar kota tengah malam dan sekarang bisa dipastikan masih terlelap.
“Sepi amat," ujar Mada yang masih berkeringat karena aktivitas jogging yang dilakukan tiap minggu pagi dan sore di hari-hari tertentu.
“Coba lihat Moza, mama belum ada lihat dia turun deh,” titah Sarah.
Tidak lama terdengar teriakan Gita, sepertinya Mada iseng saat melewati gadis itu. Sarah hanya menggelengkan kepala.
“Mada itu mirip kamu banget, Ar.”
“Masa?” tanya Arya meletakan ponsel dan mencari cangkir.
“Iya, iseng dan jahilnya. Moza juga sama sih, tapi kadang-kadang aja.”
“Baguslah kalau mirip aku, artinya mereka memang keturunan Arya Bimantara,” ungkap Arya sambil menepuk dadanya.
Sedangkan di lantai dua, tepatnya di kamar Mada yang baru saja membersihkan diri dan mengganti setelan rumah. Pria itu menuju kamar Moza, membuka pintu tanpa mengetuk. Masih gelap, karena penghuni kamar masih terlelap. Menarik sebagian tirai pintu balkon dan jendela agar ada cahaya masuk.
Moza meringkuk di bawah selimut, Mada menghempaskan tubuh di samping gadis itu. seraya memanggil agar segera terjaga.
“Mentang-mentang libur, nggak gitu juga kali,” cetus Mada lalu mengulurkan tangan hendak menggoyang tubuh Moza. Dahi pria itu mengernyit mana kala merasakan hawa tubuh Moza. “Panas,” ucapnya lalu beranjak duduk dan menyibak selimut. Terlihat Moza seperti menggigil dengan titik-titik keringat di dahi.
“Za, lo demam?” tangan Mada kembali menyentuh kening, pipi dan tangan adiknya memastikan kalau gadis itu memang tidak sehat. “Marah sama gue boleh, tapi nggak usah sakit juga kali.”
Mada beranjak meninggalkan kamar Moza dan menyampaikan kondisi gadis itu pada orangtuanya. Berlama di balkon dengan cuaca berangin bahkan sempat turun hujan lalu tidur lebih malam dari biasanya, membuat tubuh Moza protes.
Setelah makan dan minum obat, gadis itu kembali terlelap. Mada khawatir dengan kondisi kembarannya, masih berada di kamar gadis itu padahal Sarah mengajaknya keluar dan membiarkan Moza istirahat.
“Perlu panggil dokter?” tanya Arya melihat Sarah sudah kembali.
“Lihat nanti sore, kalau belum turun juga demamnya boleh kita panggil dokter.” Atensi pasangan itu beralih karena gerbang perlahan terbuka dan sebuah mobil yang jelas mewah perlahan memasuki area kediaman mereka dan terparkir rapi di samping deret mobil milik penghuni rumah.
“Siapa ya?” tanya Sarah.
“Entah,” jawab Arya.
“Oh, Sadewa,” ucap Sarah melihat pria yang dia kenal keluar dari mobil lalu menghampiri mereka.
“Pagi Pak Arya dan Ibu Sarah,” sapa Dewa lalu menyalami pasangan itu.
“Pagi, kalau di rumah jangan panggil bapak dan ibu. Om, tante aja biar berasa masih mudah,” usul Arya disambut Dewa dengan senyum.
“Memang masih muda kok,” ujar puji Dewa yang duduk di sofa setelah dipersilahkan oleh Sarah. Pria itu menyampaikan tujuannya untuk menemui Moza, juga mengakui kalau ada perasaan dengan putri dari pasangan di hadapannya.
Sarah dan Arya saling tetap mendengar hal itu.
“Saya tidak masalah. Silahkan saja selama Moza memang nyaman untuk kalian mengenal lebih jauh, tapi untuk rencana yang lebih serius sepertinya masih terlalu dini. Biar Moza menyelesaikan kuliahnya dulu.”
Sarah hanya diam mendengarkan pernyataan Arya, meskipun dia rela saja kalau Moza harus menikah muda.
“Tapi Moza sedang sakit, kayaknya kalian tidak bisa pergi.”
“Sakit tante?” tanya Dewa dan dijawab sarah dengan anggukan kepala.
Apa sawan ya karena semalam gue mau maksa datang dan lamar dia.
“Hanya demam saja dan barusan tidur lagi, habis minum obat.”
“Tadinya mau ajak Moza keluar, tapi kalau sakit mau gimana lagi. Pengennya saya lihat keadaannya, tapi kayaknya nggak boleh ya?”
Sarah tersenyum. “Boleh saja kalau Moza bisa turun, tapi sekarang Mozanya tidur.”
Dewa tidak langsung pulang, masih berbincang dengan orangtua Moza. Tentu saja membahas masalah bisnis, apalagi Sarah akan menjadi investor di Go Tv.
“Minggu depan Om?”
“Iya, kebetulan ada acara di sana. Sekalian saya akan bawa keluarga, kalau mau kamu dan Fabian boleh rencanakan penandatanganan kerjasama di sana saja,” jawab Arya.
“Baik Om, nanti saya sampaikan ke Om Fabian.”
Kebetulan Mada turun lalu saling sapa dengan Dewa. “Udah ganteng aja Bang, mau kemana?” tanya Mada menyindir Dewa.
Gue emang ganteng kali, batin Dewa.
“Ada perlu sama Moza, tapi katanya lagi sakit.”
“Sambil tunggu dia bangun, ikut gue bang,” ajak Mada, Dewa pun patuh dan pamit pada Arya juga Sarah. Mengikuti langkah Mada menuju beranda samping rumahnya.
Dewa sadar tidak akan mudah mendapatkan Moza, selain Arya ada Mada -- kembaran Moza. Hati sang gadis belum bisa ditaklukan dan kini harus menghadapi dua pria yang protektif.
“Duduk dulu bang, kita ngobrol-ngobrol.”
Kedua pria itu duduk bersisian hanya terhalang meja kecil. Harus Dewa akui, ejekan Daddynya kalau dia lemah dan tidak bisa diandalkan. Baru menghadapi kakaknya Moza saja sudah kebingungan.
“Lo suka sama Moza?”
“Iya,” jawab Dewa singkat dan tidak ingin kelihatan kalau dia agak gugup macam sedang berada di depan penguji sidang skripsi.
“Tapi umur kalian jauh Bang, Moza ‘kan masih dua satu.”
“Tapi saya serius dan Moza tahu itu.”
“Gue keberatan karena yang gue tahu lo agak player juga.”
“Itu masa lalu dan dalam pencarian cinta sejati, saat bertemu Moza saya tahu kalau dia yang selama ini saya cari. Kalau orang tua kalian mengizinkan, saya ingin langsung menikah.”
“Ck, lo cinta apa nafsu.”