Cerita tentang dua keluarga hebat, bersatu melalui penerus mereka. Yang mana Zayd, dari keluarga Van Houten. Dan si cantik Cahaya, dari keluarga Zandra...
Ingin tau kisahnya?? Cuss... otewe keun guys🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nike Julianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah Dion
"Apa kejadiannya sekarang, ay?" tanya Zayd, Cahaya mengangguk
"Aku liat rumah Dion benar-benar hancur, dia yang tinggal dengan nenek dan kakak nya. Harus mati kehabisan darah, yang di sebabkan oleh orang-orang itu. Neneknya mengalami luka di kepala belakang, karena melindungi Dion. Mengakibatkan kebocoran, sampai darah yang tak mau berhenti mengalir. Kakak laki-lakinya, yang mengalami cacat pada salah satu kakinya. Harus mati karena luka tusuk di perut, dada dan juga lehernya. Dion sendiri, dia... mati karena di tenggelamkan kepalanya di bak mandi." tubuh Grisha langsung merinding bukan main, karena apa yang di ucapkan oleh sahabatnya
"Sadis" gumam Zayd pelan, Cahaya mengangguk
"Itu udah bukan sadis lagi bang, pelakunya kek babi semua. Itu si Maharacun ngomong apa bjirr, sampe mereka setega itu sama Dion dan keluarganya." ucap Grisha marah
"Berenti" ucap Cahaya, Zayd segera menurutinya
"Di sini?" tanya Grisha, seraya menoleh ke samping. Gang?
"Ya, kita masih harus jalan lagi ke dalem" jawab Cahaya, Grisha membangunkan Dion
"Bangun woy, sampe kita." ucap Grisha, tak ada lembut-lembutnya, Cahaya dan Zayd menggelengkan kepalanya, bocah atu emang ga bisa lembut. Grisha turun terlebih dahulu, melihat ke sekitarnya. Gelap...
Dion terbangun, ia memang merasa sangat lelah hari ini. Mencari rongsok sampai ke mana-mana, karena nenek dan kakaknya belum makan sejak kemarin sore.
"M-maaf kak, Dion ketiduran" ucap pria kecil itu
"Ga papa Yon, kamu pasti cape banget ya hari ini. Ga usah di ambil hati, kak Ica emang kaya gitu. Tapi hatinya baik kok.." Dion mengangguk
Tentu saja Dion tau, meski mulut Grisha sepedas itu kalo berbicara. Tapi dia tau, bila Grisha itu sangat baik. Terbukti, dia yang bisa membawa belanjaan begitu banyaknya. Dan itu semua, tanpa melihat harga sama sekali.
"Masih jauh kagak ke dalemnya?" tanya Grisha menoleh ke belakang
"Ga kok kak, cuma lewatin dua rumah dari gang." jawab Dion, Grisha mengangguk. Dia ke bagasi, mengambil keresek yang berisi makanan siap makan dan juga minuman. Seperti roti, susu dan air minum.
"Yuk" Grisha berjalan lebih dulu, Dion berlari menyusul. Ia membawa keresek, yang bisa ia bawa dengan tubuh kecilnya.
"Ga papa kan ay?" tanya Zayd, yang melihat ekspresi sendu di wajah Cahaya
"Ga papa by, cuma... anak sebesar Dion, harus banting tulang demi orang rumah. Rasanya terasa menyakitkan di dada ini, padahal anak-anak seusianya. Sedang berlarian main, belajar di sekolah. Seandainya.... Cahaya ga ketemu sama ibu. Mungkin, Cahaya juga akan seperti Dion. Mencari uang, demi sesuap nasi." Zayd menarik pelan kepala Cahaya, agar bersandar di bahunya
'Semua udah ada jalannya' ucap Zayd berbisik, membuat Cahaya meneteskan air mata. Mereka pun berjalan, menyusul Grisha dan Dion.
.
.
"Ini rumahnya?" tanya Grisha, Dion mengangguk
"Asri juga ternyata, rumah kamu bersih ya. Kamu yang beresin tiap hari?" tanya Grisha lagi
"Kadang-kadang Dion, kadang juga nenek kak." jawab Dion
"Cuma bertiga aja, orang tua kemana?" tanya Grisha, membuat Dion mengerutkan dahi. Karena ia tak merasa, bila sudah bercerita tentang anggota keluarganya.
"Yuk masuk" ajak Grisha, membuyarkan pikiran Dion
"I-iya kak, mari... maaf kalo nanti kurang nyaman tempatnya" Dion berjalan lebih dulu, ia membuka pintu.
"Assalamu'alaikum, neeeekkk" Dion masuk, ia meletakkan kantong kresek di dekat pintu.
"Bentar ya kak, aku gelar dulu karpetnya." Grisha diam, ia melihat ke sekitarnya.
KOSONG
Setelah selesai menggelar karpet, Dion pun pamit untuk memanggil neneknya. Grisha mengangguk, kembali fokus melihat ruangan tersebut.
Hanya ada satu lemari, itu pun sudah terlihat sangat usang. Ada dua kursi kayu, itu pun tak layak menurutnya. Setiap kamar, tidak di pasang pintu. Hanya kain jarik, untuk menutup keadaan kamar. Rumah ini bersih, hanya sepi karena tak ada barang.
'Kalo gue di sini stress kayanya, ga ada TV, ga ada WiFi, ga ada hiburan sama sekali. Iya kali, gue cuma guling-guling.' ucapnya dalam hati
"Assalamu'alaikum" salam Cahaya dan Zayd, membuat Grisha menoleh ke belakang
'Perlu beliin sofa ga sih?' pertanyaan pertama, yang meluncur setelah masuk ke rumah Dion.
"Bukannya jawab salam, malah nanyain kek gituan." ucap Cahaya pelan
"Ehh.. iya lupa, Wa'alaikum salam. Jadi gimana menurut lo?" ucap Grisha, yang kekeh pengen membelikan sofa.
"Itu terserah lu, kalo lu mau beliin. Sok aja, kalo duitnya kurang, ngomong.... ma bang Zayd. Ya bang ya..." Zayd terkekeh, dia kira Cahaya akan jadi tamengnya.
"Iya, kalo lu kurang duit, ntar gue yang...
"Cukup, duit gue mah banyak. Emang ga sebanyak duit lu pada, tapi cukup ya. Timbang beli sofa, tv ma yang lain mah. Rumahnya kecil, ga bakalan ngabisin puluhan juta juga." potong Grisha, Zayd dan Cahaya menggelengkan kepalanya.
Entahlah... turunan dari mana sifat sombong Grisha? Padahal yang Cahaya tau, ayahnya Grisha itu baik dan juga ramah. Ibunya juga, lemah lembut dan murah senyum. Kakak perempuan Grisha, sama kek emaknya. Kakak laki-laki Grisha, sama kek bapaknya. Tapi anaknya yang bungsu... jauuuuh banget. Galak, judes, sombong, kalo ngomong asal nyablak. Grisha kebagian paras yang cantik, keturunan dari sang ibu.
Tapi Cahaya justru merasa nyaman, berteman dengannya. Grisha itu ga munafik, suka bilang suka. Kalo ga suka, ya bilang ga suka. Bahkan kalo ga suka, dia bisa caci maki langsung depan orangnya.
"Wadduuhhh... ada tamu ternyata" terdengar suara renta, membuat perdebatan ketiga orang itu berhenti. Wanita yang sudah terlihat sangat tua, berjalan pun dengan tubuh yang membungkuk.
"Nek" sapa Cahaya, ia maju dan mencium punggung tangan nenek tersebut. Zayd dan Grisha, melakukan hal yang sama.
"Maaf, cucu nya nenek sudah membuat kalian repot." ucap sang nenek
"Nggak kok nek, kebetulan kita emang ga ada kesibukan." jawab Cahaya
"Duduk nak, maaf tempatnya seperti ini." Dion membantu sang nenek, untuk duduk di kursi. Karena beliau, sudah cukup sulit untuk duduk di bawah.
"Ga papa nek, nanti saya beliin sofa." jawab Grisha, mengejutkan Dion dan neneknya
"Kenapa? Ada yang salah?" tanya Grisha bingung, Cahaya menghela nafas
"Ga ada yang salah, tapi lu terlalu to the point banget Ica." jawab Cahaya
"Biar sat set, nih liat... gue udah pesen satu set sofa ma TV" Grisha menunjukkan ponsel nya, Cahaya dan Zayd cukup terkejut. Kapan nih bocah pegang ponsel, tau-tau udah mengirim pesan pada penjual perlengkapan rumah tangga.
"Lu... Astaghfirullah... bagus bagus... gue suka gaya lu." ucap Cahaya pada akhirnya
"K-kenapa sampe harus beliin sofa sama TV kak, itu pasti mahal." ucap Dion terkejut, begitu juga dengan neneknya
"Lah? Kok nanya sih? Ini rumahnya kosong gini, mata kakak sepi liatnya. Ga bisa... ini ga bisa...." jawab Grisha seraya memegang kepalanya
"Nak...
"Ga papa nek, kalo kata Cahaya. Saya ini hanya perantara, semuanya udah di atur sama Allah. Jadi ga boleh di tolak, dosa nek." potong Grisha, Cahaya hampir saja tertawa melihat ekspresi wajah sahabatnya.
BRUGH
...****************...
lanjutttt mak
masih bocil udah pinter ngegombal🤣🤣
pasti zayd tambah cinta😘😍 karna cahaya keren badass sekali cocok lah sama zayd.. jangan di kasih cewek yg lemah ya maakkk😘
dasar Domi si gembul, makan terus. awas loh nanti jadi kayak gentong😅