NovelToon NovelToon
Bayangan Terakhir

Bayangan Terakhir

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Identitas Tersembunyi / Dunia Lain / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Roh Supernatural
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Azka Maftuhah

Genre : Misteri, Thriller, Psikologis, Supranatural
Sinopsis :
Setelah suaminya meninggal didalam kecelakaan yang tragis. Elysia berusaha menjalani kehidupan nya kembali. Namun, semuanya berubah ketika ia mulai melihat bayangannya bertingkah aneh dan bergerak sendiri, berbisik saat ia sendiri, bahkan menulis pesan di cermin kamar mandinya.
Awalnya Elysia hanya mengira bahwa itu halusinasi nya saja akibat trauma yang mendalam. Tapi ketika bayangan itu mulai mengungkapkan rahasia yang hanya diketahui oleh suaminya, dia mulai mempertanyakan semuanya. Apakah dia kehilangan akal sehatnya ataukah ada sesuatu yang jauh lebih gelap yang sedang berusaha kuat untuk berkomunikasi dengannya.
Saat Elysia menggali hal tersebut lebih dalam dia menunjukkan catatan rahasia yang ditinghalkan oleh mendiang suaminya. Sebuah pesan samar yang mengarah pada sebuah rumah tua dipinggiran kota. Disanalah ia menemukan bahwa suaminya tidak mati dalam kecelakaan biasa. Akan kah Alena mendekati jawabnya???

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azka Maftuhah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 33 - WARISAN YANG TAK TERUCAP

Langit mendung kelabu menggantung di atas rumah tua yang telah lama ditinggalkan. Rumah itu milik keluarga Alana, tempat di mana semua memori awal bermula dan berakhir seperti ini. Kini, tempat itu terasa sangat asing baginya, seperti dunia yang memegang rahasia yang menolak diungkap.

Elysia duduk sendiri di ruang baca, menatap sebuah kotak kayu kecil yang ia temukan di loteng. Kotak itu tidak terkunci, namun entah kenapa ia belum membuka sejak pertama kali menemukannya. Di bagian atasnya terukir simbol kecil—sebuah mata dengan lingkaran di sekelilingnya.

Satrio dan Edric berdiri tak jauh darinya, membiarkannya mengambil waktu.

“Aku pikir ini hanya warisan kenangan,” kata Elysia lirih. “Tapi sekarang aku yakin, ini bukan warisan biasa. Ini adalah sebuah petunjuk.”

Ia membuka kotak itu perlahan.

Di dalamnya terdapat beberapa lembar surat yang menguning, sebuah liontin perak kecil, dan satu kaset rekaman mini dengan format lama, yang hanya bisa diputar dengan tape tertentu. Tapi yang paling mencolok dari semua itu adalah lembaran surat dengan tulisan tangan yang sangat familiar.

Untuk Elysia.

Tangannya bergetar saat mulai membaca.

> “Jika kau membaca ini, berarti kau telah menemukan jejak yang selama ini disembunyikan dari kita semua.

Aku tidak bisa menyelamatkan mereka, Elysia. Tapi aku tahu kau mungkin bisa.

Kita bukan bagian dari mereka, tapi kita terhubung. Dalam darah kita, dalam cara kita ‘melihat’ lebih dari yang lain.

Kau punya mata Elsa, tapi juga hatimu sendiri. Itu senjatamu. Jangan biarkan mereka menggunakannya lagi.

Di balik mata itu ada pintu, dan hanya kau yang bisa membukanya. Tapi ingat tidak semua yang ada di sana ingin ditemukan.”

Elysia tak bisa menahan air matanya. Ia mengenali tulisan itu.

Itu tulisan ibunya.

Edric mendekat. “Ibumu tahu semua ini?”

Elysia mengangguk pelan. “Dia menyembunyikannya. Tapi bukan karena takut. Karena dia ingin aku punya pilihan.”

Satrio menatap liontin di tangan Elysia. “Boleh kulihat?”

Ia membuka liontin itu perlahan. Di dalamnya ada potongan kecil foto dua anak perempuan—satu adalah Elysia saat kecil. Dan satu lagi...

“Elsa,” bisik Elysia. “Kami pernah bersama.”

Tiba-tiba, rekaman kaset itu mulai berdesis—seolah aktif sendiri.

Suara perempuan terdengar, pelan, tenang, namun penuh beban.

> “Kalau kau mendengarkannya, berarti kau siap. Mereka akan mencarimu. Tapi kau bisa melihat mereka lebih dulu.

Dengarkan hatimu. Jangan percaya pada yang pertama kali terlihat. Bahkan kebenaran pun bisa menyamar.”

Lalu suara itu berhenti. Kehening kembali melingkupi ruangan.

Edric berdiri membeku. “Elysia apakah kau sadar ? Semua ini... ibumu, Elsa, kamu, seperti rantai. Mereka semua punya mata yang melihat lebih jauh. Tapi kenapa hanya kamu yang tersisa?”

Elysia memandang ke luar jendela.

“Karena aku belum memilih. Dan mereka menungguku memilih sisi.”

Dalam keheningan, ia membuka kembali surat ibunya dan menemukan satu kalimat terakhir, ditulis dengan tinta merah:

> "Kau tidak sendiri. Tapi kau satu-satunya yang bisa mengakhiri ini."

Di keheningan malam ketika Elysia, Satrio, dan Edric kembali menyusun potongan-potongan misteri yang mereka temukan. Surat dari sang ibu, liontin dengan foto Elsa dan dirinya, serta rekaman suara yang menyebut tentang “mata yang bisa melihat lebih jauh” membuat segalanya terasa lebih rumit… dan lebih dekat.

Di ruang tamu rumah tua itu, cahaya lampu redup berpendar samar. Elysia meletakkan surat ibunya di atas meja, berdampingan dengan foto Elsa. Satrio memperhatikan dengan wajah tegang, sementara Edric terus memeriksa ulang isi kotak kayu tadi.

"Aku mulai percaya... semua ini bukan hanya tentang masa lalu," ucap Satrio pelan. "Ini semacam warisan. Tapi bukan uang, bukan harta. Ini pengetahuan. Dan mungkin juga beban."

Edric menemukan potongan kertas lain yang tersembunyi di dasar kotak. Tulisannya cepat dan tampak dibuat terburu-buru, seperti catatan terakhir sebelum seseorang pergi.

> "Eksperimen Φ belum dihentikan. Mereka masih mencari subjek. Jika aku gagal, lindungi Elysia.

Mata itu bukan kutukan. Itu kunci.

Tapi hati yang salah bisa membukanya ke neraka."

"Φ... lagi-lagi simbol itu," gumam Elysia.

Ia menarik napas dalam. “Kau tahu, aku dulu sering merasa ada yang berbeda dalam diriku. Tapi kupikir itu cuma trauma. Luka masa kecil. Sekarang aku sadar... bukan cuma aku yang menyimpan luka.”

Ia memandangi foto-foto anak-anak dalam album yang sebelumnya mereka temukan. Elsa hanyalah satu dari mereka. Dan kini ia yakin bahwa dirinya adalah kelanjutan dari mereka. Generasi yang masih bisa melihat dan mungkin, menutup pintu yang belum pernah ditutup.

“Kalau ini benar,” kata Edric serius, “kita harus tahu apa itu Eksperimen Φ sebenarnya. Siapa yang menjalankannya? Dan kenapa mereka menjalankan nya?”

Satrio mengangguk. “Dan yang paling penting, kenapa hanya kau yang bertahan, Elysia?”

Elysia tak menjawab. Ia bangkit, berjalan menuju jendela. Langit malam begitu pekat, dan di kaca jendela ia menangkap pantulan dirinya, sejenak, samar, seperti seseorang berdiri di belakangnya.

Tapi ketika ia menoleh, tidak ada siapa-siapa.

Hanya suara angin malam yang melintas seolah membisikkan sesuatu yang belum selesai.

Malam semakin larut, dan di tengah kesunyian itu, Elysia duduk sendiri di ruang tengah. Di hadapannya, seluruh bukti yang telah mereka temukan tersusun seperti teka-teki: surat dari sang ibu, catatan tentang Eksperimen Φ, liontin, dan album anak-anak yang terlupakan.

Tangannya meraba liontin yang tergantung di lehernya. Rasanya hangat seolah menyimpan sesuatu lebih dari sekadar foto. Ia menutup mata. Dan dalam sekejap, segalanya menjadi gelap.

Namun dalam kegelapan itu, sesuatu mulai muncul.

Bayangan. Suara. Gambar-gambar bergerak cepat. Ia melihat seorang gadis kecil, Elsa tengah duduk di kursi besi, dikelilingi orang-orang berjubah putih. Mereka mencatat. Mereka mengukur. Dan mata Elsa perlahan berubah. Pupilsnya melebar, memantulkan cahaya yang tak biasa.

Lalu, suara sang ibu terdengar.

> “Jika kau bisa melihat… maka kau juga bisa memilih untuk tidak melihat.”

Elysia terperanjat, terbangun dari penglihatan itu. Tubuhnya gemetar. Matanya terasa panas—seperti terbakar dari dalam.

Satrio dan Raka yang mendengarnya segera menghampiri.

“Ada apa?” tanya Edric panik.

“Aku,,Aku melihatnya. Elsa. Dia.. mereka... melakukan eksperimen padanya. Dan pada anak-anak lain juga.” Suara Elysia lirih, tetapi jelas. “Mereka mencoba memunculkan ‘penglihatan kedua’-mata batin. Dan... sepertinya aku salah satu dari yang mewarisinya.”

Satrio tampak tegang. “Mata itu, yang telah membuatmu bisa berhubungan dengan Ressa, dengan bayangan di cermin, dengan semua ingatan yang tidak semestinya kau lihat...”

Elysia mengangguk pelan.

“Tapi kenapa sekarang?” tanya Edric. “Kenapa setelah semua ini, penglihatanmu justru semakin kuat?”

Elysia hanya terdiam.

Ia memandang ke jendela. Dan di sana, untuk pertama kalinya sejak semua kekacauan ini dimulai, ia melihat dirinya sendiri. Bukan bayangan. Bukan sosok lain. Tapi dirinya. Utuh. Dan ia tersenyum.

“Mungkin karena aku, sudah berhenti melarikan diri.”

Edric menggenggam tangannya. “Kau tidak sendirian.”

Satrio menambahkan, “Dan kita akan cari tahu siapa yang memulai semua ini. Termasuk... apakah eksperimen itu masih berjalan.”

Elysia menatap liontin di lehernya, lalu berbisik,

“Kalau ini warisan, maka aku akan memastikan itu tidak lagi menjadi kutukan.”

Di kejauhan, suara jam berdentang.

Satu lembar kertas jatuh dari rak buku, seolah tertiup angin. Di atasnya tertulis:

> LOKASI: Arsip Rumah Sakit Jiwa Wilis Lama

Kode: Φ-KANAK 23

Status: TERKUNCI

Elysia menatap Satrio dan Edric. “Kita tahu tujuan selanjutnya.”

Dan dengan itu, mereka harus bersiap. Karena babak baru telah dimulai. Bukan hanya mencari jawaban.

Tapi menghentikan warisan gelap, sebelum memakan generasi berikutnya dan membuat kekacauan yang lebih besar.

1
Isa Mardika Makanoneng
baru awal udah tegang aja kk
Lalula09
Gokil!
Koichi Zenigata
Seru abiss
Graziela Lima
Ngebayangin jadi karakternya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!