Duda Kepentok Janda

Di rekaman kedua memperlihatkan saat Grisel sengaja merusak gaun yang didesain Joya, tampak jelas jika Grisel sengaja melakukannya. Rekaman itu kini ditonton oleh jutaan orang yang ada di negara itu.

Sang manager terkejut dengan yang dilakukan Grisel, sampai-sampai menutup mulut karena tak menyangka jika modelnya akan berbuat seperti itu.

“Gris!” Claudia langsung menoleh dan menatap ekspresi wajah Grisel.

Grisel begitu geram, hingga membanting piring yang dipegang. “Sial! Kenapa ada yang merekamnya?”

Manager Grisel begitu terkejut saat modelnya itu membanting piring hingga berserakan di lantai, belum lagi Grisel menjambak rambut di kedua sisi kepala, menandakan jika wanita itu begitu sangat tertekan.

“Gris, kamu tidak apa-apa?” tanya Claudia yang cemas.

“Bagaimana bisa kamu bertanya apakah aku tidak apa-apa, hah?” Grisel bicara dengan suara begitu lantang, menatap sang manager dengan mata merah seakan siap meluapkan kemarahan.

Kini bukan hanya kemarahan tapi juga ketakutan tengah menyelimuti hati Grisel. Dia yang terbiasa melakukan sesuatu dengan sempurna, kini harus terseok karena telah menantang orang yang salah. Dalam tayangan infotainment itu, Kenzo bahkan ayah Kenzo sebagai pemilik perusahaan, meminta agar Grisel melakukan konferensi pers untuk meminta maaf kepada Joya juga perusahaannya yang telah dihina.

Sang manager terus memperhatikan sikap Grisel, melihat jika modelnya itu sangat frustasi.

“Gris, menurutku lebih baik kamu menuruti perintah untuk meminta maaf, atau kariermu akan semakin hancur,” ujar sang manager memberi saran.

Grisel langsung menatap sang manager begitu mendengar ucapan wanita yang sudah mengatur semua jadwal dan juga pekerjaannya selama bertahun-tahun ini.

“Bagaimana aku bisa mengalah dengan wanita sialan itu?” Seolah tak puas dengan rasa malu, Grisel terus marah dan masih tak menyadari kesalahannya.

“Aku hanya memberi solusi, ini juga demi kebaikanmu! Jika kamu terus seperti ini, maka yang ada semua orang akan menjauhimu. Awal masalah ini sebenarnya dari dirimu, kamu yang tidak bisa melepas masa lalu, serta masih terus ingin menjatuhkan gadis yang ternyata memiliki banyak pendukung di belakangnya. Apa kamu tidak sadar jika kariermu di sini dipertaruhkan?” Claudia awalnya bicara dengan suara lantang, tapi kemudian sedikit menurunkan nada bicara, karena tahu jika Grisel tidak akan bisa diajak diskusi jika dalam kondisi marah.

“Diam kamu!” bentak Grisel.

Claudia terkejut mendengar modelnya itu membentak dirinya.

“Jika kamu tidak bisa diam, atau masih memintaku untuk membuat pernyataan maaf, maka pergi saja dari sini!” Usir Grisel tanpa berpikir dan melihat, siapa wanita yang kini diusirnya.

Sang manager sangat terkejut, tak habis pikir kenapa Grisel tidak mau mengakui kesalahannya sama sekali.

“Oke!” Sang manager mengambil kasar tas yang ada di sofa. “Kamu sejak dulu memang keras kepala, selalu menuruti ego dan tidak memikirkan resiko! Lihat hasilnya sekarang, karirmu sudah diujung tanduk pun masih tidak mau mendengarkan saran orang lain! Aku lelah menghadapimu!”

Bukannya Claudia tak ingin membantu, hanya saja sudah lelah dengan sikap Grisel yang semakin tahun semakin menggila. Ia lantas memilih meninggalkan rumah itu, tak ingin menghadapi Grisel yang sedang emosi.

“Pergi saja! Pergi sana! Dasar tak guna!” teriak Grisel meluapkan emosi.

Dia tertekan, marah, dan takut, tapi tak mau mengakui dan terus menerus menunjukkan keegoisannya karena tak mau menerima kekalahan. Dia bahkan membanting semua yang ada di meja untuk meluapkan rasa kesalnya.

“Sialan!” teriaknya penuh emosi.

Pembantu rumahnya merasa takut melihat Grisel yang seperti itu, memang bukan sekali ini majikannya itu mengamuk dan menghancurkan barang yang ada, tapi entah kenapa kali ini majikannya itu begitu menakutkan.

“Nyonya, maaf.” Pembantu itu mendekat dengan takut-takut.

Grisel menoleh dengan dada naik turun menahan amarah, sebelum kemudian mengguyar rambut ke belakang.

“Ada apa?” tanya Grisel dengan suara keras.

“Itu … ada yang mencari.” Pembantu itu menunjuk ke arah ruang tamu.

“Siapa?” tanya Grisel, mencoba meredakan amarah dan merapikan rambut yang berantakan.

“Katanya pengacaranya Tuan Farzan,” jawab pembantu Grisel.

Amarah Grisel semakin meluap, kenapa Farzan harus mengirim pengacara saat dirinya benar-benar sedang dalam posisi tertekan.

“Sepertinya dia sangat ingin bercerai denganku. Baiklah, akan aku kabulkan!” geram Grisel sebelum kemudian menemui pengacara Farzan.

Grisel pergi ke ruang tamu dan melihat pengacara Farzan sudah menantinya. Dia lantas duduk dengan angkuh menyilangkan kaki sambil menatap pria yang umurnya lebih tua darinya.

“Mana berkasnya! Biar aku tandatangani biar cepat selesai! Bukankah dia ingin begitu!” Grisel bicara dengan nada sindiran.

Pengacara Farzan hanya membalas sindiran Grisel dengan senyum tipis, sudah tidak terkejut karena tahu akan sifat istri kliennya.

“Anda hanya perlu tandatangan di sini.” Pengacara itu meletakkan berkas percerain ke meja, serta menunjuk bagian yang harus ditandatangani Grisel.

Tanpa pikir panjang Grisel langsung membubuhkan tanda tangan, kemudian berdiri dan mengabaikan orang kepercayaan suami yang sebentar lagi akan menjadi mantan.

“Benar angkuh,” gumam pengacara Farzan melihat Grisel yang tampak tidak menyesal akan bercerai dengan Farzan.

**

Di perusahaan Farzan. Pria itu ternyata menyaksikan konferensi pers yang dilakukan Joya dan Kenzo, sebelum kemudian menggeleng kepala pelan.

“Kamu sudah menyalakan api, Gris. Sekarang api itu sendiri yang membakarmu.”

Farzan merasa kasihan dengan Grisel, tapi rasa kasihan itu sendiri tidak ada gunanya untuk wanita angkuh itu. Mungkin jatuh adalah salah satu cara untuk menyadarkan wanita itu dari keegoisan dan keangkuhan selama ini.

“Semoga setelah ini kamu sadar jika jalan yang kamu tempuh sudah salah.”