Mihika Yodha yang menyamar sebagai karyawan baru pada salah satu perusahaan milik Ayahnya. Berada pada situasi dimana Mihika harus menikah dengan Arka, direktur perusahaan Ayahnya. Berusaha mengungkap segala permasalahan perusahaan juga sebagai asisten dan istri dari Direktur perusahaan milik ayahnya tidak membuat Mihika putus asa.
“Jangan harap aku akan berlaku seperti seorang suami, karena kamu bukan wanita idamanku,” ujar Arka tanpa mengetahui identitas asli Mihika termasuk wajah asli istrinya.
Arka benar-benar serius dengan ucapannya. Tidak menghargai Mihika sebagai istrinya, bahkan tetap berhubungan dengan wanita lain. Mihika mengira jika Arka adalah dalang dibalik masalah perusahaan. “Arka, kamu akan menyesal telah berbuat jahat termasuk menghina hubungan ini. Saat kamu menyesal semua sudah terlambat,” ucap Mihika lirih.
Bagaimana kelanjutan kisah antara Mihika dan Arka? Karma atau Cinta dibayar tunai yang akan diterima Arka dan Mihika.
IG : dtyas_dtyas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Surat Nikah
"Pak Arka. Lepasin Pak."
Arka tersenyum menikmati momen pemandangan tubuh Mihika yang berada di atas tubuhnya.
"Apanya? Handuk kamu mau aku bantu lepaskan? Boleh," goda Arka.
"Pak Arka jangan aneh-aneh. Aku sudah rugi banyak, tubuh aku dilihat Pak Arka. Ini apalagi yang menonjol. Aaaaa."
Arka hanya terkekeh, kemudian melepaskan tangannya dari pinggang Mihika. Mihika beranjak bangun sambil terus bergumam menghardik Arka dengan tangan memastikan handuk tidak jatuh.
Brak.
Mihika menghempaskan pintu walk in closet dan menguncinya. "Dasar Bos mesum,” pekik Mihika.
Mihika mencari Arka untuk membicarakan masalah mereka, khawatir jika ada hal yang terjadi di antara Arka dan Mihika apalagi jika itu hanya menyebabkan kerugian di pihak Mihika.
“Kemana orang itu?” Mihika tidak menemukan Arka di apartemen, menduga jika Arka sedang ada kegiatan di luar. Menunggu hampir tengah malam, tapi tidak ada juga. Mihika memilih lebih dulu menuju alam mimpi dengan berbaring di sofa yang ada di kamar Arka.
***
“HIKA!”
“Hm.”
“HIKA!”
“Ya ampun, perasaan alarm pilih dering dan notifnya yang enak di telinga. Kenapa ini malah suara cempreng Pak Arka sih,” gumam Mihika masih dengan mata terpejam.
“Hika, bangun atau aku siram!”
Mihika langsung beranjak bangun mendengar ancaman Arka. “Pak Arka, kenapa sih nggak bisa lihat aku tenang. Nggak di kantor nggak di rumah, teriak-teriak mulu.”
“Kamu lihat ini jam berapa? Aku nggak mau tahu pokoknya aku harus tiba tepat waktu di kantor. Siapkan pakaian dan sarapan aku.”
“Hahh.”
“Untuk sarapan aku akan makan di kantor.”
“Nggak ada ya, aku juga udah kesiangan dan ....”
“Tidak ada penolakan, pokoknya kerjakan apa yang aku perintahkan.” Arka beranjak meninggalkan Mihika yang masih mengoceh, menuju kamar mandi.
***
Sudah lebih dari seminggu Arka dan Mihika tinggal bersama semenjak mereka menikah. Aditya tidak mengijinkan Mihika kembali tinggal di rumahnya karena sudah menjadi seorang istri.
Setiap hari selalu diwarnai dengan perseteruan dan ejekan, jauh dari kata harmonis. Pagi ini Arka sudah bersiap sedang memakai jasnya saat bel pintu apartemen berbunyi. “Hika,” panggilnya.
Mihika tidak menjawab langsung bergegas menuju ruang tamu dan membuka pintu, menjawab perintah Arka hanya membuat mereka saling memaki.
“Pak Arka, ini ada paket,” ujar Mihika.
Arka yang sedang mematut di depan cermin memastikan penampilannya sudah sempurna, mengernyitkan dahinya mendengar Mihika mengatakan ada paket untuknya.
“Dari siapa?” tanya Arka. Mihika hanya mengedikkan bahunya dan menyerahkan kotak terbungkus kertas copy dengan penerima tertera nama lengkapnya. Pengirimnya tidak terlalu lengkap membuatnya semakin curiga siapa yang mengirimkan paket tersebut.
“Buka aja sih, kalau penasaran,” tutur Mihika yang masih berdiri di samping Arka. Dia pun penasaran dengan isi paket tersebut.
Arka akhirnya membuat paket yang diterima dan keduanya terkejut ternyata isi paket tersebut adalah surat nikah Mihika dan Arka.
“Mereka benar-benar mendaftarkan pernikahan kita?” tanya Mihika membuka salah satu buku kecil yang ternyata buku nikah.
Arka menghela nafasnya, berniat akan mentalak Mihika beberapa bulan kedepan tapi niatnya harus kandas mengingat akan lebih sulit bercerai dimana sudah tercatat oleh negara.
“Sepertinnya ada yang harus kita bicarakan dan sepakati,” ajak Arka. Mereka menunda keberangkatan ke kantor karena harus memperjelas masalah hubungan diantara mereka.
“Kita menikah bukan karena cinta, meskipun kita berdua sepakat untuk menjalani tapi untuk saat ini aku tidak bisa menerima kamu sebagai istri. Biarlah kita hidup dengan urusan masing-masing. Kamu boleh melanjutkan hubungan dengan kekasihmu, begitu pula aku.”
Mihika hanya diam, dia khawatir jika ayahnya tahu dia menikah dengan kesepakatan begini sudah pasti hanya akan membuatnya sedih mengetahui putrinya mempermainkan pernikahan.
“Kamu berangkatlah sendiri, aku tidak ingin jika diantara kita menjadi bahan gunjingan atau kamu akhirnya jatuh cinta denganku.”
“Percaya diri banget sih Pak. Siapa juga yang jatuh cinta dengan Pak Arka.” Mihika tidak ingin berbasa basi lagi dan memilih berangkat meninggalkan Arka.
Sampai dengan siang hari, Mihika dan Arka berada dalam situasi canggung. Mihika sengaja tidak menyapa dan acuh kecuali ada hal yang mengharuskan dia berkomunikasi dengan Arka. Termasuk saat ini, Mihika yang berada di kantin perusahaan memilih meja lain dari pada harus makan bersama Arka dan jajaran manajemen. Hanya Lela yang terlihat sangat semangat dan aktif mendekati Arka.
“Hei, kemana saja baru terlihat,” sapa Dio pada Mihika.
“Kemarin-kemarin aku sibuk karena jadwal Pak Arka yang cukup padat,” sahut Mihika.
Arka ternyata menyaksikan interaksi yang terjadi antara Dio dan Mihika. Apalagi dilanjutkan dengan candaan yang cukup kentara jika diantara mereka ada ikatan berbeda.
“Ini berkasnya.” Mihika menyerahkan map ke hadapan Arka ketika mereka sudah melanjutkan kembali aktivitas.
"Pria tadi, kekasih kamu?" tanya Arka.
"Hahhh."
anjayy beuuddd....