[ Beberapa Bab belum di revisi ] Mohon maaf jika tidak update, ya. 🙏
Berkisah dari seorang gadis cantik yang bernama Amelia Andini Wijaya. Gadis yang kerap disapa Amel memilik sahabat yang sudah bagaikan saudara baginya, namun sahabatnya itu malah mengkhianatinya. Sahabat Amel berselingkuh dengan seseorang yang paling Amel cintai.
Hubungan Amel kandas setelah 3 tahun bersama. Membuat Amel begitu frustasi tak dapat menerima pengkhinatan dari sahabat dan pacarnya.
Demi melampiaskan rasa sakit hatinya, Amel memutuskan untuk mencari seorang gigolo. Hingga malam itu terjadilah penyatuan tanpa cinta.
3 tahun kemudian. Amel menyandang status sebagai seorang singgle Mommy. Amel dibantu Si Tukang ojek online cantik yang dianggapnya seperti adik kandungnya sendiri.
Tidak disangka-sangka seorang gigolo yang melakukan malam bersama Amel adalah seorang CEO sekaligus Direktur perusahaan besar yang ada di kota H.
Bagaimana kehidupan mereka setelah itu?
Simak ceritanya di sini.😉
Happy Reading All! 📚☺
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irwti Asnn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
FOMC part 21
Mereka melihat gelas berserakan di atas lantai sedangkan Azka terkulas lemas.
Arya berlari kecil menghampiri Azka,membantunya berdiri, berjalan pelan dan membaringkan Azka di sofa yang berada di ruangan itu. Sedangkan Amel memgambil air hangat untuk meminumkannya pada Azka.
"Pak, minum dulu air hangatnya," ucap Amel menyodorkan segelas air hangat pada Azka. Amel menopang kepala Azka dengan sebelah tangannya, dan tangannya yang lain memberikan gelas ke mulut Azka agar Azka dapat meminumnya.
"Nona, kalau pekerjaan anda sudah selesai, sebaiknya anda pulang saja dulu. Saya akan mengatar Tuan pulang untuk beristirahat di rumah," ucap Arya.
"Sebaiknya kita bawah saja Pak Azka ke rumah sakit," saran Amel yang mengkhawatirkan kondisi Azka saat ini.
"Maaf Nona, Tuan tidak suka bau yang berada di rumah sakit," terang Arya.
"Gimana nih, Si Bongkahan es ini sakit karena diriku. Jika dia mati gimana?" Batin Amel.
"Ya sudah, begini saja. Saya akan ikut ke rumah Pak Azka." Pinta Amel.
"Tidak usah Nona, biar saya saja yang menemani Tuan."
"Tidak apa-apa Pak,semua ini salah saya,jika saya tidak mengajak Pak Azka makan bakso, pasti semuanya tidak akan terjadi seperti ini," ucap Amel sendu.
"Amel perhatian sekali dengan kondisi Azka."
"Baiklah Nona."
Arya membangunkan Azka dan membantunya berdiri lalu memapahnya dan berjalan menuju pintu. Amel yang melihat Arya kewalahan saat memapah tubuh Azka pun ikut membantu.
"Pak, biar saya bantu," ucap Amel berjalan mendekat ke arah Arya yang sedang memapah Azka.
"Baiklah Nona, bantu saya memapah Tuan di sebelah kanannya," ucap Arya.
Tanpa menjawab Amel langsung menuruti perkataan Arya. Setelah turun dari lift pribadi milik Azka mereka berjalan melewati ruangan para karyawan.
Mungkin hari ini adalah hari keberuntungan bagi mereka, karena hanya ada beberapa karyawan saja yang melihat mereka memapah Azka. Jika tidak sudah dipastikan seluruh ruangan akan heboh dengan kondisi Azka saat ini.
"Apa yang terjadi dengan Pak Azka?" bisik salah satu karyawati.
"Tidak tahu," sahut wanita di sampingnya.
Sesampainya di dalam mobil mereka membaringkan tubuh kekar Azka di jok belakang mobil lamborghini hitam itu. Terlihat wajah Azka sudah pucat merintih menahan sakit di perutnya.
"Sebaiknya aku duduk di jok belakang saja,"batin Amel.
Amel bergerak masuk dan duduk di samping kepala Azka, lalu Amel mengangkat kepala Azka dan membaringkannya di pangkuannya.
"Posisi begini saja tidak apa-apa, asal Si Bongkahan Es ini bisa sedikit menjadi lebih tenang, dia sakit begini juga karena aku," batin Amel.
Arya lebih memilih diam dan melajukan mobil membelah jalan, menuju Apartment milik Azka. Tidak butuh memakan waktu lama mereka sudah tiba di tempat tujuan.
Mereka membopong tubuh Azka, membawanya di kamar pribadinya, dan membaringkannya di ranjang besar yang ada di ruangan itu.
Amel melepaskan sepatu yang di kenakan oleh Azka, lalu menyelimuti tubuhnya dengan selimut. Arya meronggoh saku celananya dan mengambil benda segi empat miliknya di dalam saku.
Arya menelepon seseorang.
Tut ... tut ... tut ...
Teleponnya pun tersambung. "Hallo, Darren."
"Ada apa, Ar? Kamu kok panik begitu?"
"Azka memakan makanan pedas, sekarang perutnya sakit dan sedang terbaring menahan sakit di ranjangnya." Arya berucap tanpa banyak basa-basi.
"Hah, pak Arya menyebut nama Si Bongkahan Es tanpa embel-embel apapun? Biasanya juga panggilannya selalu saja 'Tuan', apa karena terlalu panik kali,ya?" batin Amel, bertanya pada dirinya sendiri, karena tidak sengaja mendengar pembicaraan Arya dengan seseorang melalui sambungan telepon.
"Kamu meneleponku di waktu yang tidak tepat, aku sedang sibuk sekarang! pasienku masih banyak yang antri dan harus segera di tangani. Sekarang kondisinya bagaimana?"
"Lagi tidur. Waktu di kantor kami sudah memberikannya air hangat untuknya."
"Kami? Hm ... mungkin Arya salah bicara," batin Darren.
"Oke, biarkan saja dia tidur. Setelah pekerjaanku selesai, aku akan bergegas ke sana untuk melihat kondisinya."
"Baiklah."
"Oke, bye-bye."
Arya segera mengakhiri sambungan teleponnya, sekilas melihat Azka tertidur pulas dari beberapa menit yang lalu.
Arya melihat Amel yang masih berada di sisi ranjang Azka. "Nona, mari saya antar pulang!" seru Arya.
"Ta-Tapi, bagaimana dengan pak Azka?" tanya Amel gugup, sedikit khawatir.
"Tidak akan terjadi apa-apa dengan Tuan, sebentar lagi dokter akan segera ke sini."
"Tidak terjadi apa-apa bagaimana Pak, wajah pak Azka sudah pucat begitu, ini semua salahku," lirih Amel, merasa bersalah.
"Sepertinya perhatian Amel itu tulus buat Azka," batin Arya, sekilas memperhatikan wajah Amel.
"Nona, ikut saya keluar sebentar! Ada hal penting yang ingin saya sampaikan pada Nona."
Amel mengekori Arya dari belakang dan keluar dari kamar yang Azka tempati, mereka berdiri di luar di depan pintu kamar milik Azka.
Arya memulai obrolannya. "Tuan Azka tinggal sendiri di Apartment ini, hanya ada beberapa pembantu saja yang bekerja di sini, membersihkan Apartmentnya setiap pagi. Sejak kecil, Tuan Azka sudah kesepian, Ayahnya sering mengabaikannya karena sibuk dengan urusan pekerjaan, makanya Tuan terkesan dingin dan kejam. Tapi, entah mengapa akhir-akhir ini Tuan mulai berubah, dia menjadi sedikit aneh," terang Arya.
"Tumben banget Si Kulkas ini bicaranya panjang lebar, biasa juga irit kata. Eh tapi, tunggu ... aneh?" batin Amel.
"Aneh bagaimana, Pak?" tanya Amel penasaran.
"Aneh sejak ketemu sama kamu Mel, karena kamu adalah gadis tiga tahun lalu, yang berhasil mendekatinya," batin Arya.
"Saya juga tidak begitu yakin Nona."
"Kayaknya Pak Arya tidak mau memberitahuku," batin Amel.
"Lalu, bagaimana dengan Ibunya Pak Azka?" tanya Amel penasaran, karena Arya tidak menceritakan tentang Ibu dari Azka.
"Pertanyaanmu ini, hanya Azka yang bisa menjawabnya, kalau kamu mengetahuinya dariku itu tidaklah pantas." batin Arya.
"Maaf Nona, saya tidak bisa menjawab pertanyaan anda."
"Sebenarnya apa yang telah terjadi dengan Ibu dari Si Bongkahan Es? Mengapa Pak Arya engan memberitahuku. Tapi, ya sudahlah aku sebaiknya jangan turut campur dengan urusan pribadinya," fikir Amel.
"Saya tidak akan bertanya lagi, Pak," imbuh Amel.
"Tapi Nona, ini baru pertama kalinya Tuan makan di warung pedagang kaki lima, dan orang yang tidak di marahi Tuan saat menganggu waktu kerjanya adalah Nona."
"Kalau di fikir-fikir iya juga sih.Tapi, tingkahnya padaku membuatku ingin mencekik leher panjangnya itu," batin Amel, sedikit menaggapi apa yang di ucapkan oleh Arya tentang Azka.
"Pak, di sini dapurnya di mana, ya?"
"Mau lakukan apa di sana, Nona?"
"Tolong anterin saya ke dapur, nanti juga Bapak akan tahu," pintah Amel.
"Apa yang akan dia lakukan di dapur? Sebaiknya aku antar saja dia ke sana," batin Arya.
"Mari ikuti saya Nona!"
Arya menuntun Amel pergi ke dapur yang berada di lantai bawah.
Sesampainya di dapur.
"Ini Nona dapurnya," ucap Arya, Amel menanggapi ucapan Arya dengan senyuman.
"Wah, dapurnya mewah sekali," ucap Amel terpesona melihat dapur mewah di depannya.
Amel kemudian menyudahi kesannya dengan dapur dan pergi mengeledah isi lemari yang ada di dapur untuk mencari sesuatu dan semua gerak-geriknya di lihat oleh Arya.
"Apa yang sedang anda cari Nona?"
"Jahe."
"Hah? Jahe?"
"Iya Pak, kok di sini tidak ada, ya?"
"Di sini memang tidak ada jahe Nona, nanti saya menyuruh seseorang untuk belikan jahe dan membawanya ke sini."
Arya keluar dari dapur menelepon seseorang dan menyuruhnya membelikan jahe untuk Amel, walau sebenarnya dia tidak tahu apa yang akan Amel lakukan dengan jahe itu.
Panci dan madu, Amel sempat melihatnya waktu ia mengeledah isi dapur, dia pun mengambil panci dan juga botol madu yang berada di dalam lemari sebagai persiapan jika jahenya sudah ada, kemudian menaruhnya di atas meja.
Arya segera memutuskan sambungan teleponnya dan berjalan menghampiri Amel yang masih berada di ruang dapur.
"Nona, tunggu saja sebentar. Seseorang akan datang mengantarkan jahe yang Nona butuhkan."
"Oke Pak."
"Oh iya, saya titip Tuan Azka ya? Saya akan kembali ke kantor, masih ada pekerjaan yang harus saya kerjakan, nanti kalau ada apa-apa Nona bisa menghubunggi saya."
"Bagaimana saya mau menghubunggi Bapak, nomor Bapak juga saya tak punya," timpal Amel.
"Saya pinjam handphone Nona sebentar," pintah Arya.
Amel mengambil ponselnya yang berada di dalam tasnya, kemudian memberikannya pada Arya, Arya mengambilnya dan mengetik nomor teleponnya, setelah selesai dia memberikan kembali ponsel pada Amel.
"Kalau begitu, saya permisi Nona," pamit Arya, berjalan keluar dari dapur.
"Tunggu sebentar Pak!" teriak Amel, membuat Arya menghentikan langkahnya, berbalik badan melihat Amel.
"Ada apa Nona?"
"Biar saya temani Bapak keluar, hehe." ucap Amel cengengesan.
"Aku fikir ada apa, ternyata mau mengantarku sampai ke depan," batin Arya.
Bersambung ... 🍀
jdi rd MLS klmaan