Seorang gadis bernama Anantari yang bercita-cita dirinya menjadi seorang ratu istana kerajaan. Perjuangan menjadi ratu kerajaan tidaklah mudah. Ketika ia ingin mewujudkan mimpi sebagai seorang ratu—terlalu banyak sekali hal yang harus ia hadapi, halangan-demi halangan terus menghampiri.
Namun ia adalah seorang gadis yang hebat. Dan tidak pernah menyerah akan mimpinya. Itu semua ia jadikan petualangan, sebuah petulangan yang panjang yang penuh lika-liku, dan Anantari selalu menjalani petualangannya menjadi seorang ratu dengan sangat riang gembira. Walaupun tidak mudah Anantari mencoba tidak menyerah, sampai mimpi menjadi seorang ratu terwujud.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikhlas M, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Musuhnya menohok. Seketika Wiraguna berada di hadapan sang musuh. Dia menghantam Karna dengan halterenya.
“Brakkkk!” Pukulan itu menghantam wajah Karna. Begitu keras. Lalu pukulan kedua. Dia memukul perut Karna dengan tinjunya.
“Bukkkkk!” Seketika Karna terhempas, terlempar jauh beberapa meter. Dia belum sempat mendarat, namun dengan cepat Wiraguna berteleportasi, mengejar Karna yang yang masih terlempar. Mereka saling menatap.
Lalu Wiraguna menghantam wajah Karna sekali lagi.
“Boom!” Debu-debu di arena pertandingan mengepul.
Itu adalah pukulan terakhir Wiraguna. Wiraguna menghantam wajah Karna dengan begitu keras.
Lalu Karna menyerah. Pertandingan selesai. Wiraguna menang telak.
“Tengg!” Lonceng di bunyikan,
menandakan pertandingan pertama di menangkan oleh Wiraguna.
Para prajurit Arcania yang menyaksikan jalannya pertandingan, mulai bersorak riang, juga gembira karena Wiraguna berhasil memenangkan pertandingan. Itu artinya kesempatan membawa raja pulang kembali ke istana mulai terlihat semakin dekat.
Namun terlihat Archeri begitu kesal karena seorang tangan kanannya berhasil di kalahkan.
“Sial kenapa dia bisa di kalahkan!” Gerutu Archeri sambil memukul dinding.
Lalu pertandingan kedua akan segera di mulai. Pertandingan kedua ialah Esa akan melawan Sakhuni (*Tangan kanan Archeri dan juga orang kepercayaan Archeri*). Terlihat Esa mulai mempersiapkan diri akan bertarung.
Dia akan mengerahkan seluruh kekuatan yang ia punya. Dia berjanji akan mengorbankan seluruh hidupnya untuk kerajaan Arcania, untuk rakyat, untuk sang raja, juga untuk teman baiknya Anantari.
Esa mulai memasuki arena pertandingan. Terlihat dia begitu gagah.
Gemuruh tepuk tangan prajurit Arcania yang menyaksikan jalannya pertandingan.
Esa menatap tajam sang musuh.
“Baiklah aku akan mengalahkannya. Aku akan berjuang semampu yang aku bisa.” Batin Esa.
Musuhnya (Sakhuni) seperti merendahkan Esa. Dia menyeringai tersenyum tipis sambil menatap Esa.
“Tenggg!” Pertandingan kedua di mulai.
Sakhuni mulai berlari ke arah Esa. Dia mulai fokus bertarung dengan Esa.
“Brakk!” pukulan sakhuni tertahan oleh Esa.
Sakhuni mendendang kaki Esa. Esa menghindar. Begitu terus. Esa hanya mencoba mengamati gerakan sang musuh.
Sakhuni geram. Dia mulai mengeluarkan kekuatannya.
Sakhuni mengucapkan sebuah mantra sihir.
“Sang penguasa langit, dengarkan seruanku. Tetesan langitku turunkan dengan kekuatan kilatmu!”
“Darrrr!” Petir menyambar. Petir itu bisa membentuk menjadi apa saja yang Sakhuni inginkan.
“Blarr, blar!” Dia mengarahkan kekuatannya kepada Esa. Namun Esa terus menghindar dan ia sedikit tertekan oleh serangan Sakhuni.
Entah apa yang harus dia lakukan. Sepertinya dia sangat sulit untuk memberikan perlawanan, karena musuhnya begitu cepat, juga sangat kuat.
Lalu mantra kedua di ucapkan.
“Hei sang petir. Berubahlah menjadi seekor naga. Dan berikan semua kekuatanmu kepadaku.”
Seketika langit gelap gulita. Pertandingan mulai serius.
“Ting!” Sakhuni berteleportasi.
Seketika ia berada di atas Esa. Esa menengok.
“Wahai naga petir musnahkan!”
Seketika cahaya terang mulai menyelimuti arena pertandingan. Begitu terang sampai tidak bisa terlihat.
Itu adalah cahaya dari kekuatan petir Sakhuni.
“Boom!” Hampir saja Esa terkena serangannya. Jika Esa terlambat satu detik saja mengelak. Mungkin dia akan terkena serangan tersebut.
“Ha ha ha... Aku tahu kamu hanya bisa menghindar saja dari seranganku. Kamu lemah, tidak bisa melawan. Apakah kamu takut?” Tanya Sakhuni sambil mengejek Esa.
Esa begitu merinding menghadapinya. Kekuatannya tidak sebanding. Dia bertanya-tanya dalam hatinya. Apakah dia bisa mengalahkannya. Musuhnya begitu kuat.
“Ting!” Sakhuni berteleportasi lagi.
“Brakkk!” Dia menghantam wajah Esa. Memukulnya dengan keras. Esa terpelanting jauh. Karena Sakhuni berada di puncak kekuatannya. Dia begitu kuat sekarang.
Esa terlempar jauh terpental beberapa meter. Dia mulai geram.
Dia mulai mengingat kalimatnya kepada Anantari.
“Tenang saja Anantari, aku berjanji akan membawa sang raja kembali ke Arcania.”
Seketika jiwa bertarungnya mulai bangkit. Dia lalu bersemangat kembali bertarung. Itu adalah puncak dari kemarahannya.
“Nyala api bangkitlah, aku memanggilmu!”
Seketika tubuhnya berubah menjadi manusia api.
Dia mulai melancarkan serangan balasan kepada Sakhuni. Dia memukulnya dengan cepat. Sekarang kekuatannya sebanding dengan Sakhuni.
Para prajurit mulai menohok. Mereka berseru gembira, bahwa Esa mulai mengamuk. Sepertinya Esa akan memenangkan pertandingan.
“Blar, blar, blar!” Esa melancarkan serangan terus menerus kepada sang musuh. Musuhnya terlihat begitu kewalahan. Karena Esa begitu cepat. Juga tinjunya dua kali lebih kuat di banding sebelumnya.
“Ting!” Esa berada di hadapan Sakhuni.
Dia mulai meningkatkan kekuatannya ke tingkat yang lebih tinggi.
“Pukulan api, hancurkan!” Seru Esa memukul Sakhuni dengan seluruh tenaganya.
“Bukkkk!” Sakhuni terpelanting jauh.
“Boom!” Debu-debu di arena pertandingan mengepul.
Esa berteleportasi. Lalu dia memukul Sakhuni lagi untuk yang terakhir kalinya.
“Bukkk!” Sekali lagi Esa melesatkan tinjunya kepada Sakhuni.
“Boom!” Itu adalah pukulan terakhirnya. Sakhuni tidak berdaya. Dia kalah. Dan dia menyerah.
“Teng!” Pertandingan selesai. Esa memenangkan pertandingan.
Para prajurit Arcania mulai bersrorak riang gembira. Mereka senang karena Esa telah memenangkan prtandingan. Mereka berpikir, mereka tidak sia-sia ikut melihat pertandingan yang sangat menakjubkan ini.
Wiraguna teramat bangga kepada Esa.
Dia tersenyum sambil menatap Esa.
Namun ketika mereka sedang bergembira, tiba-tiba saja langit terbelah. Petir menyambar.
“Lihat itu!” Salah seorang prajurit menunjuk ke arah Archeri.
Terlihat di sana Archeri mengamuk, karena kedua tangan kanannya berhasil di kalahkan.
Lalu ia menjelma menjadi seorang monster. Tubuhnya membesar, wajahnya menyeramkan, menatap tajam Esa. Sepertinya dia begitu marah kepada Esa. Dia menjelma menjadi seekor naga besar, yang di selimuti petir.
Naga itu berteriak menderam. Mengaung. Aungannya begitu keras hingga menggetarkan arena pertandingan.
Para prajurit mulai berteriak histeris. Berseru ketakutan. Begitupula dengan Esa, dan Wiraguna. Buluk uduknya merinding ketika berhadapan dengan Archeri yang menjelma menjadi seekor monster naga.
Monster naga itu sepertinya geram kepada Esa.
Lalu dia seperti ingin menyerang Esa. Dia lalu mengeluarkan sesuatu dari mulutnya.
“Bushhh!” Itu adalah kekuatan apinya. Dia mengeluarkan bara api di dalam mulutnya. Hidungnya mengepul.
Dia mengerahkan serangannya kepada Esa. Esa menghindar dengan cepat. Dia terus menghindari serangan dari monster naga itu.
Esa mulai melancarkan serangan dengan bola-bola apinya.
Namun itu sia-sia. Kekuatan Archeri sekarang jauh lebih kuat di banding dengan Esa yang menjadi manusia api.
Kekuatannya bertambah hampir sepuluh kali lipat ketika dia menjelma menjadi seekor naga.
Serangan Esa terus di patahkan oleh Archeri.
“Blar, blar, blarr!” Esa terus memberikan perlawanan dengan bola apinya.
Esa semakin tak kuasa menahannya. Dia tersudut. Namun sesuatu datang dari arah langit barat.
“Musnahkan!”
Itu adalah Anantari. Dia datang untuk membantu Esa. Dia bersama dengan kalang, juga Wira. Mereka akan membantu Esa dan Wiraguna.
“Bussssh!” Seketika gumpalan air yang di lontarkan Anantari menyerang sang monster naga. Lalu Kalang berteleportasi.
“Brakkkkkk!” Dia menendang bagian wajah sang naga.
Tendangannya begitu kuat.
“Angin lalu, angin puyuh, aku berseru padamu! Dari timur kau datang, dari barat kau berhembus. Berikan ku sedikit kuasamu, untuk (*tujuan*). Datanglah kini, pergilah nanti”
Terlihat Wira mulai menyerang sang naga dengan kekuatan anginnya.