Bercerita seorang yang dahulu di beri julukan sebagai Dewa Pengetahuan dimana di suatu saat dirinya dihianati oleh muridnya dan akhirnya harus berinkarnasi, ini merupakan cerita perjalanan Feng Nan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anonim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 21:Awal Di Mulainya Lelang
Suasana pagi yang menyelimuti Kota Xing terasa lebih ramai dari biasanya. Jalanan utama yang menuju ke arah balai pelelangan dipenuhi oleh berbagai jenis manusia: pedagang kaya dengan kereta emas mereka, perwakilan klan-klan ternama yang mengenakan jubah dengan bordir lambang keluarga, serta para pengembara dan kultivator independen yang datang dengan maksud berburu peluang. Di udara yang mulai menghangat oleh sinar matahari musim gugur, semangat dan keserakahan tampak nyata di mata setiap orang. Hari ini bukan hari biasa—hari ini adalah hari pelelangan besar tahunan di Kota Xing, dan desas-desus mengenai barang-barang langka yang akan muncul membuat suasana seperti permukaan air yang beriak karena batu besar.
Di antara keramaian itu, Feng Nan melangkah perlahan bersama Liu Shi di belakangnya. Tak ada yang menyangka bahwa pria berpakaian sederhana yang tak mencolok itu menyimpan barang-barang yang bisa mengguncang isi pelelangan hari ini. Dalam genggaman jarinya yang ramping, tersembunyi sebuah cincin penyimpan ruang, dan di dalamnya—terdapat dua benda yang hari ini akan mengundang lebih banyak mata daripada emas murni: Giok Api Langit dan sebuah pusaka kuno dari perunggu tua yang tak pernah dia jelaskan asal-usulnya.
Mereka tiba di gerbang utama balai pelelangan sekitar satu jam sebelum pelelangan dimulai. Gedung itu megah, berdiri tiga lantai dengan pilar-pilar tinggi yang dilapisi emas tipis, memberikan kesan kemewahan dan kekuasaan. Di depan pintu masuk, para tamu dipersilakan masuk setelah menunjukkan undangan atau membayar biaya pendaftaran. Beberapa kultivator terlihat mencoba menyuap penjaga untuk mendapatkan tempat duduk strategis, tapi tak semua berhasil.
Feng Nan mendekati meja penerimaan yang dijaga oleh seorang pria paruh baya dengan janggut rapi dan mata awas. Saat Feng Nan mengeluarkan dua barang dari cincinnya dan meletakkannya di atas meja, udara seketika berubah.
Giok Api Langit memancarkan gelombang energi panas yang halus tapi pekat, cukup untuk membuat pria itu mundur setengah langkah. Matanya membelalak ketika melihat benda kedua—pusaka perunggu tua yang tampak usang, namun mengandung aura keheningan mendalam seperti reruntuhan kuno yang menyimpan ribuan rahasia.
"T-Tuan... barang ini..." Suara pegawai itu bergetar. Ia menatap Feng Nan dengan campuran rasa takut dan hormat. "Mohon tunggu sebentar, saya harus memanggil manajer kami."
Tanpa menunggu jawaban, pria itu segera pergi dengan langkah tergesa. Liu Shi yang berdiri di sebelah Feng Nan mencuri pandang ke arah benda-benda yang baru saja dikeluarkan. Meskipun ia belum lama mengenal Feng Nan, ia tahu bahwa pria ini tak pernah melakukan sesuatu tanpa alasan. Jika dia memutuskan menjual dua benda itu, maka bukan sekadar untuk keuntungan. Pasti ada rencana yang lebih besar di baliknya.
Tak lama kemudian, suara langkah sepatu hak tinggi terdengar mendekat. Dari balik tirai beludru ungu, muncul seorang wanita dengan pakaian panjang merah marun, rambut panjangnya disisir rapi dan ditata dengan jepit perak berbentuk burung phoenix. Wajahnya cantik memikat, dengan senyum yang terlatih menghiasi bibirnya. Setiap gerakan tubuhnya seolah diperhitungkan dengan sempurna untuk menimbulkan kesan elegan dan menggoda.
Namun, saat ia bertemu tatapan Feng Nan, senyumnya sedikit meredup. Tidak karena pria itu menunjukkan kekasaran atau ketertarikan berlebihan seperti biasanya yang ia terima dari klien lelaki—melainkan karena tatapan Feng Nan sama sekali tidak terpengaruh. Matanya datar, tenang, tak menilai, seolah dirinya hanyalah bagian dari latar belakang yang tak berarti.
“Selamat pagi,” ucap wanita itu, suaranya lembut namun mengandung kekuatan. “Saya Ru Lan, manajer utama pelelangan hari ini. Anda yang membawa barang-barang ini?”
Feng Nan mengangguk ringan. “Benar.”
Ru Lan melirik sekali lagi ke arah Giok Api Langit dan pusaka perunggu itu, lalu tersenyum. Tapi kini senyum itu lebih profesional daripada menggoda.
“Barang-barang ini… sangat luar biasa. Terutama pusaka ini,” katanya, menyentuh ujung pusaka perunggu tanpa benar-benar memegangnya. “Boleh saya tahu… apakah Anda bersedia meletakkannya di sesi utama pelelangan?”
“Tidak masalah,” jawab Feng Nan. “Asal dikemas dengan benar.”
“Dengan senang hati,” kata Ru Lan sambil memberi isyarat kepada bawahannya untuk segera mencatat barang dan membawa keduanya ke ruang penyimpanan khusus yang dilindungi formasi pelindung.
Setelah semuanya tercatat, Ru Lan kembali menyerahkan sebuah benda kecil berbentuk plakat hitam berbingkai emas.
“Ini adalah plakat VIP. Dengan ini, Anda dan pendamping Anda akan mendapatkan tempat duduk di lantai dua, posisi terbaik untuk menyaksikan pelelangan. Jika Anda butuh bantuan lebih lanjut, cukup tunjukkan ini.”
Feng Nan menerima plakat itu tanpa ekspresi berlebihan. “Terima kasih.”
Ia menyelipkan plakat itu ke dalam lengan jubahnya dan memberi isyarat halus kepada Liu Shi. Mereka lalu dipandu oleh pegawai sebelumnya, yang kini bersikap jauh lebih sopan dan penuh hormat. Dengan langkah ringan, mereka dibawa melalui koridor sisi kiri menuju tangga spiral yang berlapis permadani merah menuju lantai dua.
Di lantai dua, ruangan terasa lebih hening. Suasana di sini berbeda dari lantai bawah yang mulai riuh. Para VIP duduk di balik sekat-sekat kayu cendana berukir naga, masing-masing diberi ruang pribadi dengan kursi empuk, meja kecil berisi teh, dan lonceng kecil untuk memanggil pelayan.
Feng Nan dan Liu Shi dibawa ke salah satu ruang VIP paling depan, menghadap langsung ke panggung utama. Dari posisi ini, mereka bisa melihat setiap barang yang dilelang tanpa terhalang, serta memperhatikan ekspresi para peserta lain.
Saat mereka duduk, Liu Shi menoleh ke arah Feng Nan dan bertanya dengan suara pelan, “Kau yakin menjual benda-benda itu sekarang? Aku merasa seperti… ini akan mengundang bahaya.”
Feng Nan tidak langsung menjawab. Ia hanya mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, memperhatikan wajah-wajah yang muncul di balik sekat-sekat lainnya. Beberapa wajah asing, tapi tak sedikit pula yang terasa berbahaya. Mata-mata tajam, senyuman penuh makna, dan aura tersembunyi yang mengintai.
“Justru itu yang aku inginkan,” ucap Feng Nan akhirnya, tenang. “Pelelangan ini akan menarik perhatian… dan aku ingin tahu siapa yang tertarik.”
Liu Shi menggigit bibirnya. Ia belum tahu rencana penuh Feng Nan, tapi satu hal sudah pasti—hari ini bukan hanya soal menjual barang. Hari ini adalah panggung. Dan Feng Nan baru saja naik ke atasnya.
Di luar ruangan, lonceng besar mulai dibunyikan tiga kali berturut-turut. Tanda bahwa pelelangan sebentar lagi akan dimulai. Semua percakapan pelan berubah menjadi bisik-bisik strategis. Para pengamat bersiap. Para pemain mulai muncul. Dan di tengahnya… duduk seorang pria dengan jubah hitam polos, menunggu waktunya untuk membuat dunia mengenalnya.