Dia pikir, dibuang oleh suaminya sendiri akan membuat hidupnya berantakan dan menderita. Namun, takdir berkata lain, karena justru menjadi awal kebahagiaannya.
Daniza, seorang istri yang bagi suaminya hanya wanita biasa, justru sangat luar biasa di mata pria lain. Tak tanggung-tanggung, pria yang menyimpan rasa terhadapnya sejak lama adalah pria kaya raya dengan sejuta pesona.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Jahat Alina
Hawa panas terasa merambat ke tubuh Alvin kala bersitatap dengan Revan. Ia baru saja tiba di sebuah lahan luas tempatnya akan membangun pusat perbelanjaan, yang bekerja sama dengan perusahaan Revan.
Mata Alvin berkilat marah. Terlebih setelah mendapat laporan dari mama tentang Revan yang datang bersama Alina ke butik dan berusaha menyakiti Daniza.
Bugh!
Tanpa aba-aba ia melayangkan bogem mentah ke wajah Revan. Membuat pria itu mundur beberapa langkah.
"Kamu merasa jagoan, kan? Ayo balas!" ucap Alvin santai.
Revan yang terkejut karena tiba-tiba mendapat serangan itu mundur beberapa langkah. Sementara Eric hanya menjadi penonton adegan itu.
"Apa maksud kamu?" tanya Revan. Mengusap cairan merah yang mengalir di sudut bibirnya.
"Cih! Pura-pura beg0." Alvin mencibir.
Tak puas sampai di situ, ia kembali menghujani tubuh Revan dengan kepalan tinjunya yang keras. Alvin yang memang jago dalam bela diri itu bahkan tak memberi celah kepada Revan untuk membalas. Hingga Revan ambruk di atas rerumputan.
"Saya rasa sudah cukup, Pak!" Eric mencoba menghalangi Alvin yang ingin menyerang lagi. Lagi pula, Revan sudah babak belur dipukuli Alvin.
"Dasar laki-laki modal burung!" maki Alvin setelah puas memukuli.
Pria itu beranjak meninggalkan Revan yang masih tersungkur. Eric langsung mengekor di belakang sang bos. Ia segera membukakan pintu mobil saat telah tiba di parkiran.
Kemudian mobil mewah itu melaju meninggalkan lokasi. Selama perjalanan, Eric terus melirik sang bos melalui kaca spion.
Sekarang Eric sedang memikirkan Alvin jika nanti Revan sampai melaporkan tindakan kekerasan yang dilakukan Alvin.
"Bukannya tinjau lokasi malah tawuran beneran. Sebenarnya kamu ini maunya apa sih?" tanya pria itu.
Saat di luar jam kerja, Eric akan berbicara dengan bahasa yang santai dengan Alvin, berbeda saat sedang bekerja di mana ia akan berbicara dengan bahasa formal.
Alvin menatap pria di sebelahnya, lalu menyandarkan punggung.
"Merebut kembali perusahaan orang tua Daniza dari tangan si brengs3k itu."
"Itu saja?" tanya Eric curiga. Sebab ia yakin Alvin ada rencana terselubung lain.
"Merebut Daniza juga lah!"
Jawaban santai nan frontal itu membuat Eric terbelalak. Bagaimana mungkin sang bos yang dikelilingi wanita cantik malah tertarik dengan istri orang.
Gila anak Ibu Elvira ini!
*
*
*
Daniza baru tiba di rumah kontrakannya. Malam ini ia agak terlambat pulang karena harus menyelesaikan pekerjaan. Saat pulang tadi, ia menyempatkan diri mampir ke kedai makanan favoritnya untuk membeli makanan dan minuman. Daniza meletakkan bungkusan makanan di meja, lalu masuk ke kamar.
Merasa lelah, wanita itu membaringkan tubuh lelahnya di tempat tidur. Pikirannya melayang. Ia pikir lebih baik segera menggugat cerai Revan. Dari pada terus sakit hati dengan perbuatan suami dan selingkuhannya itu.
"Ya, itu akan lebih baik," ucapnya kepada diri sendiri.
Lagi pula, Revan tak sedikit pun peduli kepadanya atau anak dalam kandungannya. Padahal Daniza sempat berpikir bahwa Revan akan berubah pikiran dengan adanya anak di antara mereka.
Tanpa sadar sepasang mata Daniza terpejam. Lelah membuatnya diserang kantuk. Bahkan Daniza tidak menyadari kedatangan kedatangan seseorang yang diam-diam membuka pintu rumah, yang ternyata tidak terkunci.
Alina mengendap-endap masuk ke rumah Daniza. Senyum licik terbit di sudut bibirnya saat melihat wanita itu berbaring di kamar yang pintunya terbuka setengah.
Seolah semesta mendukung, Alina melihat bungkusan makanan dan minuman di meja. Sebuah kesempatan yang sangat bagus. Alina merogoh tas dan mengeluarkan sesuatu dari sana. Kemudian memasukkan sesuatu ke dalam minuman milik Daniza.
"Kita lihat apa yang akan terjadi setelah ini."
Setelah berhasil dengan perbuatan jahatnya, wanita itu pergi meninggalkan rumah Daniza tanpa rasa berdosa.
*
*
*
Di sisi lain, Alvin baru tiba di rumah setelah melewati hari yang sangat menyebalkan. Kejadian hari ini berhasil membuat imunnya naik turun. Begitu memasuki rumah, suasana terasa sangat sunyi. Hanya satu lampu yang menyala di ruang tengah, membuat seisi rumah tampak temaram.
"Awh Mama ... ampun, Mah!"
Tiba-tiba Alvin berteriak kala merasakan jemari lembut menyiksa telinga. Alvin yakin ini perbuatan mamanya. Karena tidak pernah ada orang yang berani melakukan ini kepadanya selain mama. "Aku salah apa lagi sih, Mah?"
"Kesalahan kamu itu banyak dan bikin mama malu! Ngidam apa mama saat hamil kamu?!"
Alvin benar-benar kerepotan dengan kebiasaan ekstrim sang mama. "Lepas dulu, Mah. Kan tadi pagi sudah dihukum. Masa dihukum lagi. Mama ini ibu kandung apa ibu tiri, sih?"
Mama melepas tangannya setelah merasa puas. Lalu bergerak menuju sudut ruangan untuk menyalakan lampu dan menatap kesal kepada putranya yang tengah mengusap-usap telinga.
"Kalau anak tunggal itu disayang, Mah, bukan disiksa!" ucap Alvin mengingat Mama Elvira kerap menarik telinga atau menyambutnya dengan gagang sapu saat melakukan kesalahan.
"Biarin! Daniza tadi sudah cerita semuanya ke mama," ucapnya kemudian.
"Cerita soal apa?"
"Semua kelakuan kamu semasa sekolah!" pekik mama semakin kesal. "Daniza bilang kamu selalu menjahili dia sampai trauma dan tidak mau sekolah lagi. Kamu benar-benar ya, Vin! Kalau memang kamu suka sama Daniza, kenapa kamu berbuat seperti itu?"
Alvin menjatuhkan tubuhnya di sofa dengan malas. Wajahnya tampak sangat suram. "Itu salah dia sendiri."
"Apa maksud kamu?"
"Daniza itu ngeselin, Mah. Padahal sudah dikode masih tidak peka."
"Ya bagaimana mau peka kalau cara kamu aneh begitu? Masa kamu kurung dia di gudang? Buat apa coba?"
Pikiran Alvin menerawang ke masa lalu. Masih begitu lekat dalam ingatan apa yang membuatnya nekat mengurung Daniza di gudang sekolah dan baru melepasnya di sore hari.
"Itu karena si Ruben mau ajak Daniza jalan-jalan habis sekolah," jawab Alvin. Tidak ada yang boleh mendekati Daniza selain aku! tambahnya dalam hati.
Mama Elvira kembali melotot mendengar jawaban putranya.
"Ya ampun Alvin! Jadi kamu mengurung Daniza di gudang karena cemburu?"
Alvin tersenyum getir. Memamerkan barisan gigi putihnya.
****
Baca ini ngakaknya ngelebihin dr Allan yg suka modusly. Kereeen...kereen /Kiss/