Dilarang memplagiat karya!
"Pernikahan kontrak yang akan kita jalani mencakup batasan dan durasi. Nggak ada cinta, nggak ada tuntutan di luar kontrak yang nanti kita sepakati. Lo setuju, Aluna?"
"Ya. Aku setuju, Kak Ryu."
"Bersiaplah menjadi Nyonya Mahesa. Besok pagi, Lo siapin semua dokumen. Satu minggu lagi kita menikah."
Aluna merasa teramat hancur ketika mendapati pria yang dicinta berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Tak hanya meninggalkan luka, pengkhianatan itu juga menjatuhkan harga diri Aluna di mata keluarga besarnya.
Tepat di puncak keterpurukannya, tawaran gila datang dari sosok yang disegani di kampus, Ryuga Mahesa--Sang Presiden Mahasiswa.
Ryuga menawarkan pernikahan mendadak--perjanjian kontrak dengan tujuan yang tidak diketahui pasti oleh Aluna.
Aluna yang terdesak untuk menyelamatkan harga diri serta kehormatan keluarganya, terpaksa menerima tawaran itu dan bersedia memainkan sandiwara cinta bersama Ryuga dengan menyandang gelar Istri Presiden Mahasiswa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 11 Game Changer
Happy reading
Pagi ini mentari enggan menyapa. Tahtanya tergantikan oleh gumpalan awan hitam. Mungkin sebentar lagi, langit akan tumpahkan tangis.
Meski semesta memasang wajah muram, para anggota BEM tetap mengindahkan perintah Sang Presma--bergegas mendatangi ruang sekretariat untuk membicarakan proyek mereka.
"Selamat pagi teman-teman. Terima kasih udah hadir memenuhi undangan gue, meski dadakan. Baru gue share tadi ba'da subuh," sapa sekaligus tutur Ryuga mengawali rapat. Tentunya usai melafazkan doa bersama, sesuai keyakinan masing-masing anggota BEM.
"Hari ini kita fokus pada satu hal ... persiapan 'Proyek Bakti Hukum' di Desa Bantul, Yogyakarta. Tadi sebelum masuk ke ruang sekretariat, gue udah menemui Pak Afan dan nyerahin proposal. Beliau ngasih lampu hijau dan menginstruksikan untuk segera membahas persiapan proyek kita ini --"
"Kita perlu pastiin semua divisi siap, terutama Divisi Advokasi dan Publikasi," lanjutnya sembari melayangkan pandangan ke arah Dimas dan Nofiya yang duduk bersebelahan.
"Secara logistik, kita udah 85% aman, Pak. Tinggal nunggu ACC dan izin ke perangkat desa. Tapi, gue mau kita kembali ke isu utama, seperti yang lo sampeiin di grub. Poin utama mengenai 'Kasus Mafia Tanah di Desa Bantul'." Tara--Sang Wakil Jendral menyahut.
Ryuga mengangguk, lantas beranjak dari posisi duduk dan mengambil spidol berwarna hitam yang tergeletak di atas meja.
'Kakek K VS Mafia Tanah' tulisnya di whiteboard.
"That's right. Sebelum kita bicara teknis, kita harus paham kenapa Desa Bantul jadi prioritas. Tim advokasi nemuin kasus yang sangat miris, yang dialami oleh salah satu warga. Seorang kakek berusia tujuh puluh tahun. Sebut saja namanya 'Kakek K'. Beliau pemilik sah tanah warisan, tapi diduga dokumennya dipalsukan oleh mafia tanah."
"Gue sama tim udah coba telusuri lebih dalam. Modusnya klasik, Pak. Mereka manfaatin kelemahan literasi hukum Kakek K dan ngelakuin penipuan dengan surat kuasa palsu. Kasus ini bukan cuma soal Kakek K, tapi nunjukin kerentanan hukum warga desa terhadap praktik culas seperti ini." Dimas menimpali.
"Berarti, fokus utama edukasi kita harus tentang perlindungan aset dan verifikasi surat tanah. Jangan sampai kasus ini terulang. Mungkin, kita bisa buat booklet sederhana atau poster visual yang mudah dipahami warga lansia," cetus Nofiya--turut bersuara.
"Bener banget. Target kita bukan cuma ngedampingi Kakek K secara hukum. Tetapi juga membagi pengetahuan literasi hukum kepada seluruh warga Bantul." Ryuga menanggapi.
"Jadi kesimpulannya, Divisi Advokasi ... siapin berkas pendampingan Kakek K dan koordinasi dengan LBH untuk back-up litigasi --"
"Untuk materi sosialisasi anti mafia tanah dan hak-hak kepemilikan, pastiin bahasanya lugas. Supaya bisa diterima dan dimengerti oleh warga Bantul yang rata-rata berusia sepuh. Lantas untuk Divisi Logistik, cek ulang akomodasi dan transportasi."
"Siap, Pak." Tara, Nofiya, Dimas, dan seluruh anggota BEM yang mengikuti rapat di pagi ini berseru kompak. Mereka sangat antusias dengan Proyek Bakti Hukum di Desa Bantul yang rencananya dilaksanakan beberapa hari lagi.
"Proyek kita kali ini bukan sekedar proyek bakti biasa, tetapi mencakup soal keadilan. Gue harap, tim advokasi bisa maksimal. Sebagai anak fakultas hukum, gue nggak mau ada lagi warga yang jadi korban karena ketidak pahaman mereka mengenai hukum."
"Siap, Pak Ketu. Kita bakal kawal tuntas. Kita buktiin BEM Universitas Cakrawala mampu berbuat lebih dari sekedar cuap-cuap dan demonstrasi." Kalimat itu tercetus dari bibir Dimas, selaku ketua Divisi Advokasi.
"Bagus. Semoga bakti hukum yang akan kita laksanain, bisa menjadi bukti bahwa ilmu yang kita dapat di kampus bermanfaat untuk masyarakat luas dan bukan cuma teori yang ngendap di otak."
"Ada satu poin penting yang perlu kita tambahin, khususnya untuk memperkuat Divisi Advokasi, Pak. Kita nggak bisa hanya ngandelin ilmu yang kita dapat di kampus. Karena kasus mafia tanah di Desa Bantul ngelibatin trik dan regulasi pertanahan yang kompleks." Elisabeth menginterupsi. Dia mahasiswi Fakultas Hukum dan kebetulan memiliki sahabat yang bertempat tinggal di Desa Bantul.
"Gue setuju. Makanya kita perlu back-up ahli." Ryuga mengejapkan mata dan tersenyum.
Elisabeth sejenak mematung. Gadis berparas manis itu terpana menatap wajah rupawan Sang Presma. Hanya sekian detik, lantas alihkan atensi pada lembaran kertas di atas meja.
"Dimas, LBH yang lo ajak udah cukup?" Ryuga bertanya pada Dimas dan mengunci atensi.
"Udah, Pak. Tapi, gue punya koneksi yang bisa kita manfaatin. Abang gue, yang udah lama bekerja sebagai ahli pertanahan dan sekarang bertugas di BPN, bersedia bantuin kita."
Ryuga excited mendengar penuturan Dimas, begitu juga para anggota BEM.
"Sip, gue demen banget. Dengan pengalaman langsung dari BPN, kita bisa tahu celah-celah hukum yang biasa dimanfaatin mafia tanah dan gimana cara memverifikasi keabsahan SHM ataupun AJB secara cepat, khususnya milik Kakek K."
"Dan itu juga bisa jadi nilai jual saat sosialisasi, Pak. Edukasi langsung dari Ahli Pertanahan pasti bakal bisa lebih ngeyakinin warga desa," ujar Nofiya--menyahut ucapan Ryuga.
"Bener. Gue udah bicara sama Bang Danu--Abang gue. Dia bakal nyempetin waktu buat ikut ke Bantul. Fokus membantu tim advokasi, ngumpulin bukti teknis pertanahan." Dimas turut menyahut.
Ryuga mengulas senyum. Ia teramat bangga pada anggota BEM yang dipimpinnya, kompak dan solid.
"Kehadiran ahli pertanahan mengubah status proyek dari sekedar bakti sosial menjadi aksi advokasi terstruktur dan profesional. Gue sebut proyek bakti kita kali ini sebagai Game Changer. Sampein makasih kita ke Abang lo, Dim."
"Ogeh, Pak Ketu. Nanti gue sampein." Dimas tersenyum dan mengangkat satu jempol tangannya.
Tepat pukul 11.00 WIB, rapat berakhir. Semua anggota BEM keluar dari ruang sekretariat, meninggalkan Ketua dan Wakil Jendral yang masih duduk di kursi mereka.
"Are you okay, Pak?"
Tara menatap lekat wajah Ryuga yang berubah sendu, sejak berakhirnya rapat BEM tadi.
"Not great, tapi gue berusaha buat fine." Pak Ketu yang tadi tampak bersemangat ketika memimpin rapat, kini terlihat lesu.
"Jujur, gue pingin tau ... kenapa lo mendadak mau nikah sama Aluna."
Senyap.
Ryuga sejenak terdiam, lalu menghela napas dalam.
"Panjang ceritanya, Ta --" ucapnya pelan dan jauh dari kata 'semangat'.
"Intinya aja, Pak. Lo bisa meringkas."
"Intinya, gue cuma berniat bantuin Aluna buat jadi pengantin pengganti. Biar dia nggak nikah sama Pak Hamdan. Gue nawarin pernikahan kontrak dan dia setuju. Tapi gagal. Mama maksa gue buat nikahin Aluna tanpa embel-embel 'pernikahan kontrak'. Dan Lo tau yang bikin gue hancur? Ayu yang ngasih usul gila. Political Marriage. Dan dia juga yang bikin mama jadi ikut campur."
"Maksud lo ... Bu Ayu yang nyuruh lo buat nikahin Aluna?"
Ryuga mengangguk samar. "Iya. Awalnya, gue nggak nanggepin. Tapi setelah gue ketemu sama Xavier ... gue berempati. Gue nggak tega ngeliat dia hancur karena mikirin adiknya."
"Bu Ayu pasti punya alasan lain, selain Political Marriage."
"Biar gue move on dari dia."
"Gue rasa ... bukan." Tara menggeleng dan tersenyum tipis, sehingga membuat Ryuga melayangkan tatapan penuh tanya.
"Lo bisa tanya ke Bu Ayu, Pak. Bertemu langsung, bukan lewat chat." Seusai mencetuskan kalimat itu, Tara membawa tubuhnya beranjak dari posisi duduk dan menarik pelan lengan Ryuga.
"Ayo gue temenin. Mumpung hari ini nggak ada kelas."
Ryuga membuang napas, lalu memaksa tubuhnya untuk bangkit.
Gedung A Fakultas Sasing menjadi tujuan mereka untuk bertemu dengan Ayu.
🍁🍁🍁
Bersambung
Game changer adalah seseorang, ide, atau peristiwa yang secara fundamental mengubah cara sesuatu dilakukan. Sering kali dengan inovasi atau perspektif baru yang menciptakan terobosan besar. Cimiwiw.
kreatif. Tapi nilai kreatifnya akan bermakna jika digunakan ke arah hal yg lbh positif. ngritik boleh. Tapi lbh baik jika energinya dibuat utk ikut membangun aja kan... membangun bukan yg berarti harus ini dan itu, terjun di politik atau apalah..berpikiran kayak anak muda di kisah ini, itu udah bagian dari membangun. membangun mental bangsa yang udah terlalu banyak dicekoki parodi---yang sementara dianggap lucu, tapi justru tanpa sadar menanamkan nilai tidak mrncintai negeri ini....
ah..kok ngomongnya jadi kemana2 ya..
aku nyimak ya..sambil goleran
kalau di lingkup personal gak. Tapi itu emang udah sesuai porsi. kan judulnya sandiwara cinta Presma...😍😍
nyonya kaya raya ketipu arisan bodong bisa darting juga ya😄😄
ada sesuatu nih dgn nama ini