Xavier Zibrano, CEO muda yang selalu di paksa menikah oleh ibunya. Akan tetapi ia selalu menolak karena masih ingin menikmati masa mudanya.
Divana Veronika, gadis cantik yang rela meninggalkan orang tuanya dan lebih memilih kekasihnya.
Namun siapa sangka, kekasih yang ia bela mati-matian justru menghianatinya. Divana memergoki kekasihnya sedang berhubungan intim dengan sahabatnya sendiri di sebuah kamar hotel.
Dengan perasaan hancur, tak sengaja Divana di pertemukan dengan Xavier yang baru saja selesai menghadiri acara gala diner di hotel yang sama.
Divana yang sedang kalut akhirnya menawarkan sejumlah uang kepada Xavier untuk menghabiskan malam bersamanya.
Akankah Xavier menerima penawaran tersebut?
Yuk simak cerita selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16
Divana buru-buru menutup pintu ketika melihat Xavier berada di depan pintu rumahnya, belum sempat Divana menutupnya pintu itu sudah di tahan oleh pria itu. Divana mendorong sekuat tenaga pintu itu namun sia-sia, tenaganya kalah dengan Xavier.
"Ijinkan aku masuk, aku ingin berbicara padamu sebentar" mohon Xavier sambil menahan pintu tersebut.
"Tidak ada lagi yang perlu di bicarakan tuan, urusan kita sudah selesai lima tahun yang lalu. Pergilah, jangan ganggu saya" ucap Divana masih berusaha menahan pintu itu.
"Aku tidak akan pergi sebelum aku bertemu dengan anak-anak ku" seru Xavier.
Deg....
Jantung Divana berdetak kencang, dua tidak menyangka Xavier mengetahui tentang keberadaan anak-anaknya.
"Saya tidak tahu maksud anda tuan" ucap Divana pura-pura tidak tahu.
"Kau tidak usah berpura-pura lagi, aku tahu kau memiliki dua putra, dan aku yakin itu benihku yang aku tinggal di rahimmu dulu" ucap Xavier. "Ijinkan aku masuk atau aku akan mendobrak pintu ini" ancamnya.
Dengan perasaan yang campur aduk akhirnya Divana membuka pintu rumahnya, terlihatlah sosok Xavier yang berdiri di depan pintu, lelaki tampan yang pernah menghabiskan malam bersamanya lima tahun yang lalu.
Sejenak netra mereka saling tatap, Divana yang tidak kuat lalu menarik pandangannya terlebih dahulu, dan mengalihkan pandangannya kearah lain.
"Masuklah" ucap Divana mempersilahkan Xavier masuk.
Xavier melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah, dia menatap ke sekeliling, rumahnya kecil sangat berbeda jauh dengan Masionnya.
Mereka berdua duduk di kursi, suasana di ruang tamu berubah tegang, apalagi Divana, perempuan itu terlihat sedikit gelisah.
"Apa dia tahu tentang Noah dan Noel? akankah dia akan membawanya pergi?" tanya Divana dalam hati.
"Kenapa pagi itu kamu pergi begitu saja, kamu meninggalkan saya tanpa berpamitan terlebih dahulu" tanya Xavier dingin sembari menatap kearah Divana.
"Untuk apa tuan? Bukankah saya sudah membayar anda" tanya Divana.
Xavier mendesah kasar, lagi-lagi harga dirinya jatuh di depan wanita itu.
"Untuk apa katamu? Tentu saja untuk bertanggung jawab padamu, saya juga tidak sepeserpun mengambil uangmu, karena saya bukan laki-laki seperti itu." ucap Xavier kesal.
Divana terkejut, pantas saja selama ia hamil ia tidak mengalami apa-apa, ternyata pria itu yang mengalaminya. Divana kembali menetralkan rasa terkejutnya.
"Tapi saya tidak butuh pertanggung jawaban anda tuan, di sini sayalah yang salah jadi. Jadi anda tidak perlu bertanggung jawab" tegas Divana.
"Kamu memang tidak butuh tanggung jawab saya, tapi bagaimana dengan kedua putramu? Mereka pasti butuh sosok ayahnya" kata Xavier sambil menatap tajam kearah Divana.
Tubuh Divana mematung, lidahnya terasa kelu dan jantungnya terasa sesak, ia mengingat dulu saat hamil twins, banyak orang yang mencacinya karena dia hamil tanpa seorang suami, ingin rasanya Divana menangis mengingat hal itu, tapi dia tidak mau terlihat lemah di hadapan Xavier.
"Tapi saya benar-benar tidak hamil tuan, kita hanya melakukannya sekali tidak mungkin saya hamil" sanggah Divana.
"Kamu tidak usah berbohong nona, karena saat itu sayalah yang mengalami sindrom couvade. Kamu harus tahu betapa menderitanya saya waktu itu, hampir setiap pagi saya mengalami muntah. Bahkan aku sampai menyuruh semua karyawanku untuk tidak memakai parfum, karena di hidungku mereka semua terasa bau kambing" ungkap Xavier.
Divana terkejut bukan main, pantas saja selama ia hamil tidak merasakan apa-apa, ia masih bisa makan enak dan masih bisa bekerja dengan begitu nyaman, ternyata lelaki itu yang merasakannya.
"Lalu apa yang akan anda lakukan tuan? Apa anda berniat mengambil anak saya?" Tanya Divana dengan bibir bergetar, saat ini ia tidak memiliki siapa-siapa, ia hanya memiliki kedua putranya sementara keluarganya sudah ia jauhi, entah orang tuanya masih menganggapnya keluarga atau tidak.
"Saya berniat menikahi kamu, saya bukan orang jahat yang akan memisahkan seorang anak dari mamahnya, tapi kalau kamu tidak mau terpaksa saya akan menempuh jalur hukum untuk mengambil hak asuh mereka" tegas Xavier memberikan sedikit ancaman kepada Divana.
Divana bangkit dari tempat duduknya dan berlutut di hadapan Xavier.
"Saya mohon jangan ambil anak saya, tuan. hanya dia yang saya miliki saat ini" ucap Divana dengan berderai air mata.
"Menikahlah dengan saya, dengan begitu saya tidak akan mengambil mereka darimu." ucap Xavier sedikit memaksa.
Divana menggelengkan kepalanya pelan, ia tidak mungkin menikah dengan Xavier, karena mereka tidak saling mencinta. Dia takut kejadian dulu akan terulang lagi saat dia berpacaran dengan Samuel. Yang terlihat mencintai saja bisa menghianatinya apalagi yang sudah jelas-jelas tidak mencintainya, pikirnya.
"Kenapa" tanya Xavier datar.
"Kita tidak saling mencintai tuan" jawab Divana dengan isak tangis.
Xavier menghela nafas pelan. "Bangunlah, jangan berlutut seperti ini, nanti kalau anakmu melihat mereka akan mengira saya telah menyakitimu" ucap Xavier sambil memegang kedua bahu Divana dan memintanya untuk bangun.
Perlahan Naura bangkit dan duduk di sebelah Xavier.
"Kamu tidak perlu takut, kita akan bersama-sama belajar untuk mencintai. Kita lakukan semua ini demi anak-anak, " ucap Xavier lembut seraya menghapus air mata Divana.
Divana mengeryitkan keningnya, ia menatap lelaki itu dengan tatapan selidik, apa katanya tadi? Mereka, memangnya lelaki itu tahu kalau dia memiliki anak kembar?.
Belum sempat Divana menyahut terdengar suara Noel memanggil sang mama.
"Mama.... Tolong Noel mama" pekik Noel sambil berlari keruang tamu.
"Ada apa Sayang" tanya Divana buru-buru menghapus air matanya.
"Mama lihat, kancing baju Noel lepas gala-gala di talik Noah" adunya sambil memperlihatkan kancing bajunya yang lepas. Tidak menyadari ada orang lain di dalam ruangan itu.
"Pasti kamu jahilin Noah lagi kan" tebak Divana
"Cedikit mama, soalnya Noah lucu kalau cedang malah-malah" jawab Noel dengan cengiran khasnya, membuat Divana tidak bisa marah dengan putranya itu.
"Ganti bajunya nanti biar kancingnya mama benerin" titah Divana.
"Iya mama" balas Noel patuh.
Sejak tadi Xavier menatap bocah kecil itu dengan tatapan yang rumit.
"Eh, ada paman baik, paman mau apa kecini? Paman mau minta bayalan sama Noel ya" tanya Noel membuat Divana bingung.
Darimana putranya itu tahu lelaki itu, apa mungkin mereka pernah bertamu pikirnya.
"Noel kenal sama paman ini" tanya Divana penasaran.
"Tidak mama, tapi tadi paman ini yang tolongin Noel cuci tangan, soalnya tangan Noel nda campai" jawab Noel jujur.
Benar dugaannya, sebelumnya sang putra sudah lebih dulu bertemu dengan Xavier.
"Mama puna uang nda" tanya Noel berbisik di telinga sang mama.
"Berapa" tanya Divana.
"Lima libu aja mama, kan cuma bantu cuci tangan Noel doang, nda cucah itu" sahut Noel.
Divana menahan tawa, ia mengambil uang lima ribu dari saku celananya dan memberikannya pada sang putra.
"Ini paman? Lima libu aja jangan banak-banak nanti uangnya mama abis" ucap Noel sembari menyodorkan uang lima ribu kepada Xavier.
Xavier di buat melongo dengan kelakuan anak itu, sepertinya anak sama mak sama saja, sama-sama suka menjatuhkan harga dirinya. Andai bukan putranya sendiri, dia sudah melemparnya keluar rumah.
"Hei boy, papa ikhlas nolongin kamu, papa tidak minta bayaran, jadi kamu tidak usah bayar papa" ucap Xavier lembut.
"Nda apa-apa paman, paman nda ucah malu, lima libu bica kok buat beli cilok" bujuk Noel.
Dia tidak sadar dengan ucapan Xavier yang mengatakan dirinya sebagai papa.
Xavier menoleh melihat kearah Divana, seakan minta bantuan kepada wanita itu.
Divana yang di tatap menahan tawa melihat wajah tak berdaya Xavier.
"Uangnya buat Noel saja, uang paman sudah banyak" kata Divana.
"Huf, yaudah uangnya buat Noel aja, lumayan bica buat beli cilok nanti cama Noah" ucap Noel girang.
Tak lama Noah masuk kedalam ruang tamu, ia memicingkan matanya melihat Xavier.
"Paman siapa? Kenapa dekat-dekat sama mama" tanya Noah sambil menatap tajam Xavier.
Divana reflek langsung mundur, dan menjauhkan tubuhnya dari Xavier.
"Ini papa sayang, maaf papa baru bisa nemuin kalian sekarang, karena selama ini papa sibuk bekerja" ucap Xavier.
Noah diam mencoba mencerna ucapan Xavier.
"Maksudnya paman papanya Noel cama Noah" tanya Noel polos.
"Iya sayang" jawab Xavier.
"Huaaa...... " bocah kecil itu tiba-tiba menangis membuat mereka bingung.
"Eh kenapa Noel menangis sayang? Noel tidak suka bertemu papa" tanya Divana panik.
"Hiksss.... Cuka cekali mama, Noel cuma telhalu hikss.., akhilnya Noel cama Noah puna papa" ucapnya.
Divana menepuk keningnya sendiri, putranya ini mengagetkan saja. Ia pikir putranya itu kenapa, ternyata dia merasa terharu bertemu dengan papanya.
"Memangnya paman kerja dimana? Kenapa baru bisa temui kami sekarang" tanya Noah datar.
Xavier menelan ludahnya kasar, putranya yang satu ini auranya cukup menakutkan sama seperti Satria grandpanya.
"Papa di Jakarta sayang, papa ngumpulin uang dulu yang banyak untuk menemui kalian" jawab Xavier beralasan.
"Jangan bohong paman, aku tahu paman bukan orang miskin, paman kan punya hotel besar" ucap Noah mengingat wajah Xavier yang muncul di televisi saat meresmikan hotel barunya.
Divana menarik lengan putranya dan memeluknya, ia tahu apa yang di rasakan putranya saat ini. Pasti rasanya campur aduk, ada rasa bahagia karena ketemu papanya dan ada rasa kecewa karena Xavier baru menemuinya. Noah tahu betul bagaimana perjuangan mamanya dalam membesarkan mereka berdua.
"Noah tidak senang bertemu papa? Bukankah Noah pernah bertanya sama mama siapa papa Noah, sekarang pap sudah ada di hadapan Noah, kenapa Noah marah hmm" tanya Divana lembut.
"Kenapa baru sekarang? kenapa tidak dari dulu? Aku dan Noel sering di ejek di sekolah karena tidak mempunyai papa" isak Noah di pelukan mamanya.
Divana meneteskan air matanya, selama ini dia tidak tahu kalau putranya mendapatkan bullyan di sekolahnya, ia mengira selama ini mereka baik-baik saja tidak ada yang membulinya. Tapi ternyata salah, putranya menyembunyikan semuanya darinya. Entah apa alasannya, Divana tidak tahu.
Tanpa sadar Xavier ikut meneteskan air matanya, ia merasa bersalah baru bisa menemukan mereka, andai dia menemukan putranya dari dulu mungkin putranya tidak akan mengalami pembullyan.
Xavier mengambil alih Noah dari pelukan Divana, dia memeluknya erat.
"Maafkan papa sayang, sekarang pap janji akan selalu di sini menemani kalian" ucap Xavier dan mencium kepala putranya.
Xavier melepaskan pelukan papanya dan menatap wajah papanya lekat.
"Janji, papa tidak akan meninggalkan kami lagi" ucap Noah sambil mengulurkan jari kelingkingnya.
"Papa janji sayang" ucap Xavier sambil mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari Noah.