Azmi Khoerunnisa, terpaksa menggantikan kakak sepupunya yang kabur untuk menikah dengan bujang lapuk, Atharrazka Abdilah. Dosen ganteng yang terkenal killer diseantero kampus.
Akankah Azmi bisa bertahan dengan pernikahan yang tak diinginkannya???
Bagaimana cerita mereka selanjutnya ditengah sifat mereka yang berbanding terbalik???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Azthar # Melarikan diri malah dilarikan ke gedung.
Athar menghela nafas lega, setelah mendapat kabar dari Azzam bahwa Azmi baik-baik saja dan sedang bersama Kamila. Ia menutup ponselnya dan menatap pemandangan kota malam dijendela hotel yang disewa oleh ibunya. Besok pagi resepsi akan diadakan sampai sore, memungkinkan jadwal esok penuh oleh acara resepsi itu.
Ketukan pintu membuyarkan lamunannya, segera Athar mendekati pintu dan membukanya. Ada sosok wanita yang sudah berdiri didepan pintu itu, yang sudah Athar hapal siapa namanya.
"Kamu ngapain kesini?" tanya Athar pada wanita itu.
"Aku cuma ingin mengatakan sesuatu, tolong dengar penjelasan aku, Mas. Aku mohon!" ucap wanita tersebut, suaranya memelas agar bisa didengarkan.
Athar berseringai, "Penjelasan apa lagi, Klara?" tanyanya terdengar dingin, ia sungguh sudah muak.
Benar, sosok wanita itu adalah Klara. Mantan kekasih Athar yang sudah berkencan selama menjadi mahasiswinya, saat itu Athar baru S2 dan menjadi dosennya Klara. Masih hangat menjadi dosen ia jatuh cinta pada mahasisiwinya dan begitu juga Klara yang saat itu menjadi mahasiswinya.
Cinta mereka begitu terkenal, hingga para dosen tahu tentang kisah keduanya. Namun Klara tiba-tiba menghilang setelah kelulusan, hal itu membuat Athar frustasi. Tapi lelaki itu tetap menunggunya, berharap bahwa dia akan kembali, hingga tanpa sadar usianya makin bertambah.
Ia baru tahu bahwa Klara sudah menikah dari temannya bahkan sudah memiliki anak, saat itulah ia menerima ajakan ibunya untuk dijodohkan. Mungkin dengan begitu ia bisa melupakan Klara dan masa lalunya.
"Aku terpaksa menikah dengan pak Dave, karena orang tuaku punya utang padanya." Klara menangis.
"Aku gak bisa bilang sama kamu, Mas. Semua itu demi citra kamu sebagai dosen, aku juga menderita dan tersiksa dijodohkan dengan paksa oleh orang tuaku," jelas Klara sesekali melirik pada Athar yang ia kenal sangat iba itu.
Dalam hati Klara tersenyum, yakin bahwa Athar pasti memeluknya dan membatalkan acara pernikahan mereka untuk kembali padanya. Memang benar, lelaki dihadapannya itu mulai iba melihatnya menangis.
Athar tahu dulu perusahaan milik orang tua Klara mengalami kebangkrutan. Memang sejak itu hubungan mereka sempat renggang karena Klara fokus pada kesehatan keluarganya, karena musibah yang menimpanya.
Athar melambaikan tangan kanannya hendak menghapus air mata Klara, namun sebelum jemarinya menyentuh wajah mantannya, ia melihat cincin yang tersemat dijari manisnya. Ia ingat bahwa ia sudah menikah, jemari itu pun ia ubah jadi kepalan kosong yang hampa. Ia menarik kembali tangan itu dan sudah seharusnya hubungan mereka berakhir.
"Apapun alasan kamu, semua itu sudah tak berarti sekarang. Aku sudah menikah dan mulai sekarang kita putus dan sudah tak punya hubungan apapun lagi, jadi jangan ganggu aku lagi," ucap Athar yang langsung menutup pintu kamarnya.
"Tapi aku masih cinta sama kamu, Mas. Mas Athar! Aku mohon, maafin aku," ujar Klara merasakan kegagalan untuk merebut Athar kembali.
Ia mengetuk pintu, namun tak ada jawaban sama sekali. Yang dilakukannya sangat nihil, Athar tak bisa kembali menjadi miliknya seperti dulu.
Bibir atasnya bergerak sinis, menampakkan kesedihan yang berubah jadi kebencian. Ia tak suka ditolak, apalagi diputuskan secara sepihak. Obsesinya meninggi melihat Athar sudah menjadi milik wanita lain. Ia pemilik Athar yang seharusnya, bukan istrinya yang sekarang.
"Sialan! Aku tak terima semua ini," umpat Klara dalam hati.
...----------------...
Lain hal-nya dengan Azmi, gadis itu tak bisa tidur sama sekali padahal malam sudah larut. Dalam keheningan malam itu ia memeluk lututnya, melirik sekitar kamar berukuran persegi tanpa ranjang dan hanya ada kasur kapuk dan selimut yang berbahan kain katun micro. Disampingnya ada Kamila yang sudah teler dan lelap dalam mimpi indahnya.
"Ayam enak! Nyam nyam," igau Kamila dengan bibir tersenyum, lalu memeluk kaki Azmi yang kecil bak tiang listrik, mulutnya terbuka dan keluar air dari bibirnya yang menetes panjang kena bantal.
Azmi menendang pelan badan sepupunya yang menempel seperti keong, kemudian ia beranjak dari kamarnya. Diluar kamar ada Azzam yang sama telernya, tidur dikursi yang mirip huruf L, hanya berselimut sarung milik si nenek.
Azmi melangkah ke dapur, ia haus dan mengambil air putih yang berada didalam galon yang tertancap pada dispenser duduk diatas meja. Saat berbalik untuk kembali ke kamarnya, ia dibuat kaget.
"Astagfirullah!" pekik Azmi mengusap dadanya yang berdebar kencang bak nonton film nenek gayung.
Bagaimana tak kaget, rambut putih yang panjang nan bergelombang acak-acakan itu sangat mirip dengan nenek gayung. Untung ini realita.
"Kirain siapa? Nenek pasti haus juga makanya terbangun," ujar Azmi.
Si nenek mengangguk.
"Kamu juga haus?" tanya nenek pada Azmi, yang ia jawab dengan anggukan pelan.
"Minum baygon!" Azmi melebarkan matanya, tak salah dengar kah ia. Tapi ia maklumi dan tersenyum canggung.
Si nenek mengambil air minum lalu meneguknya sampai habis, tak lega satu gelas ia mengambil lagi dan meminumnya sampai tetesan terakhir. Azmi yang melihatnya hanya mengerutkan dahi lalu berbalik badan untuk kembali.
Namun baru sampai diambang pintu suara sang nenek menghentikannya.
"Nikah itu jangan banyak kabur, tapi lawan. Kalau kamu kabur terus kamu hanya akan menyesalinya nanti," ujar nenek yang membuat Azmi membalikkan badan dan melihat nenek Kamila itu yang sudah duduk dikursi makan.
"Maksud nenek?" tanya Azmi yang kembali ke dapur, menghampiri nenek dan duduk di meja makan tepat dihadapan sang nenek.
"Jodoh yang tiba-tiba itu kadang membuat kita bahagia nantinya, dari pada jodoh yang sudah lama menemani kita tapi ia tak setia. Ingat ilmu langit, apa yang kau minta pasti ada yang harus kau korbankan. Entah itu waktu, usia atau juga harta dan orang kamu cinta. Jawabannya sama, jalani, nikmati dan syukuri," papar si nenek yang berdiri dan berjalan melewati Azmi.
Azmi hanya diam, ucapan si nenek tak salah. Kata-kata beliau tadi rupanya mampu menembus hati terdalamnya, sebuah nasehat yang hanya seucap tapi meresap dengan mudah.
"Sudah tidur, besok lo kudu bangun pagi!" titah si nenek yang membuyarkan lamunan Azmi.
Azmi yang sempat terdiam langsung manut aja sama yang punya rumah, sembari tersenyum mengiyakan.
🌼🌼🌼
Keesokan harinya ...
Azmi yang baru selesai mandi dan masih memakai baju tidur, bahkan kepalanya basah karena keramas dan masih dibungkus handuk kecil. Ya, untungnya ia menyuruh Kamila untuk membawa baju dan perlengkapan mandi untuk menginap di rumah nenek, jadi ia bisa berganti baju dan tak pake baju itu-itu aja.
Kamila datang dengan nafas ngos-ngosan, menghampiri Azmi yang tengah memakai toner. Gadis itu langsung menarik tangannya, yang membuat Azmi keget dengan tindakannya.
"Mi, laki lo dateng. Ia udah dijalan, mau kesini!" ujar Kamila mengejutkan Azmi.
"Kok, dia tahu gue disini, sih?" tanya Azmi yang mulai panik, dan cemas juga bertanya-tanya.
"Gak ada waktu lagi, kita harus pergi. Sekarang!!" gertak Kamila yang segera menarik tangan Azmi untuk ikut bersamanya.
Azmi dan Kamila berlarian keluar rumah, tanpa pamit karena si nenek sedang ke sawah. Ia tak ingat apapun, selain melarikan diri dari rumah sederhana itu. Sesampainya dijalan ada Azzam yang sudah duduk di atas motornya, menunggu mereka.
"Naik mobil, cepet!" titah Azzam yang segera menyalakan kendaraan roda duanya.
Kamila menuntun Azmi masuk kedalam mobil dengan hati yang campur aduk dan pikiran yang berantakan. Ia akhirnya bisa menyandarkan kepalanya pada bahu sang adik sepupunya, setelah mobil melaju.
"Gue bisa gila," gumam Kamila.
"Sorry ya, Mil. Gegara gue, lo jadi gila," ujar Azmi yang bisa mendengar suara Kamila.
"Lo bakal jadi gila setelah sampai kesana, jadi siapin mental lo biar kagak masuk rumah sakit jiwa," ujar Kamila mengingatkan sesuatu.
Azmi meliriknya, ia tak paham. Sungguh.
...----------------...
Azmi terdiam, melihat pantulan wajahnya yang berada dicermin. Ia duduk kaku bak robot ketika seorang tukang make up, mendandaninya bak seorang artis. Rambut basahnya tengah dikering kan, dan kukunya sedang dicat.
Disampingnya ada Kamila yang berlutut menangkupkan kedua tangannya, sedang meminta maaf. Sedang panik-paniknya Azmi ingin melarikan diri, ternyata kakak dan sahabatnya itu membawanya ke gedung hotel tempat resepsi pernikahannya diadakan.
Azmi merasa ditipu.
"Maaf, mi. Gue benar-benar minta maaf, ini tuh idenya a Azzam. Gue gak ada niat mengkhianati, sueerrrrr," ujar Kamila menunjukan dua jari sebagai pernyataan bahwa ia tak bohong.