NovelToon NovelToon
Pelacur Metropolitan

Pelacur Metropolitan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Arindarast

Pelacur mahal milik Wali Kota. Kisah Rhaelle Lussya, pelacur metropolitan yang menjual jiwa dan raganya dengan harga tertinggi kepada Arlo Pieter William, pengusaha kaya raya dan calon pejabat kota yang penuh ambisi.

Permainan berbahaya dimulai. Asmara yang menari di atas bara api.
Siapakah yang akan terbakar habis lebih dulu? Rahasia tersembunyi, dan taruhannya adalah segalanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arindarast, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

“Just ten minutes”

Dayana membawa tas dan pakaian Rhaell yang semula ada di kamar Marco, lalu menyerahkan kembali pada pemiliknya. “Ini… barang-barangmu, Haell.”

Rhaell mendekat ke arah pintu dan menerima tas itu. “Terima kasih Dayana,”ucapnya singkat, lalu melirik isi tas berisi ponsel yang masih aktif. Di balik senyum tipisnya, terpancar sebuah kelegaan.

Tiba-tiba, dari arah belakang terdengar suara langkah kaki yang mendekat. Grace, asisten rumah tangga yang selalu ramah, muncul dengan nampan berisi makanan.

Dayana menerima operan nampan itu dari Grace. “Makan terakhirmu tadi siang, kan?”

Rhaell mengerutkan kening. “Tapi aku tidak…” jawabnya ragu. Jujur saja ia sedikit terganggu dengan perhatian Dayana yang ‘melayaninya’ seperti ‘ratu’.

Dayana mengulurkan tangannya, menahan Rhaell agar tidak menolak. “Sudah, makan saja dulu, Haell. Jangan sampai kesehatanmu menurun.”

Rhaell terdiam sejenak, kemudian menerima nampan itu, matanya tertuju pada hidangan di atasnya. Sebuah nasi goreng dengan ayam suwir dan telur kornet oregano, tertata rapi di dalam piring putih. Aroma gurihnya membuat perut Rhaell bergemuruh.

“Bawel sekali ya penipu cantik ini.” Kata Rhaell penuh penekanan dikalimatnya. Tentu saja, dia masih mengingat betul kejadian di hotel waktu itu.

Dayana tersenyum lembut, “Semoga kamu suka. Aku meminta Grace membuatkan khusus untukmu, sesuai dengan yang biasa kamu makan di apartemen.”

Dayana keluar dari kamar Rhaell dengan langkah pelan. Senyumnya masih tersisa, namun matanya tetap tertuju pada Rhaell yang mulai makan, sembari memilih serial netflix di televisi.

Ada kelegaan tersirat dalam tatapannya, melihat Rhaell yang tampak lebih tenang. Ia menutup pintu dengan lembut, sesaat masih terpaku di ambang pintu, menikmati pemandangan sederhana itu sebelum akhirnya beranjak pergi.

Di koridor yang hanya diterangi lampu temaram, langkah kaki Dayana terdengar lebih nyaring, menciptakan gema yang kecil. Ia melewati beberapa ruangan yang gelap gulita, hanya sesekali menyapa pelayan yang berjaga dengan senyum ramah.

Namun, langkahnya terhenti sejenak di depan ruang kerja Arlo. Celah pintu yang terbuka sedikit memperlihatkan siluet Arlo dan Atlas yang sedang berbincang. Suara mereka sayup-sayup terdengar, namun cukup jelas bagi Dayana untuk menangkap inti pembicaraan.

Ia tanpa sadar memperlambat langkahnya, rasa ingin tahu mengalahkan niatnya untuk segera meninggalkan mansion. “Jelaskan padaku,” suara Atlas terdengar tegas, “Kamu mencintai Rhaell?” Dayana menahan napas. Pertanyaan itu langsung mengenai inti permasalahannya.

Jawaban Arlo terdengar lebih pelan, “Belum. Tapi aku ingin melindunginya.” Arlo, dengan segala keraguannya, memang tulus ingin melindungi Rhaell.

Namun, suara Atlas kembali mencecar, “Melindunginya dengan cara menghancurkan dirimu sendiri?” Kalimat itu terdengar seperti sebuah ledakan kecil.

Dayana menyadari bahwa situasi ini jauh lebih kompleks daripada yang ia bayangkan. Dengan perasaan yang rumit dijelaskan, Dayana melanjutkan langkahnya, meninggalkan ruang kerja Arlo dan menuju pintu keluar mansion.

...****************...

Arlo menatap kosong ke arah jendela. Kata-kata Atlas masih berputar-putar di kepalanya. “Melindunginya dengan cara menghancurkan dirimu sendiri?” Pertanyaan itu menusuk hatinya. Ia menyadari, perasaannya pada Rhaell memang baru tumbuh, namun sudah begitu kuat.

Ia merasa terikat, terikat oleh rasa tanggung jawab dan keinginan untuk melindungi Rhaell dari bahaya yang mengintai masa depan mereka.

Atlas, yang duduk di sofa berhadapan dengannya, mengamati Arlo dengan tatapan prihatin. Ia tahu, Arlo adalah pria yang baik, tetapi terkadang terlalu idealis. Ia perlu membimbing Arlo agar tidak terjebak dalam perasaannya sendiri, agar ia tidak kehilangan dirinya dalam upaya melindungi Rhaell.

“Kamu harus ingat, Arlo,” kata Atlas pelan, “pencalonanmu sudah di depan mata. Reputasi yang kita bangun selama ini… keringat dan darah, semua itu harus terbayar dengan setimpal.”

Arlo menghela napas panjang, pandangannya masih terpaku pada jendela. Kata-kata Atlas tentang pencalonannya memang benar, tetapi bagaimana ia bisa mengabaikan perasaan yang semakin hari semakin membesar ini?

Ia mencoba untuk melupakan Rhaell, menfokuskan diri pada karirnya, namun setiap kali ia menutup mata, wajah Rhaell selalu muncul di benaknya. Senyumnya, tatapan matanya, bahkan aroma sampo di rambutnya yang samar-samar masih tercium di ingatannya.

Ia meraih gelas berisi air putih di atas meja, meneguknya hingga habis. Air dingin itu tak mampu memadamkan api yang berkobar di dalam hatinya.

Ia merasa frustasi, terjebak di antara tanggung jawab dan perasaannya. Ia ingin pencalonannya sebagai wali kota sukses tanpa hambatan, tetapi bagaimana caranya jika perasaannya sendiri menjadi penghalang?

Arlo bangkit dari kursinya, langkahnya terasa berat. Ia meninggalkan ruang kerjanya, meninggalkan kata-kata Atlas yang masih menggema di telinganya.

Ia berjalan di koridor yang sunyi, perasaannya campur aduk. Ia merasa lelah, lelah berjuang melawan perasaannya sendiri. Ia ingin fokus pada pencalonannya, tetapi bayangan Rhaell terus menghantuinya.

Tanpa sadar, kakinya membawanya menuju kamar tamu yang ditempati Rhaell. Ia ragu-ragu sejenak di depan pintu, tangannya terulur untuk membuka pintu, lalu menariknya kembali. Ia seperti belum siap menghadapi kisah cintanya yang rumit.

Namun, rasa ingin bertemu Rhaell lebih kuat daripada keraguannya. Ia menghela napas, lalu membuka pintu dengan pelan. Detik-detik berikutnya terasa sangat panjang, hatinya berdebar-debar tak menentu.

Rhaell sedang asyik menonton serial Netflix dengan tawa ringan tanpa beban, selimut tebal menutupi tubuhnya. Cahaya lampu temaram memberikan suasana hangat dan nyaman.

Arlo, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, masuk dan langsung menuju ranjang. Ia membuka kaosnya, melemparnya sembarangan di kursi dan merebahkan tubuhnya di samping Rhaell, posisi tengkurap dengan wajah tenggelam di bantal.

Rhaell terlonjak kaget, remot yang ia pegang sampai terjatuh ke lantai. Ia menatap Arlo dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ada rasa terkejut, sedikit kesal, namun juga ada rasa iba.

Setelah beberapa saat terdiam, Rhaell memungut remotnya dari lantai. Ia ragu-ragu sejenak, lalu dengan hati-hati mematikan televisi dan meletakkan remotnya di atas meja nakas sebelah kasurnya. Ia melirik Arlo yang masih belum bergeming.

Terpaku, tatapannya tak lepas dari Arlo yang terbaring di sampingnya. Detak jantungnya berdebar kencang, debaran lain yang tak ia mengerti.

Arlo, tanpa aba-aba, menarik tubuh Rhaell hingga wanita itu sedikit tersentak. Dengan gerakan yang lembut namun tegas, Arlo menariknya lebih dekat, hingga tubuh mereka bersentuhan.

Kepalanya ia benamkan di perut Rhaell, wajahnya tenggelam di antara lekuk tubuh gadis itu. Tangannya melingkar erat, memeluk Rhaell dengan posesif. Aroma tubuh Rhaell tercium samar-samar, menenangkan hatinya yang gelisah.

Rhaell terkesiap, namun ia tak melawan. Tubuhnya menegang sejenak, lalu perlahan-lahan ia mengendurkan otot-ototnya.

Arlo tetap terdiam, menikmati kehangatan tubuh Rhaell dan debaran jantungnya yang sekarang ia nobatkan menjadi musik favoritnya. Merasakan kelegaan yang luar biasa, seolah beban berat di pundaknya sedikit berkurang. Di pelukan Rhaell, ia merasa aman dan terlindungi.

Rhaell menghela napas pelan, tangannya terangkat untuk membelai rambut Arlo yang sedikit berantakan. “Is everything alright?”

Rhaell dapat merasakan Arlo menggeleng pelan. “Just ten minutes.” Kata Arlo, suaranya serak dan hampir tak terdengar.

Rhaell terdiam, tangannya masih membelai rambut Arlo. Ia merasakan getaran tubuh Arlo, merasakan kegelisahan yang terpancar dari tubuh pria itu. Ia mengerti, Arlo sedang berjuang melawan sesuatu, sesuatu yang mungkin lebih berat daripada pencalonannya sebagai wali kota.

“Ada apa, Arlo?” tanya Rhaell pelan, suaranya lembut, mencoba untuk menenangkan Arlo.

Arlo mengangkat kepalanya sedikit, menatap Rhaell dengan mata yang sayu. “Aku… aku lelah,” katanya, suaranya masih serak. “Lelah harus membunuh perasaanku sendiri.”

“Tugas pelacur yang dibayar mahal, memang untuk melepas lelah para pria-pria,” kata Rhaell, suaranya tegas namun lembut. “Kamu bisa memakaiku sepuasmu.”

Arlo memeluk Rhaell lebih erat, membawa Rhaell semakin jatuh ke kasur dan menenggelamkan wajahnya di leher Rhaell. Sepuluh menit, mungkin tidak cukup untuk melupakan semua bebannya, tetapi sepuluh menit ini memberinya kekuatan untuk menghadapi semuanya.

Arlo mengangkat wajahnya dari leher Rhaell, matanya menatap Rhaell dengan intensitas yang membuat Rhaell sedikit gemetar. “Kenapa kamu terus menyebut dirimu pelacur?” bisiknya, suaranya berat dan penuh emosi. “Aku sudah membelimu dan label pelacur kuhilangkan sepenuhnya untukmu.”

Rhaell terdiam, kata-kata Arlo menusuk hatinya. Ia terbiasa dengan label “pelacur” yang disematkan orang-orang padanya, tetapi dari Arlo, kata-kata itu terasa berbeda. Ada rasa sakit, namun juga secercah harapan.

“Kenyataannya aku memang pelacur, Arlo.” jawab Rhaell, suaranya lirih. “Itu pekerjaanku dan aku memang melayani pria-pria di luar sana.”

Arlo meraih wajah Rhaell, menatap matanya dengan penuh kasih sayang. “Aku tidak peduli,” katanya, suaranya lembut. “Yang aku lihat… Rhaellku adalah seorang wanita yang kuat, yang tegar, yang mampu melawan badai… I'm so impressed and incredibly proud of you, Rhaell.”

Wanita mana yang tidak berlinang air mata saat dirinya merasa dihargai dan dimiliki sepenuhnya. Rhaell hampir meneteskan air matanya, “ini kamu sedang kampanye ya? Ini taktik yang kamu gunakan untuk memikat hati masyarakat ya?”

Arlo tertawa, cukup gemas dengan tingkah wanita yang sedang ia hadapi saat ini. Ia tidak menyangka Rhaell akan berkelakar di tengah air mata yang mengalir di pipinya. Tawa itu memecah ketegangan yang selama ini mencekam mereka.

Ia menunduk, mencium bibir Rhaell dengan lembut, sebuah ciuman yang awalnya ragu-ragu, seperti mengetuk pintu hati. Bibir Arlo terasa hangat dan sedikit gemetar, mencerminkan kegugupannya.

Rhaell membalas ciuman itu dengan lembut, tangannya terangkat untuk membelai rambut Arlo.

Ciuman itu perlahan-lahan menjadi lebih dalam, lebih intens. Lidah Arlo menyentuh bibir Rhaell, mencari celah untuk masuk lebih dalam. Rhaell membalas sentuhan itu, lidahnya bermain-main dengan lidah Arlo dalam sebuah tarian yang penuh gairah. Aroma tubuh mereka bercampur, menciptakan aroma yang memabukkan.

Tangan Arlo bergerak ke belakang leher Rhaell, menariknya lebih dekat. Tubuh mereka saling melekat, merasakan debaran jantung masing-masing. Ciuman itu bukan hanya ciuman fisik, tetapi juga ciuman jiwa, sebuah ekspresi dari cinta, pengertian, dan penerimaan.

Ciuman itu berlangsung lama, seolah waktu berhenti di antara mereka. Di antara ciuman itu, tercipta sebuah ikatan yang lebih kuat Ketika mereka akhirnya melepaskan ciuman itu, napas mereka tersengal-sengal.

Arlo menatap mata Rhaell dengan penuh kasih sayang. “So…” katanya, suaranya yang lembut berubah sedikit lebih… panas. “It’s yours to decide, honey.”

Rhaell tersenyum geli mendengar kalimat itu. Ia mencoba menggulingkan Arlo dengan tenaga yang seadanya. “Ten minutes or… ten hours?” Pancingnya, lalu mengedip menggoda, melepas sendiri kaos kebesaran milik Arlo.

Bersambung…

1
Grace
aku baca ini sambil makan 2 bungkus indomie, /Smile/
auralintang___-
marco, lu bisa minggir dlu gx? INI AREA ARLO DAN CIA OMEJII ngapa elu ngikut" sih ah elah ah elaaaah🤾🏻‍♀️🤾🏻‍♀️🤾🏻‍♀️🤾🏻‍♀️🤾🏻‍♀️
Galih
seru batt gilak
Mrlyn
jgn2 Cia udh diincer mau dijadiin ibunya Sienna 😅🤌🏻
Mrlyn
lanjutannya jgn lama2 ya thoorrr
Mrlyn
kira2 kenapa ya Arlo sedih 🤔
Mrlyn
Wangi manis 🌼🌼🌼🌼🌼 bayi mongmong bayi😌🫶🏻
Mrlyn
Tuh kan kepincut juga 🤣🤣🤣
Mrlyn
❤️❤️❤️❤️❤️
Mrlyn
Kasian Cia🤧 tp gpp nanti juga ada hikmahnya. sabar ya nduk
Mrlyn
wkwkwk makanya jgn macem2 sama Miss Lily🤣🔥
Mrlyn
makin menarik alurnya 😍🔥
Mrlyn
waduh udh mulai main apa🙈 awas loh kebakaran😌
Mrlyn
Nah ngejob begini aja Cia, kali ketemu jodoh 🙈
Mrlyn
Panjangin lagi babnya thorrrrrr, lagi asik baca tau2 abis🤧
Mrlyn
nungguin Arlo sama Cia interaksi lagi😍🔥
Mrlyn
Awas Lo Arlo ditandain Cia tr kepincut lagi🤣
Elok Senja
up dunk thorr....pliiisss 🤗🙏🥰
Elok Senja
ada typo kecil,
tu kan mo arah ke ❤❤ gituu 😅🤗
Elok Senja
jadi tertarik dg merek parfum nya Thor 🤣🤣😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!