Penikahan yang seharusnya berjalan bahagia dan penuh dengan keharmonisan untuk sepasang suami istri yang baru saja menjalankan pernikahan, tapi berbeda dengan Evan dan dewi. Pernikahan yang baru saja seumur jagung terancam kandas karena adanya kesalah pahaman antara mereka, akankah pernikahan mereka bertahan atau apakah akan berakhir bahagia. Jika penasaran baca kelanjutannya di novel ini ya, jangan lupa tinggalkan komen dan like nya… salam hangat…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Na_1411, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nafsu Evan.
Tok.. Tok.. Tok..
Evan dengan pelan mengetuk pintu kamar dewi, sebelum mengetuk pintu Evan sempat membuka handel pintu kamar dewi. Tapi dewa keberuntungan tak berpihak ke Evan, dewi yang tahu akan akal bulus Evan memilih mengunci pintu kamarnya.
“Iya sebentar…”
Dewi berteriak agar Evan dapat mendengarnya, merasa penampilan dewi malam ini di rasa sudah cukup cantik dengan segera dia keluar dari kamarnya setelah tak lupa dia menggambil tas selempang milik dewi.
Ceklek…
terdengar pintu kamar dewi terbuka, Evan yang melihat handel pintu kamar dewi bergerak dengan segera menjauhkan dirinya. Dengan menyedekapkan kedua tangannya di atas dada, engan menatap dewi yang keluar dari kamar dengan pakaian yang terlihat rapi.
“Ayo kakak aku sudah siap.”
Dewi berdiri menatap Evan yang masih terdiam, dewi yang merasa aneh dengan sikap Evan segera memegang lengannya. Evan masih terdiam tanpa bergerak sama sekali, terlihat wajah tampan Evan yang sepertinya kesal dengan dewi.
“Kakak kesal sama aku ya…? Maaf deh, pasti kesal karena kamarnya aku kunci kan…?”
Dewi menempelkan kepalanya di pundak Evan dengan masih memegangi lengan Evan, dewi tahu alasan Evan kesal dengan dirinya.
Cup…
dewi dengan segera mencium pipi Evan, merasakan sesuatu yang basah menempel di pipinya. Dengan segera Evan tersenyum sambil menatap dewi yang tersipu malu, Evan dengan segera melangkah sambil menggandeng tangan dewi.
Sedangkan bibik yang berada di bawah menatap Evan dan dewi yang bergandengan tangan, bibik merasa senang melihat kerukunan kakak beradik tersebut.
“Nah gitu dong non, sama kakaknya yang akur jangan bertengkar terus kayak kucing dan tikus.”
Ledek bibik sambil menatap Evan dan dewi yang berjalan bersama, mendengar ucapan bibik dengan tenang Evan segera mencium pipi dewi di depan bibik.
“Eh mas Evan, main cium cium non dewi. Nggak boleh atuh, bukan muhrim.”
Tegur bibik yang terkejut dengan ulah Evan, Evan tersenyum sedangkan dewi dengan segera menepuk pundak Evan.
“Katanya harus rukun bik.”
“Tapi jangan cium cium juga atuh mas, mending mas Evan cium pacar mas.”
“Tapi dia pacarku bik.”
Lirih Evan yang hanya dapat di dengar dewi seorang, dewi mencubit lengan Evan agar tidak lepas kendali.
“Mas Evan ngomong apa sih, bibik nggak dengar.”
“Udah ah bik, kami pergi dulu ya jemput mama sama papa. Bibik di rumah aja, jangan kemana mana. Apalagi ketemuan sama pak satpam depan kompleks, awas.. tidak boleh.”
Dewi mengultimatum bibik, agar tetap di dalam rumah.
“Ah… non dewi, enggak lah non. Udah malam juga, mending tidur di kamar sambil nonton drama Korea.”
Melihat bibik yang pergi ke belakang, dengan iseng Evan memegang perut belakang dewi dengan satu tangannya.
“Kak, masih ada bibik. Jangan macam macam deh.”
Ancam dewi menatap Evan dnegan tatapan bengisnya, dia tidak ingin bibik curiga melihat tingkah Evan yang membuatnya senam jantung.
“Trus kalau kita hanya berdua, aku boleh ngapain ngapain kamu.”
“Itu maunya kakak, apa belum puas sampai buat aku jalan kayak orang sunat tadi.”
Dewi meninggalkan Evan yang masih berdiri menatapnya, ingatan Evan bergerilya tentang kejadian tadi di apartemennya. Evan berlari mengejar dewi yang semakin menjauh menuju ke mobil milik Evan, sebelum dewi membukakan pintu mobilnya dengan sigap Evan membukakan pintu mobil untuk dewi.
“Silahkan tuan putri.”
Dewi yang terkejut sampai berjengit kaget melihat Evan yang tiba tiba membukakan pintu mobil, dengan segera dewi masuk dan duduk manis di samping kursi kemudi.
Evan berlari dan masuk kedalam mobil, melihat dewi yang belum memasang sabuk pengamannya. Evan segera mendekati dewi yang sedang asik bermain handphone, tangan Evan menarik sabuk pengaman dewi. Tapi gerakkan tangan Evan berhenti melihat dewi yang tidak meresponsnya sama sekali, dia melirik melihat dewi yang tengah berkirim pesan dengan temannya Sinta.
“Sayang…”
Dewi melihat Evan yang berada tepat di depannya, wajah mereka bertemu satu sama lain. Dewi dapat merasakan hembusan nafas Evan, Evan mendekatkan wajahnya perlahan ke wajah dewi.
Dewi dapat menebak apa yang akan Evan lakukan setelahnya, dengan segera dewi menatap Evan dan menutup kedua matanya. Agar Evan dapat segera mengeksekusi dewi, tapi apa yang dewi pikirkan tidak sesuai ekspektasinya.
Evan hanya mencium kening dewi, merasakan hanya keningnya yang di cium Evan. Dewi merasa sangat kecewa, terdengar decakan dari mulut dewi.
Sedang Evan sudah kembali berada di kursi kemudinya setelah memasangkan sabuk pengaman dewi, dengan senyum menggembang Evan segera menghidupkan mesin mobilnya.
dia segera melajukan mobilnya setelah satpam depan rumah membukakan gerbang, Evan tahu jika dewi kesal dengan dirinya.
Hening… itulah yang dapat Evan dan dewi rasakan, mereka terdiam dengan pikiran masing masing.
“Kamu marah…”
Evan menatap sekilas dewi yang terlihat memalingkan wajahnya menatap pemandangan di sampingnya, melihat dewi yang terdiam Evan yang tidak suka melihat dewi kesal tiba tiba berinisiatif menepikan mobilnya.
Dewi dapat merasakan mobil Evan yang tiba tiba berhenti, suasana gelap dan terlihat sepi membuat dewi dengan segera menatap Evan.
“Kak kenapa kita berhenti di sini, di sini sepi kak… kalau ada orang jahat gimana…?”
Dewi merasa sangat ketakutan melihat suasana yang terlihat gelap dan sepi, Evan melepaskan sabuk pengamannya dan segera mendekati dewi.
Kedua tangan evan menangkup kedua pipi dewi, sedangkan dewi hanya bisa terdiam. Dia tidak dapat menggerakkan kepalanya, Karena Evan yang telah mengunci kepalanya dengan kedua tangannya.
“Kamu sangat menginginkan ini kam sayang.”
Evan segera melumat dan menghisap bibir merah milik dewi, merasakan isapan yang sangat kuat sampai dewi merasakan kedua bibirnya bengkak karena ulah Evan.
“Kak… sakit.”
Lirih dewi yang masih bisa di dengar oleh Evan, tapi Evan yang sudah tidak bisa menahan hawa nafsunya tidak berhenti sampai di situ saja. Dengan perlahan tangan Evan beralih memegang dan meremas kedua squisy dewi, terdengar suara lenguhan dari dewi.
“Eungh…”
Evan segera melepaskan ciumannya, dia beralih mencium tengkuk dewi. Menghisapnya sangat kuat, pasti akan ada bekas yang akan terlihat nanti di leger jenjang dewi karena hisapan Evan.
“Kak… Eungh… sudah kak…”
Dewi berusaha menyadarkan Evan, dia tidak ingin Evan mengeksekusinya di dalam mobil. Sedangkan posisi mereka berada di jalan yang akan menuju ke bandara.
“Kak… berhenti, kita harus segera menjemput papa dan mama.”
Mendengar ucapan dewi, Evan segera menghentikan perbuatannya. Dia seketika tersadar dan melepaskan tangannya dari kedua dada milik dewi.
“Sayang… kamu tahu kenapa tadi aku tidak menciummu waktu kita akan berangkat.”
Dewi mengelengkan kepalanya, dia memang tidak tahu apa alasan Evan kenapa tidak jadi menciumnya.
“Kamu lihat apa yang aku lakukan barusan ke tubuh kamu, aku selalu tidak tahan melihat tubuh indah kamu. Saat aku mencium mau, yang ada di pikiran aku hanya ingin melakukan perbuatan kita waktu di apartemen. Makanya lebih baik aku mengurungkan niatku, walau sebenarnya aku sangat ingin mencium bibirmu yang snagat menggoda ini.”
Evan mengelus lembut bibir dewi yang terlihat bengkak, dia sangat menyesal membuat kedua bibir dewi membengkak seperti di bpsengar lebah.
“Tapi kak, apa yang ada di pikiran Kakak hanya itu itu saja.”
Evan tersenyum tipis, entah kenapa Evan setelah merasakan tubuh milik dewi dia sangat ingin melakukannya lagi jika bersentuhan denagn dewi, berbeda saat Evan bersama dengan caca.
Evan mengangukan kepalanya, dia mengakui jika ucapan dewi benar. Dewi berdecak kesal, dia memilih menghidupkan audio di mobil Evan. Mendengarkan lagu milik lisa membuat suasana di dalam mobil menjadi lebih hidup, Evan segera menjalankan mobilnya menuju ke arah bandara.