Amora, seorang gadis bangsawan yang muak dengan semua aturan yang mengekang pada awalnya hanya ingin keluar dari kediaman dan menjelajahi dunia bersama pelayan pribadinya
Menikmati kebebasan yang selama ini diambil secara paksa oleh kedua orang tuanya pada akhirnya harus menerima takdirnya
Sebagai gadis yang terlahir dengan berkat kekuatan suci, dia memiliki kewajiban menjaga perdamaian dunia.
Amora yang pada awalnya masih berusaha menghindari takdirnya dihadapkan pada kenyataan pahit.
Fitnah keji telah menjatuhkan keluarga Gilbert.
Amora Laberta de Gilbert, merubah niat balas dendamnya menjadi ambisi untuk menegakkan keadilan karena kekuatan suci dalam tubuhnya, menghalanginya.
Demi memuluskan tujuannya, Amora menyembunyikan identitasnya dan bergabung dalam tentara.
Mengawali karir militernya dari tingkat paling rendah, Amora berharap bisa menjadi bagian dari pasukan elit yang memiliki tugas menegakkan keadilan dimana itu selaras dengan tujuannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERTEMPURAN PART 2
Hujan panah api menyerbu kereta kuda yang Pablo kendarai, namun sayangnya semua panah api tersebut langsung padam begitu menyentuh pelindung dan jatuh ketanah, membuat musuh semakin geram.
Perisai pelindung yang Zoe buat telah diperkuat oleh Viscountess Sabrina secara diam-diam agar pelarian mereka bisa aman sebelum bala bantuan datang.
Marquess Boryet yang mendengar kabar jika anak buah yang ditugaskan untuk menghentikan kereta kuda yang membawa Regina tak berhasil dihentikan merasa geram, sehingga diapun mengajak Diego, tangan kanannya untuk menghentikan kereta dan membawa pergi pengantinnya.
“Kali ini, kamu tak akan bisa lepas dariku cantik”, guman Marquess Boryet menyeringai licik dengan sorot mata penuh ambisi.
Begitu rombongan Marquess Boryet yang dipimpin oleh Diego datang, kereta kuda yang Pablo kendarai terpaksa berhenti secara mendadak karena tak mungkin menerobos blockade api yang ada dihadapannya.
Pandangan Zoe terfokus pada lelaki kekar yang berada disamping Marquess Boryet. Aura gelap yang pria itu keluarkan sangat menakutkan dan kuat, membuat dirinya yang terus menatap pria tersebut tiba-tiba memuntahkan seteguk darah.
“Ada apa denganmu?”, tanya Pablo panik melihat Zoe yang tiba-tiba saja muntah darah tanpa tahu jika Diego melalui netra birunya yang kini telah berubah menjadi hitam pekat menyerang tanpa terlihat oleh siapapun.
Melihat Zoe muntah darah dan menatapnya dengan marah, Marquess Boryet merasa senang sehingga diapun terkekeh pelan. “Kera bagus, Diego”, ujarnya dengan suara seraknya yang jelek.
Amora yang merasakan aura kegelapan tak jauh didepannya, segera memacu kudanya dengan kecepatan penuh.
Ternyata, bukan hanya Amora saja yang merasakan aura kegelapan itu, ketiga temannya juga merasakan hal yang sama sehingga mereka berempat pun segera memacu kudanya dengan cepat setelah mereka merasakan aura keberadaan Zoe ditempat yang sama dengan aura gelap tersebut muncul.
Begitu keempatnya tiba, Zoe dan Pablo sudah terkapar ditanah dengan tubuh penuh luka yang membusuk dengan cepat.
“Brengsek! Mati saja kalian!”,teriak Thiago murka.
Pria tersebut segera membakar habis para pengawal Marquess Boryet yang ada dihadapannya, sementara Remo dan Amora melesat dan menghadapi Diego yang dengan setia berada di samping Marquess Boryet yang masih berusaha mendekati kereta, untuk menculik Regina yang sayangnya pergerakannya mendapat perlawanan sengit dari Viscountess Sabrina yang terus melesatkan panah air kepadanya.
Kedatangan Amora dan ketiga temannya mampu mengimbangi pertempuran yang tengah berlangsung.
Semua orang berjuang habis-habisan demi membalaskan dendam atas kematian Pablo dan Zoe yang terbujur kaku ditanah.
Remo, Amora dan Hans berusaha menyerang Diego sementara Thiago memfokuskan diri menyerang Marquess Boryet.
Dendam lama harus terbayarkan, dan sekarang Thiago mendapatkan kesempatan bagus, tentu hal ini tak akan disia-siakan olehnya yang terus saja menyerang pria tua yang dilindungi oleh bawahannya secara membabi buta.
Melihat bahaya semakin dekat, Amora bergerak mundur dan mendekat kearah kereta kuda yang terkepung ditengah-tengah pertempuran.
“Klara, tunggu aba-abaku. Begitu aku bilangpergi, bawa segera kakak dan ibuku masuk kedalam hutan. Amankan mereka di gua yang biasanya kita datangi. Aku akan mengalihkan perhatian mereka sekarang”, ucap Amora dari balik kereta.
“Baik nona”, jawab Klara patuh.
Thiago yang terus berusaha mendekati Marquess Boryet, melihat ada celah dan segera menerjang tubuh reyot Marquess Boryet dan menebas satu kakinya dengan cepat dan wajah penuh kepuasan.
Melihat pria tua itu tergolek ditanah dengan kesakitan, Thiago yang sudah gelap mata, mengambil belatinya dan melemparkannya hingga tepat mengenai satu mata Marquess Boryet, membuat pria tua itu kembali mengerang kesakitan.
Diego yang melihat tuannya cidera segera menghempaskan Remon dan Hans dengan keras hingga tubuh keduanya tergelatak tak bernyawa diatas tanah.
Begitu penghalangnya tewas, Diego segera mengangkat tubuh ringkih Marquess Boryet dan membawanya melarikan diri dengan kudanya, meninggalkan pertempuran yang masih berlangsung.
Amora terus membabat habis musuh-musuhnya menggunakan pedang api yang telah dia masuki kekuatan elemen cahay didalamnya, sehingga kekuatan api yang ada dalam pedang, bisa langsung menghancurkan tubuh musuh dalam satu kali hunus.
Traaang...Trangg....Traanggg....
Bunyi gesekan dan ayunan pedang yang menghalau setiap anak panah yang berusaha menembus pertahanan berhasil Amora singkirkan, begitu dia melihat ada celah, diapun segera berteriak lantang. “Pergi!”.
Klara yang mendengar teriakan Amora segera menggandeng erat tangan Regina dan memaksanya untuk turun dari atas kereta, membawanya masuk kedalam hutan.
Viscountess Sabrina yang ikut turun dari atas kereta berjalan dengan posisi mundur untuk menghalau semua musuh yang berusaha mendekat.
“Klara, bawa Regina pergi. Akau akan menghalau mereka sebelum menyusulmu”, ucap Viscountess Sabrina yang langsung mendorong punggung Regina untuk pergi menjauh, sambil sesekali mengeluarkan bola air dari kedua tangannya untuk menghalau serangan yang datang.
Regina beberapa kali menatap sendu kearah sang ibu, tak tega meninggalkan wanita yang selama ini membesarkannya dan merawatnya dengan penuh kasih sayang, begitu saja.
“Nona, ikuti perintah Nyonya. Nona harus selamat agar nyonya merasa tenang”, ucap Klara sambil kembali menarik tangan Regina, membawanya masuk kedalam hutan yang entah kenapa malam ini auranya terasa sangat menyeramkan.
Klara yang telah beberapa kali dibawa masuk kedalam hutan pada malam hari sedikit hafal jalan yang ada dihadapannya.
Jika tak salah ingat, tak jauh lagi ada sebuah gua yang selama ini sering nona mudanya datangi ketika mereka masuk kedalam hutan untuk berlatih.
Pekatnya malam, membuat Regina dan Klara acapkali terpeleset dan menabrak tumbuhan berduri yang tumbuh liar didalam hutan yang kini sebagian telah gundul akibat terbakar api dari pertempuran yang sedang terjadi.
Ceceran darah yang merembes dari kaki telanjang keduanya, mengikuti pelarian mereka. Bulir keringat sebesar jagung dan detak jantung yang menggila menambah penderitaan yang tak kunjung berakhir malam ini.
Beberapa anak panah yang terus diluncurkan, bagai hujan api pada akhirnya menembus punggung Regina dan membakar sebagian pakaian belakangnya dan kulit mulusnya.
Untung Klara bertindak cepat dengan menyiram kobaran api dengan air dari dalam botol yang dibawanya, sehingga luka bakar dipunggung Regina tak terlalu parah.
Melihat hujan panah semakin deras, Klara yang melihat ada sebuah gua pun segera meletakkan tubuh nona kedua Gilbert tersebut dipunggungnya, “Bertahanlah nona, saya akan menyelamatkan anda”, ujar Klara yang langsung berlari dengan cepat sebelum ada anak panah yang berhasil mengenai tubuh mereka lagi.
Seth...
Satu anak panah berhasil mengenai betis Klara begitu keduanya hampir mencapai ujung depan gua. Dengan langkah tertatih-tatih, Klara sekuat tenaga membawa tubuh Regina yang terluka kedalam mulut gua dan membaringkannya secara telungkup karena anak panah masih menancap dipinggungnya.
Baru saja tubuh Regina diletakkan di dalam mulut gua, sebagian tubuh Klara yang berada diluar terkena anak panah yang datang secara serempak, membuat punggung gadis itu terlihat seperti landak.
Klara memuntahkan darah sangat banyak karena panah api berhasil mengoyak punggung kecilnya hingga menembus kedadanya.
“N-nona...maaf, saya tak bisa menepati janji saya untuk selalu bersama anda. Saya akan selalu menjaga anda dari atas sana”, ucap Klara dengan nafas tersendat, sebelum kedua matanya menutup sempurna.
Dalam hati Klara berdoa agar Amora selalu mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan diamanapun dia berada meski tanpa dirinya.
Amora yang berhasil menyusul langkah kaki pelayan pribadi dan kakaknya melalui bercak darah yang berhasil diikutinya, meraung keras melihat tubuh Klara dipenuhi oleh anak panah dalam kondisi tak bernyawa.
“B*****t!aku bunuh kalian semuanya!”
Amora yang hilang kontrol karena kehilangan orang yang sangat disayanginya, kekuatan dalam tubuhnya meledak dengan cepat.
Surai hitam pekatnya kini telah berubah menjadi hijau terang dan kedua netranya pun berubah menjadi warna coklat muda dengan semburat warna emas yang berkilauan dalam kegelapan, mata amber yang tajam dan menakutkan, menyala dalam kegelapan malam/
Cahaya yang sangat terang memancar keluar, membuat malam yang gelap menjadi terang seperti siang hari.
Kekuatan cahaya dalam tubuhnya yang dipaksakan keluar meluncur dengan deras seperti panah cahaya yang menembus tubuh musuh dengan ganas.
Lautan darah memenuhi hutan yang selama ini menutupi keberadaan kota Erythra. Tak ada musuh yang selamat dari amukannya, kecuali Marquess Boryet yang telah kehilangan satu mata dan satu kaki yang sempat dibawa Diego melarikan diri sebelum Amora mengamuk.
Kwaakkk... Kwaakkk... Kwaakkk...
Semua burung terbang kelangit dan hewan yang tinggal didalam hutan segera kabur menyelamatkan diri begitu cahaya terang yang menyilaukan mata tersebut meledak.
Amora yang memaksakan kekuatannya langsung jatuh ambruk tak sadarkan diri dan ditangkap oleh Solan, sang guru yang kebetulan malam ini berada tak jauh dari hutan setelah kekuatan kegelapan milik Diego, yang pria itu pergunakan dalam pertempuran dirasakannya.
“Gadis kecil ini terlalu ceroboh, dia menembus tiga level sekaligus. Untung cakranya tidak rusak”, guman Solan penuh kekhawatiran.
Melihat hutan sudah tak aman lagi, Solan segera melesat pergi secepat kilat sambil membawa tubuh muridnya pergi ketempat persembunyiannya untuk diobati tanpa tahu jika didalam gua masih ada satu nyawa yang memerlukan pertolongannya.