Bagi Hasan, mencintai harus memiliki. Walaupun harus menentang orang tua dan kehilangan hak waris sebagai pemimpin santri, akan dia lakukan demi mendapatkan cinta Luna.
Spin of sweet revenge
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MJW 7 Mengingat kejadian Masa Lalu
"San, kena perempuan bolanya!" tukas Riyas- salah satu temannya mengagetkan. Teman teman yang lain segera berkumpul ke arah Hasan. Beberapa yang menonton permainan basket mereka heboh melihat ke arah korban. Mereka mendekat karena khawatir.
Hasan segera berlari ke arah sasaran bola basketnya, begitu juga teman temannya.
"Maaf, kalian ngga apa apa?" tanya Hasan yang kemudian terpaku melihat siapa yang sudah menjadi korbannya yqng sesungguhnya.
"Gawat, saudaranya Fadel," bisik Riyas setelah mengenali gadis gadis yang sedang berusaha bangun karena tadi mereka jatuh berbarengan. Fadel ketua osis yang baru terpilih. Nyalinya langsung ciut. Sepupu Fadel yang artinya mereka akan berurusan dengan pemilik sekolah.
"Kalo maen yang benar, dong," semprot Nathalia geram. Dia yang sedang bercerita dan tertawa tawa bersama para sepupunya tidak menyangka akan kedatangan bola. Kejadiannya sangat cepat.
"Bisa maen basket, ngga, sih?!" Nevia juga ikut marah.
"Maaf," ucap Hasan lagi sambil menatap ke arah korban utamanya. Riyas dan beberapa yang lain hanya bisa diam.
"Kamu ngga apa apa, Lun?" Nathalia bermaksud membantu Luna berdiri. Tadi hantaman bola itu masih mengenal kepalanya. Luna masih sadar tapi kepalanya terasa berdenyut denyut.
Luna.mengangguk sambil berusaha berdiri, dibantu kembarannya Ayra.
"Kita ke klimik." Karla menatap Luna panik, kondisi sepupunya terlihat lemah.
"Ya," sahut Ayra juga sama khawatirnya.
Tapi kemudian gadis gadis itu menjerit ketika Luna tiba tiba terkulai pingsan. Untung Nathalia dan sepupu sepupunya yang lain bisa menahan tubuhnya. Tapi mereka ngga mungkin menggendong Luna.
Hasan terkejut, teman temannya saling menatap panik.
"Cari Fadel, Abiyan atau siapa aja," seru Nevia sambil menatap sepupu sepupunya yang lain.
"Aku telpon dulu." Ayra meraih ponselnya.
Tapi Hasan yang berinisiatif mendekat menbuat gadis gadis itu menatapnya marah. Wajah teduhnya sedikitpun tidak bisa meredakan kemarahan mereka.
"Kamu mau ngapain?" teriak Nevia marah.
"Membawanya segera ke klinik" Hasan meraih tubuh itu dalam gendongannya.
Ini kondisi darurat, batinnya. Dia yang selalu menundukkan pandangannya terhadap lawan jenis, kini malah bersentuhan dengan Luna.
"Ya sudah, bawa sekarang," tukas Nathalia, dia sudah tidak bisa berpikir lagi. Baginya yang penting Luna segera ditangani.
Hasan menatap wajah yang tampak pucat di pelukannya. Jantungnya berdebar. Gadis yang selalu dia hindari karena berpeluang besar menggoda imannya, kini malah dia dekap erat.
Hasan menghembuskan nafas sebelum berjalan dengan langkah lebar ke arah klinik. Teman temannya mengikuti karena mereka ngga mau Hasan dihajar sepupu sepupu laki laki dan genk gadis itu yang mungkin akan datang sebentar lagi.
Laila masih bergeming, wajahnya pucat. Namia, Bilqis dan Janna menatapnya khawatir.
"Hasan terpaksa melakukannya, La. Ini kondisi genting. Mereka tidak mungkin menggendong Luna." Janna mencoba berpikir positif.
Laila tau. Perempuan perempuan hedon itu tidak akan mampu menggendong sepupunya yang pingsan. Tapi di sana juga ada Riyas dan yang lain.
Kenapa harus Hasan..!
Laila benar benar tidak ikhlas.
"Kita juga ikut ke klinik?" tanya Bilqis. Dia juga khawatir kalo sepupu Luna yang laki laki salah paham dan memukul Hasan.
Laila tidak menjawab. Lidahnya kelu, tapi langkah kakinya bergerak mengikuti kemana Hasan pergi.
Namia menganggukkan kepalanya pada Janna dan Bilqis untuk mengikuti Laila.
Mereka tau seterguncang apa Laila sekarang. Calon suaminya menggendong gadis lain. Laila selalu mengatakannya, kalo dia dan Hasan sudah dijodohkan kakek nenek mereka sejak kecil. Walaupun tidak ada pembenaran dari pihak Hasan.
Tapi keluarga Hasan selalu memperlakukan Laila dengan sangat baik, membuat mereka yakin, apa yang dikatakan Laila memang benar adanya.
Hasan meletakkan tubuh Luna yang masih pingsan di atas tempat tidur klinik. Beberapa orang dokter perempuan turun tangan memeriksanya.
Hasan sempat melihat lengan Luna yang memerah. Dia yakin Luna tadi sempat menahan luncuran keras bola dengan lengannya.
Hasan keluar dari ruangan klinik dan disambut teman temannya dengan wajah kalut. Banyak yang mereka pikirkan. Terutama masa depan. Hasan juga melihat Laila yang kini menghampirinya
"Dia pingsan?" tanya Laila memulai percakapan.
Hasan hanya mengangguk.
"Harusnya kamu biarkan Riyas saja yang menggendongnya," sesal Laila.
Riyas yang mendengar jadi tercengang.
Kenapa harus aku, protesnya dalam hati.
Hasan mengacuhkannya. Dia malah kini menatap rombongan Fadel yang datang.
Fadel menatap Hasan sekilas sebelum masuk ke dalam klinik.
Hanya Fadel dan Abiyan. Yang lain menunggu di luar. Tapi mereka tampak cuek, tidak berniat menyerang Hasan. Tidak lama kemudian Fadel keluar sambil menggendong Luna. Hasan melangkah mendekat, menghalangi jalan Fadel.
Mau dibawa kemana? Batinnya.
"Biar aku yang bertanggungjawab," ucapnya saat sudah berdiri dihadapan Fadel. Tangannya terulur seolah ingin meminta Luna dari Fadel.
Laila yang melihatnya semakin shock dan marah. Ngga menyangka perhatian Hasan begitu besar terhadap gadis lemah yang kini sangat dia benci.
"Dia keluargaku," tegas Fadel menjawab.
"Aku tau, tapi aku yang menyebabkan Luna begini," jawab Hasan tenang.
"Kami ingin membawanya ke rumah sakit. Kalo mau ikut, silahkan." Abiyan yang menjawab membuat Hasan mundur, memberikan Fadel jalan.
Semakin cepat diperiksa akan semakin baik, begitu pikirnya sampai Hasan mau mengalah.
Fadel dan rombongannya termasuk para sepupu perempuannya bergegas pergi.
"Hasan, kita nunggu kabar saja dari mereka," larang Laila ketika melihat Hasan dan teman temannya akan bergerak menyusul.
"Aku harus tau keadaanya," bantah Hasan.
"Dia ngga apa apa. Mereka saja terlalu berlebihan." Laila mencoba menenangkan Hasan.
"Apa pun itu, aku harus mencari tau sendiri."
Laila tertampar melihat kekeraskepalaan Hasan. Laki laki itu mengabaikannya, dihadapan teman teman mereka.
Riyas dan teman temannya memilih mengikuti Hasan, mengabaikan kekecewaan Laila.
"Kita ikut juga," ucap Namia sambil memegang lengan Laila, ingin menguatkan hati sahabatnya.
Laila belum memberikan jawabannya
"Jangan sampai Hasan digebuk mereka di rumah sakit," ucap Namia lagi.
Laila tersentak mendengarnya. Kalo ada apa apa dengan Luna, urusan bisa sangat panjang.
Bilqis dan Janna mengangguk.
"Ayo," sahut Bilqis. Dia membawa mobil.
Namia yang dapat melihat persetujuan di mata Laila, menggandengnya dan melangkah cepat menyusul rombongan yang sudah menjauh.
*
*
*
Luna mengalami geger otak ringan. Tulang lengannya yang menahan bola agak bergeser dan mengalami sedikit retakan. Sekarang gadis itu sedang beristirahat di kamar yang luas dan super mewah.
Hasan ngga menyangka shooting salah sasarannya berefek sebesar itu.
"Dia tidak apa apa," ucap Fadel. Mereka cukup lama berada di rumah sakit milik keluarganya. Menunggu berbagai tahapan proses yang dilakukan pada Luna. Tantenya sendiri yang menanganinya bersama tim ahli. Awalnya sempat panik, tapi kini sudah bisa bernafas lega.
Orang tua Luna juga sudah menunggui putrinya di dalam. Ada Ayra kembaran Luna, juga sepupu sepupu perempuan Luna yang lain.
Tidak ada tatapan menyalahkan pada Hasan dari tante maupun orang tua Luna saat Hasan meminta maaf.
"Sebentar lagi juga akan baik baik saja," ucap Emra-papanya Luna sebelum masuk ke ruangan putrinya.
"Kita bisa balik ke kelas," ujar Fadel lagi.
Hasan mengangguk. Luna juga masih belum sadar. Selain pengaruh hajaran bola darinya, mungkin alam bawah sadar Luna juga masih kaget. Ditambah dengan pemberian obat penenang agar gadis itu bisa beristirahat untuk pemulihannya.
jujur aku penasaran kenapa hasan menolak laila??
ataukah dulu kasus luna dilabrak laila,, hasan tau??
udah ditolak hasan kok malahan mendukung tindakan laila??
Laila nya aja yg gak tahu diri, 2x ditolak msh aja ngejar²😡