Malam itu sepasang suami istri yang baru saja melahirkan putri pertamanya di buat shock oleh kedatangan sesosok pria tampan berpenampilan serba putih. Bahkan rambut panjang nya pun begitu putih bersih. Tatapannya begitu tajam seolah mengunci tatapan pasangan suami istri itu agar tidak berpaling darinya.
“Si siapa kau?” Dengan tubuh bergetar pasangan suami istri itu terus berpelukan dan mencoba melindungi putri kecil mereka.
“Kalian tidak perlu tau siapa aku. Yang harus kalian lakukan adalah menjaga baik baik milikku. Dia mungkin anak kalian. Tapi dia tetap milikku sepenuhnya.” Jawab pria tampan berjubah putih itu penuh penekanan juga nada memerintah.
Setelah menjawab wujud tampan pria itu tiba tiba menghilang begitu saja menyisakan ketakutan pada sepasang suami istri tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nafsienaff, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 22
Artha membuka pelan pintu kamar Raja dan permaisuri Agung yang tidak lain adalah kedua orang tuanya. Selama mereka tiada baru kali ini Artha kembali masuk ke dalam kamar itu.
Artha menghela napas. Entah kenapa sejak di temukan nya gelang pelindung milik mendiang ibunya, Artha merasa ada sesuatu di balik kepergian kedua orang tuanya. Apa lagi mengingat ayahnya yang sangat kuat dan tak terkalahkan. Bahkan ayahnya juga selalu memenangkan peperangan yang membuatnya begitu sangat di segani oleh raja raja yang lain bahkan maharaja sekalipun.
Pelan pelan Artha mulai masuk ke dalam kamar mewah itu. Meski tidak di tempati namun Artha tetap menyuruh Brama agar kamar itu tetap di rawat dan di bersihkan.
Artha terus diam di dalam kamar itu. Kedua matanya menyapu ke seluruh ruangan mewah yang berisi banyak barang barang mewah dan berharga.
Tiba tiba bayangkan saat dirinya masih kecil dan bermain bola bersama ayahnya melintas. Rasanya Artha seperti sedang menonton pertunjukan Drama tepat di depan kedua matanya.
Artha masih ingat. Dulu dirinya sedang sangat rewel dan. Segala keinginan nya harus cepat di turuti. Dan saat dirinya mengajak sang ayah main bola, ayahnya sedang menyusun strategi perang. Tapi Ayahnya tidak marah. Dia bahkan tidak malu memangkunya di antara para bawahannya. Dan setelah selesai menyusun strategi ayahnya langsung mengajaknya main bola. Mereka bahkan main bola di dalam kamar.
“Ayah.. Kenapa mengajaknya main bola di kamar. Ayolah.. Di taman atau di halaman depan istana kan bisa. Disana lebih luas.”
Artha terkekeh. Tiba tiba ibunya yang begitu cantik dan anggun muncul. Dia menatap kesal pada sang ayah yang malah mengajak Artha main bola di dalam kamar.
“Ayy.. Sayangku.. Suamimu sangat lelah.. Tolong jangan marah..”
“Ayyy... Ibuku yang cantik.. Maafkan anakmu yang tampan ini..”
Artha tidak bisa menyembunyikan tawanya. Betapa konyol dirinya dan ayahnya dulu. Merayu ibunya yang sedang marah adalah hal yang paling menyenangkan untuk nya juga ayahnya dulu.
“Ibunda maafkan dengan satu syarat.” Permaisuri Agung tersenyum penuh makna menatap pada suami dan putranya.
“Apapun sayang.. Kami akan melakukan apapun asal kamu tidak marah.” Ujar Raja Agung semangat.
“Iya sayangku.. Bahkan menguras danau di belakang istana pun akan ayah lakukan asal ibuku sayang tidak lagi marah.” Tambah Artha kecil.
Saat itu Raja Agung terkejut. Bagaimana mungkin putranya malah menambah masalah dengan mengatakan Raja Agung rela menguras danau di belakang istana agar Permaisuri Agung tidak lagi marah.
“Ahh tidak tidak.. Danau itu tidak boleh di kuras. kasihan ikan ikan disana sayang. Ayo katakanlah.. Katakan apa yang kamu inginkan.”
Artha kecil terkikik geli. Menggoda ayahnya yang sedang merasa bersalah merupakan salah satu hiburan untuk dirinya.
“Baiklah baiklah.. Ibu mau sekarang ayah dan anak ibu yang katanya tampan ini membuatkan karangan bunga menggunakan bunga yang ada di taman langit.”
“sekarang?” Tanya Raja Agung.
“Ya... Sekarang.”
“Ya sudah akan aku buatkan karangan bunga paling indah untuk istriku yang cantik ini...”
“Jagoan, ayo! Kita buatkan karangan bunga yang cantik dan besar untuk ibumu.”
Raja Agung dengan semangat menggendong Artha kecil. Dia membawa Artha keluar dari kamar menuju taman untuk membuatkan apa yang di inginkan oleh permaisuri Agung.
Tanpa sadar Artha meneteskan air matanya. Dadanya sesak mengingat kenangan manis bersama kedua orang tuanya yang kini telah tiada.
“Ibu....” Lirih Artha berniat menyentuh ibunya. Namun saat mendekati sosok cantik ibunya tiba tiba sosok itu hilang.
Artha sadar semua itu hanya bayangan ingatan masa lalu yang indah bersama kedua orang tuanya. Itu bukan suatu hal yang nyata.
“Kak...”
Suara Fabian tiba tiba terdengar. Cepat cepat Artha menghapus air matanya. Artha tidak mau siapapun tau dirinya sedang menangis karena teringat akan masa lalu indahnya.
“Ya..” Sahut Artha berusaha tegas dan biasa saja.
Fabian yang penasaran karena Artha yang tiba tiba masuk ke dalam kamar yang sudah sangat lama di kosongkan itu ikut masuk. Fabian menatap ke sekitar dan tersenyum sinis melihat kemewahan di kamar itu. Kemewahan yang tidak ada di kamar Selir Agung, ibu kandungnya.
“Kakak sedang apa disini?” Tanya Fabian berdiri tepat di belakang Artha.
“Kamar ini benar benar sangat mewah. Semua barang barang nya juga sangat mewah. tidak seperti di kamar ibunda.” Fabian sengaja menyindir. Pria itu memang selalu merasa ibunya Selir Agung di perlakukan tidak adil oleh ayahnya, Raja Agung.
“Permaisuri Agung dan Selir Agung tidak bisa di samakan. Apa yang Permaisuri Agung punya tidak harus Selir Agung punya. Tapi...”
Artha memutar tubuhnya menatap pada Fabian yang kini berhadapan dengannya.
“Apa yang Selir Agung punya Permaisuri Agung harus punya.” Sambung Artha sedikit menekan setiap katanya.
Fabian mengepalkan kedua tangannya. Raja Agung memang tidak pernah adil menurutnya. Bahkan setelah tiada pun pemilihan Raja di lakukan secara sepihak dengan surat wasiat yang dia tulis. Fabian merasa Raja Agung sangat pilih kasih dan selalu membeda bedakan antara dirinya dan Artha.
“Ibunda sudah sangat baik pada kakak.. Kenapa kakak bisa begitu jahat?” Fabian menggeleng tidak menyangka.
“Kalau aku bukan Arthaputra, mungkin ibunda tidak akan baik padaku. Dan kalau aku bukan Raja, mungkin ibunda juga tidak akan mau tersenyum padaku.” Balas Artha dengan tenang.
Fabian benar benar terbakar emosi mendengar apa yang Artha katakan.
“Brengsek !!” Umpatnya penuh rasa kesal.
Tidak bisa menahan diri lagi, Fabian pun menyerang Artha. Pertarungan pun terjadi. Fabian begitu gigih ingin mengalahkan Artha. Sedang Artha, pria begitu tenang. Artha bahkan sama sekali tidak bergerak di tempatnya. Artha hanya menggerak gerakan tangan nya dan itu sudah membuat Fabian kewalahan.
Ya, kemampuan Fabian memang tidak ada apa apanya di bandingkan dengan Artha.
BRUKK !!
Fabian ambruk. Mulutnya mengeluarkan darah. Tangannya memegangi perutnya yang beberapa kali mendapat pukulan keras dari Artha.
Tepat saat itu Brama datang. Brama terkejut melihat keadaan di kamar yang lama kosong itu.
“Yang Mulia...” Lirih Brama melihat kamar itu berantakan.
Artha tidak menyahuti Brama. Dia mengayunkan tangannya dan dalam sekejap kamar itu kembali rapi dan bersih seperti sedia kala. Barang barang yang pecah utuh kembali.
“Harusnya kamu juga mati saat itu.” Gumam Fabian dalam kesakitan nya.
Artha mendengar gumaman Artha namun tetap berlalu pergi. Pria itu melangkah dengan tenang meninggalkan Fabian yang terluka parah dan tidak berdaya di lantai.
Brama yang tidak mungkin membiarkan Fabian terluka tanpa pertolongan segera memanggil prajurit untuk menolong Fabian membawanya ke tabib agar segera mendapatkan penanganan yang tepat.
TBC