NovelToon NovelToon
Dendam Keturunan Pendekar

Dendam Keturunan Pendekar

Status: sedang berlangsung
Genre:Perperangan / Action / Balas Dendam
Popularitas:722
Nilai: 5
Nama Author: Abdul Rizqi

Wira adalah anak kecil berusia sebelas tahun yang kehilangan segalanya, keluarga kecilnya di bantai oleh seseorang hanya karena penghianatan yang di lakukan oleh ayahnya.

dalam pembantaian itu hanya Wira yang berhasil selamat karena tubuhnya di lempar ibunya ke jurang yang berada di hutan alas Roban, siapa sangka di saat yang bersamaan di hutan tersebut sedang terjadi perebutan artefak peninggalan Pendekar Kuat zaman dahulu bernama Wira Gendeng.

bagaimana kisah wira selanjutnya? akankah dia mampu membalaskan kematian keluarganya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kesedihan Ratih

Setelah mengatakan hal tersebut nampak nenek Saroh kejang kejang seolah sakratul maut.

Wira membelalakan matanya melihat hal tersebut, ia langsung memegangi kedua pundak nenek Saroh dan berteriak, "Mamak..!!! Jangan tinggalin Wira, Mak!" Teriaknya dengan nada pilu.

Namun seberapa kuat teriakan Wira itu semua tidak dapat merubah takdir ini, setelah mengejang beberapa detik akhirnya nenek Saroh meninggal dunia dengan kelopak mata dan mulut yang tertutup rapat, wajah nenek Saroh begitu terlihat sangat tenang seolah permukaan air.

Wira hanya bisa menangis sesenggukan meratapi kematian ibunya, tanpa Wira sadari luka lama kembali terbuka bersamaan dengan itu mustika hitam bercahaya dengan cahaya kehitaman karena kembali merasakan dendam dari diri Wira.

Wira mengepalkan tangannya erat erat, "aku pasti! Akan membunuh orang itu!" Ucapnya sembari membayangkan wajah Dirga. Wajah seseorang yang tidak pernah ia bisa lupakan seumur hidupnya.

***

Singkat cerita pagi hari berikutnya, Wira meminta bantuan para warga desa Durenombo untuk membantu memakamkan jenasah nenek Saroh.

Waktu berkepanjangan sangat cepat, sore hari telah tiba terlihat Wira berdiri di depan kuburan nenek Saroh sembari membawa sebuah tas besar berisi baju baju..

Tatapannya dalam menatap nisan nenek Saroh, "Mamak, Wira berjanji akan membalas segala kebaikan mamak dengan cara menjaga Kinanti. Namun untuk menikahinya... Wira rasa wira belum tahu pasti, karena jujur Wira masih menunggu kehadiran Ratih..." Ucap Wira kemudian berbalik meninggalkan makam nenek Saroh yang merupakan ibu kedua bagi Wira. .

***

Sementara itu di sebuah restoran mewah terlihat seorang wanita cantik nan manis terlihat tengah mengaduk aduk cocktail di depannya dengan tatapan kosong.

Wanita cantik ini tidak lain tidak bukan adalah Ratih, setelah berpisah dengan Wira Ratih sudah tidak di perbolehkan lagi main terlalu lama di bawah teriknya sinar matahari oleh Patriark Ramon, Ratih juga di larang untuk kembali ke desa karena Patriark Ramon berfikir desa hanya akan membuat putrinya menjadi jelek dan sama sekali tidak mendapati pelajaran hidup apapun.

Oleh karena itu sejak hari perpisahan  itu Ratih tidak pernah kembali ke desa Durenombo hingga umurnya beranjak 20 tahun. Setelah lulus sekolah Ratih melanjutkan kuliah di luar negeri, ia saat ini berada di semarang karena kuliahnya sedang libur.

Ratih berpikir ingin kembali menemui Wira, namun siapa sangka ternyata Ratih di kawal oleh banyak sekali orang, membuat Ratih frustasi bagaimana caranya bisa untuk melewati pengawal orang sebanyak ini.

Ratih terlihat menghela nafas panjang, dia menyenderkan punggungnya ke kursi, ia kembali teringat tentang janjinya di bawah pohon tengah alas Roban saat itu, "ketika kita dewasa kamu harus berjanji padaku Wira kamu harus mau menjadi pansanganku!" Kalimat itu terus teringai ngiang di benak Ratih.

"Aku harus menemui Wira bagaimana pun caranya, setidaknya walaupun aku tidak bisa bersamanya namun aku memberikan kepastian yang jelas untuknya!" Batin ratih.

Ia kemudian berdiri meninggalkan restoran mewah itu begitu saja dengan wajah dingin, para pengawal bayangan langsung mengikuti Ratih dan salah satu di antara pengawal itu terlihat langsung membayar apa yang di pesan Ratih walaupun Ratih belum meminumnya sama sekali.

Ratih memasuki mobilnya kemudian langsung menginjak gasnya dengan kecepatan tidak main main.

Sontak para pengawal bayangan Ratih kaget bukan main.

"Apa yang di lakukan Nona Ratih? Apakah dia ingin bunuh diri?" Tanya salah satu pengawal.

Rekan pengawal lainnya langsung menyela, "Tidak ada waktu lagi, ayo cepat kita hentikan Nona Ratih!" Teriak pengawal lainnya.

Semua pengawal bayangan terlihat memasuki mobilnya masing masing dan mengejar Ratih yang melesat menggunakan mobilnya dengan kecepatan tidak main main.

Terlihat salah satu pengawal mengeluarkan kepalanya dari kaca kemudian berteriak, "nona Ratih harap tenang! Jangan mengebut kami tidak ingin terjadi apa apa terhadap anda!" Teriak pengawal tersebut.

Namun Ratih tidak perduli ia menatap sekilas kaca spion mobilnya kemudian kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan yang tidak masuk akal.

Sementara salah satu pengawal langsung mengejar mobil Nona Ratih dan berusaha menghentikannya.

Akhirnya Ratih memasuki jalanan perdesaan yang di sekelilingnya hanya sawah dan kebun.

Namun tiba tiba salah satu mobil pengawal terlihat memotong jalan dan langsung menghalangi laju mobil Ratih.

Ratih mengerem mobilnya secara mendadak.

Namun sayang sekali jarak mobil pengawal itu terlalu dekat membuat mobil Ratih dan pengawal itu bertabrakan, untungnya Ratih sempat mengerem sehingga Ratih tidak mengalami luka yang parah, kepalanya hanya sedikit terbentuk saja.

Tanpa pikir panjang Ratih langsung membuka pintu mobilnya dan berlari memasuki desa Durenombo yang gapuranya hanya berjarak beberapa meter saja.

"Nona Ratih!" Teriak salah satu pengawal bayangan.

Para pengawal benar benar frustasi melihat Nona mereka yang tiba tiba bertindak aneh seperti ini.

Siapa sangka lari ratih begitu kencang, hingga membuat para pengawal tertinggal jauh di belakang.

Waktu berjalan dengan sangat cepat, akhirnya setelah sekian lama berlari Ratih akhirnya tiba di depan rumah nenek Saroh, tubuhnya membeku ketika dia melihat bendera kuning di pasang di rumah tersebut.

"A.. apa? Siapa yang meninggal? Apakah mamak?" Tanya Ratih dalam hatinya.

Ratih langsung masuk ke dalam rumah itu, siapa sangka pintu rumah itu tidak terkunci Ratih langsung memasuki rumah itu.

"Wira..!!! Mamak...!!!" Teriak Ratih dengan panik.

Karena tidak mendapati ada siapapun di ruang tamu Ratih langsung memasuki kamar nenek Saroh. Ratih mendapati kamar itu kosong, hening karena tidak ada siapapun.

Ratih hendak keluar dari kamar itu dan menuju ke kamar Wira, namun matanya menyipit ketika manik matanya tidak sengaja melihat di atas bantal ada sebuah cincin perak dan di bawah cincin itu ada secarik kertas.

Tanpa pikir panjang Ratih langsung mendekati cincin perak dan secarik kertas itu kemudian mengambilnya.

Ratih menatap dalam cincin perak itu, tanpa ia sadari air matanya menetes ketika mengingat itu adalah cincin mainan yang ia beli dan ia berikan kepada Wira ketika berada di Alas Roban.

"Wira kenapa kamu tidak memakai cincin ini? Apakah karena kamu sudah besar sehingga cincin ini kekecilan di jemarimu?" Tanya Ratih dalam hatinya kemudian ia membaca tulisan di secarik kertas tersebut.

"Ratih aku tidak tahu kamu sekarang berada di mana dan apakah kamu masih mengingat janji kita atau tidak, namun yang pasti aku selalu berada di sini menunggu kehadiranmu dan senyumanmu namun hingga mamak meninggal kamu tidak kunjung kesini... mungkin saat itu dugaanku benar kamu hanya bermain cinta cintaan saja tidak serius dengan ucapanmu, aku tidak masalah dengan hal itu karena aku sudah sangat sering mengalami luka... Semoga kamu bahagia dengan kehidupanmu yang baru Ratih...

Maafkan aku yang tidak bisa menunggumu terlalu lama, karena aku sendiri harus menjalankan amanah mamak yaitu mencari cucunya yang di bawa oleh menantunya, selamat tinggal anak manis semoga kita bisa bertemu suatu hari nanti." Kita kira seperti itulah isi pesan di secarik kertas tersebut.

Ratih begitu terpukul, ia begitu sedih mendapati nenek Saroh yang sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri sudah meninggal dan ia tidak sempat melihat saat saat terakhir beliau.

Di tambah lagi kepergian Wira yang mencari keberadaan cucu nenek Saroh entah kemana, Ratih memang sempat mendengar bahwa cucu nenek Saroh di bawa oleh menantunya namun Ratih sendiri tidak tahu di bawa kemana. Dan di surat itu juga tidak tertulis wira ingin mencarinya kemana.

Lutut Ratih bergetar hebat, satu air mata menetes di pelupuk matanya ia berusaha mengusap air mata tersebut namun tidak bisa karena air mata lainnya menyusul.

Brukk!

Akhirnya lutut Ratih sudah tidak kuat lagi menahan berat tubuhnya, Ratih terjatuh ke lantai dengan berlinang air mata menangis sendirian di kamar nenek Saroh yang sangat hening tanpa ada suara sedikitpun, hanya suara isak pilu Ratih yang terdengar di kamar tersebut.

*

1
Tini Nurhenti
ada yg ngompol gk thor 😄😄🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!