Marsya adalah seorang dokter umum yang memiliki masa lalu kelam. Bahkan akibat kejadian masa lalu, Marsya memiliki trauma akan ketakutannya kepada pria tua.
Hingga suatu malam, Marsya mendapatkan pasien yang memaksa masuk ke dalam kliniknya dengan luka tembak di tangannya. Marsya tidak tahu jika pria itu adalah ketua mafia yang paling kejam.
Marsya tidak menyangka jika pertemuan mereka adalah awal dari perjalanan baru Marsya. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata ketua mafia yang bernama King itu ada kaitannya dengan masa lalu Marsya.
Akankan Marsya bisa membalaskan dendam masa lalunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 22 Kemarahan King
King segera menyusul Marsya ke toilet, tapi King sedikit terkejut kalau melihat Marsya sedang duduk di lantai dengan tubuh yang bergetar dan deraian air matanya. Bahkan Marsya tidak memperdulikan orang-orang yang semuanya melihat ke arah dirinya. "Kamu sedang apa di sini?" bentak King.
Marsya mendongakkan kepalanya menatap King dengan tatapan tajamnya. Tiba-tiba saja Marsya merasa marah kepada King. Dia pun bangkit dan langsung mencengkram jas King dengan sangat kuat membuat King kaget.
"Kenapa Tuan menyembunyikan semuanya? kenapa Tuan tidak bilang jika Tuan mengenal pria biadab itu?" bentak Marsya dengan deraian air matanya.
King tidak mengerti dengan yang diucapkan oleh Marsya. Dia pun menghempaskan tangan Marsya sehingga tubuh Marsya sedikit oleng. "Maksud kamu siapa? jangan coba-coba berani bersikap tidak sopan kepadaku," sahut King dengan nada dinginnya.
"Pria tua tadi, dia yang sudah menghancurkan hidupku, dia yang sudah membuat aku trauma!" teriak Marsya dengan air mata yang masih mengalir di pipinya.
King sedikit terkejut dengan ucapan Marsya. "Takeda yang sudah melakukan semuanya kepada Marsya?" batin King.
King memang sudah tahu akan masa lalu Marsya dari Dr.Virent, psikolog yang diperintahkan King untuk menyembuhkan Marsya. King dengan cepat menyeret Marsya supaya Marsya ikut dengannya, sedangkan Arsy dan Ratu sudah dijaga oleh anak buah King karena tadi King segera menghubungi anak buahnya untuk membawa Arsy dan Ratu pulang duluan.
"Pokoknya aku tidak mau tahu, Tuan harus membantuku untuk membalaskan dendamku kepada pria tua biadab itu," ucap Marsya histeris kepada King.
"Apa kamu tidak salah dengan ucapanmu? benarkah Takeda yang sudah melakukan itu kepadamu?" tanya King di sela-sela perjalanan pulangnya.
"Tuan pikir aku mengada-ada? waktu itu usia aku, seusia Ratu dan aku sangat mengingat wajah dia," sahut Marsya emosi.
"Apakah kasus pelecehan pada anak-anak yang saat ini sedang meresahkan itu adalah perbuatan Takeda?" batin King.
"Tuan, kenapa Tuan diam? jangan-jangan Tuan mau mengingkari janji Tuan," geram Marsya.
"Diam kamu! sembuhkan dulu rasa trauma mu itu, baru kamu merencanakan balas dendam. Bagaimana sekarang kamu mau balas dendam, sedangkan tubuh kamu bereaksi seperti itu jika berhadapan dengan dia!" bentak King.
Seketika Marsya terdiam, benar juga apa yang dikatakan oleh King. Dia tidak mungkin membalaskan dendamnya kepada Takeda jika dia masih merasakan trauma dan ketakutan yang luar biasa itu. Kali ini dia harus benar-benar ikuti anjuran Dr.Virent untuk melakukan terapi.
"Bahaya kalau Marsya tahu kalau Takeda adalah Papanya Tessa, bisa-bisa dia melampiaskan dendamnya kepada Tessa. Jangan sampai Marsya tahu dengan semua ini, selama ini juga aku ingin membunuh Takeda tapi aku belum bisa melakukannya karena Takeda adalah orang tua dari wanita yang aku cintai," batin King.
Tidak membutuhkan waktu lama, mereka pun sampai di rumah King. King langsung keluar dari dalam mobilnya meninggalkan Marsya. Marsya berjalan ke dalam rumah dengan gontai, dia benar-benar memikirkan apa yang diucapkan oleh King. Marsya masuk ke dalam kamarnya dan duduk di ujung ranjang.
"Benar juga apa yang dikatakan Tuan King, aku harus sembuh dulu setelah itu baru aku balas dendam," gumam Marsya.
***
Malam pun tiba....
Malam ini Marsya tidak bisa tidur, entah kenapa. "Rasanya haus sekali," batin Marsya.
Maraya pun bangun dari tidurnya dan keluar dari kamar berniat mengambil air minum ke dapur. Saat ini sudah tidak ada pengawal yang berdiri di depan setiap ruangan, karena Raja sudah memerintahkan untuk tidak ada pengawal bahkan CCTV pun sudah dihilangkan di beberapa titik. Entah apa alasannya yang jelas mungkin untuk melancarkan aksi keduanya.
Marsya menuruni anak tangga dan berjalan menuju dapur, dia mengambil air minum setelah itu kembali lagi ke kamar. Tapi pada saat hendak membuka pintu, Marsya seperti mendengar suara orang yang sedang mengobrol. "Suara siapa itu? kok, seperti ada yang ngobrol," batin Marsya.
Marsya mengendap-endap mencari arah suara yang terdengar samar-samar itu. Marsya juga terlihat siaga, takutnya itu adalah orang jahat. Hingga akhirnya dia sampai di depan sebuah pintu yang menurut King tidak boleh ada yang masuk ke dalam ruangan itu. Marsya menempelkan telinganya ke pintu.
"Bagaimana kalau King tahu?"
"Jangan khawatir, dia tidak akan keluar jika sudah berada di ruang kerjanya."
"Aku tidak mau menikah dengan King."
"Tenang saja, aku pastikan sebelum King menikahi kamu, aku akan mengatakan yang sebenarnya kepada King."
Marsya menutup mulutnya sendiri, dia tahu jika itu suara Tessa dan Raja. "Mereka berdua sudah gila," batin Marsya.
Tiba-tiba, pundak Marsya ada yang menyentuh membuat Marsya membelalakkan matanya. Perlahan, Marsya membalikan tubuhnya dengan tubuh yang bergetar. Betapa terkejutnya Marsya saat melihat orang yang sudah menepuk pundaknya.
"Tu--tuan King," ucap Marsya gugup.
"Aku sudah melarang kamu jangan coba-coba masuk ke dalam ruangan ini, sedang apa kamu di sini?" tanya King dingin.
Raja dan Tessa yang berada di dalam panik mendengar suara King. "Ma--af Tuan, tadi aku dengar seseorang yang sedang mengobrol di dalam ruangan ini," sahut Marsya gugup.
"Tidak akan ada yang berani masuk ke dalam ruangan ini tanpa seizin aku," geram King.
"Tapi Tuan aku tadi mendengar suara Tuan Raja dan Nyonya Tessa di dalam," sahut Marsya.
"Apa, jangan ngada-ngada kamu!" bentak King.
"Tidak Tuan, aku tidak mengada-ngada selama ini aku memang sering memergoki mereka selalu bermesraan," sahut Marsya.
Darah King naik ke ubun-ubun, dia mendorong tubuh Marsya dan segera membuka pintu ruangan itu. King menyisir setiap ruangan itu mencari Raja dan Tessa yang katanya berada di dalam namun King tidak menemukan siapa-siapa di sana. Marsya sangat terkejut kala tidak sengaja melihat isi dalam ruangan itu ternyata berbagai senjata yang tersimpan berjejer rapi.
King kembali keluar dan menutup ruangan itu, lalu menatap tajam ke arah Marsya. King mencekik Marsya dengan sorot mata yang sangat menyeramkan. "Berani sekali kamu menipuku, tidak ada siapa-siapa di dalam ruangan itu. Jangan pernah menuduh Tessa yang lain-lain jika kamu masih ingin hidup di dunia ini!" bentak King.
Marsya sudah hampir kehabisan napas, King pun melepaskan cekikannya dan pergi begitu saja dengan amarahnya. Marsya terbatuk-batuk, dia sampai terduduk di pantai merasakan sakit akibat cekikan King. Sementara itu Raja melihat dari balik pintu kamarnya.
"Untung aku sudah membuat pintu rahasia tanpa sepengetahuan King, wanita itu ternyata sudah mengetahui hubungan aku dan Tessa, sepertinya aku harus segera menyingkirkannya," batin Raja.