Aruna Azkiana Amabell perempuan berusia dua puluh lima tahun mengungkapkan perasaannya pada rekan kerjanya dan berakhir penolakan.
Arshaka Zaidan Pradipta berusian dua puluh enam tahun adalah rekan kerja yang menolak pernyataan cinta Aruna, tanpa di sangka Arshaka adalah calon penerus perusahaan yang menyamar menjadi karyawan divisi keuangan.
Naura Hanafi yang tak lain mama Arshaka jengah dengan putranya yang selalu membatalkan pertunangan. Naura melancarkan aksinya begitu tahu ada seorang perempuan bernama Aruna menyatakan cinta pada putra sulungnya. Tanpa Naura sangka Aruna adalah putri dari sahabat dekatnya yang sudah meninggal.
Bagaimana cara Naura membuat Arshaka bersedia menikah dengan Aruna?
Bagaimana pula Arshaka akan meredam amarah mamanya, saat tahu dia menurunkan menantu kesayangannya di jalan beberapa jam setelah akad & berakhir menghilang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12. Menikah denganku
Arshaka sedikit limbung saat keluar dari ruangan Daniel, memikirkan bagaimana dia harus mengatakan pada Aruna. Dia hanya punya dua pilihan, bagi Arshaka pilihan yang lebih menguntungkannya tentu ada di Aruna.
“Tuan Arshaka,” sapa Danu saat melihat bosnya tersebut terlihat frustasi.
“Ikut aku, cepat” Danu bingung kenapa tiba-tiba bosnya langsung menariknya.
Arshaka membawa Danu menuju pantry, tempat dimana tadi dia melihat Aruna yang ketiduran. Arshaka mengedarkan pandangannya menatap sekeliling pantry.
“Dimana dia?”
“Siapa tuan,” tanya Danu bingung.
“Aruna,” jawabnya singkat dan datar.
“Oh. Sudah kembali ke ruangannya,” jawab Danu.
Arshaka kembali ke ruangannya, dia melemparkan tubuhnya pada sofa. Danu masih belum mengerti apa yang tengah membuat tuan mudanya itu menjadi resah.
Terlebih dia baru saja kembali dari ruang kerja papanya, Arshaka memijat kedua pelipisnya. Lebih tepatnya sedang berpikir bagaimana mengatakan pada Aruna.
“Danu bantu aku berpikir,”
Danu semakin bingung dengan permintaan Arshaka.
“Danu…!” panggilan yang naik satu oktaf dari Arshaka membuat Danu terperanjat.
Dia menghela napas panjang. “Bagiamana aku harus membantu, kalau aku tidak tahu apa masalahnya.”
“Apa yang bisa aku bantu, tuan?”
Dia lupa kalau belum bercerita pada Danu, tentang ide gila orang tuanya.
Danu hanya bisa mengangga mendengar apa yang barusan bosnya katakan, bukan tentang Daniel dan Naura yang mengingkan pernikahan Arshaka dan Aruna terjadi. Dia terkejut karena ide nyonya besar Pradipta Company diluar nalar mereka.
“Bagaimana mengatakan pada Aruna?”
“Kita culik saja dia,” ceplos Danu.
“Plak,”
Tubuh Danu sedikit limbung mendapat pukulan dari Arshaka. “Tidak ada ide lebih gila lagi dari yang kamu katakana?” kesal Arshaka.
Danu tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Hehe. Bukannya tuan tahu, bagaimana Aruna?”
Arshaka kembali berpikiri, apa yang di katakana Danu benar. Tidak akan mudah membujuk gadis itu, terlebih dia pernah membuat Aruna sakit hati.
Arshaka menghela napas panjang. “Baiklah. Itu opsi terakhir kita,”
Arshaka dan Danu sedang menyusun strategi untuk bicara dengan Aruna dan membuatnya setuju menikah dengan Arshaka.
Sementara itu Aruna bersama tim delta satu dan dua tengah menikmati makan siang terakhir mereka bersama Aruna. Bukan makan siang mewah, hanya makan siang sederhana yang penuh hangat.
Aruna memang bilang minggu ini adalah minggu terakhir dia ada di perusahaan, tapi dia tidak bilang pada Naura maupun Arshaka bahwa minggu terakhir yang dia maksud adalah hari ini.
Karena tahu kondisi tidak kondusif, Imel sengaja memesan beberap makanan cepat saji. Dari makanan berat beberapa snack juga minuman, Imel ikut bergabung makan siang dengan mereka sebentar.
Aruna mengambil paper bag besar dari mejanya, dia mengeluarkan box-box bertuliskan nama masing-masing tim. Tak lupa juga nama Imel ada di sana.
“Khusus untuk bu Imel yang terbaik,” Aruna memberikan box yang lebih besar pada Imel.
“Terimakasih Kia,” Imel memeluk Aruna. Tentu dia merasa kehilangan, Imel sangan menyukai Aruna dari sejak awal bertemua dengan gadis tersebut.
“Boleh di buka sekarang tidak, Ar?” ucap Aldo.
Aruna mempersilahkan semua membuka kenang-kenangan darinya, dia tidak membeda-bedakan isinya. Kecuali punya bu Imel yang tentu ada tambahan lainnya.
Mereka semua tertawa renyah setelah membuka box berisi kenang-kenangan dari Aruna. “Kamu benar-benar pengertian Aruna,” salah satu rekannya mengacungkan jempol.
“Bu Imel, kita tidak perlu pengajuan lagi. Sudah dapat dari Aruna,” celetuk Lin.
“Aku juga dapat satu,” ucap Imel.
Siang ini mereka tertawa lepas, tidak ingin membuat moment perpisahan mereka dengan Aruna di hiasi tangisan.
Aruna memberikan elektrik eye massager, tidak lupa masker mata. Untuk bu Imel dia menambahkan alat pijat kepala otomatis.
“Tim kita memang hanya butuh alat pijat mata otomatis,” ucap Rika.
Semua kembali terkekeh, menghadap layar berjam-jam memang membuat mata mereka sering lelah. Mereka bahkan sering lembur, menjadi salah satu jantung perusahaan terkait keuangan membuat mereka harus ekstra.
Tidak hanya di tuntut rapi, tapi juga teliti dan cermat. Sangat meminimalisir kesalahan, belum lagi kadang mereka harus saling serang dengan musuh yang mencoba meretas system.
Karena itulah ada tim delta satu dan dua, mereka punya tugas masing-masing. Saling melengkapi dan membantu.
Setelah puas bercengkerama satu sama lain, semua kembali pada tugas dan pekerjaan masing-masing. Aruna masuk ke ruangan Imel, mereka mengobrol santai.
“Aku hanya menganggapmu liburan panjang dari delta 1, Kia” ucap Imel tegas.
“Siap bos. Saya tetap akan membantu mengkomando mereka jika ada yang meretas,”
Imel mengangguk, dia memang mengijinkan Aruna keluar. Namun sebagai staff keuangan, bukan keluar dari tim delta 1.
Aruna awalnya keberatan, namun pada akhirnya dia menyetujui permintaan Imel. Tentu dengan syarat yang hanya Imel dan Aruna tahu.
Mereka masih mengobrol dengan santai, sesekali tertawa lepas. Hingga kedatangan Arshaka membuat mereka terkejut dan menghentikan pembicaraan mereka.
Arshaka di sana sudah bersama Danu. “Sorry, aunty. Aku pinjam dia dulu,” Arshaka menunjuk Aruna.
“Haa? Aku?” Aruna menunjuk dirinya sendiri mendengar ucapan Arshakan.
“Ada perlu apa?” tanya Imel yang sebenarnya sedikit tahu maksud keponakannya tersebut mencari Aruna.
Arshaka langsung menarik tangan Aruna begitu saja. “Aunty. Aku pinjam Aruna dulu,” ucapnya sambil berlalu keluar dari ruangan Imel.
Imel hanya bisa menggelengkan kepalanya, melihat kelakuan keponakannya tersebut. Danu membungkuk hormat pada Imel, kemudian menyusul bosnya yang sudah pergi lebih dulu.
“Danu. Kamu ambil tas dan hodie Aruna,” perintah Arshaka.
Rika dan yang lainnya keheranan, melihat Aruna yang di tarik Arshaka. Mereka saling tatap, berharap Arshaka tidak akan mempersulit rekan mereka tersebut.
“Pak Arshaka, sebenarnya ada apa?” tanya Aruna yang masih berusaha melepaskan cengkeraman tangan Kafka.
“Tidak di sini, Aruna. Kita bicara setelah keluar dari kantor,” ucap Arsha datar.
“Dasar gunung Everest,” batin Aruna
“Bisa lepas. Sakit,” ucao Aruna sambil menunjuk pergelangan tangannya yang masih dicengkeram Arshaka.
Dia berhenti dan menatap Aruna, gadis itu bingung kenapa Arshaka malam menatapnya. Arshaka melepaskan cengkeraman tangannya dari Aruna, tapi hanya sesaat. Karena sesaat kemudia, Arshaka justru menggandeng tangan Aruna.
Aruna membelalak, jantungnya serasa berhenti berdetak. “Apa-apa an dia ini? Aku tidak boleh goyah”
“Pak Arshaka duluan saja, aku turun belakangan”
Arshaka tahu apa yang sedang Aruna khawatirkan, karena mereka menggunakan lift umum. Akan banyak karyawan yang mungkin saja melihat mereka berdua dalam lift. “Tidak perlu khawatir. Ada aku,”
Aruna mengerlingkan matanya malas, dia berontak juga tidak akan bisa. Karena di sana juga ada Danu, ternyata sampai lobby tidak ada satupun karyawan lain yang satu lift dengannya.
Aruna menghela napas lega, diam-diam Arshaka tersenyum tipis melihat raut wajah Aruna.
Mereka saat ini sudah ada di mobil, bahkan sampai saat ini Arshaka belum mengatakan dia akan di bawa kemana.
“Bisa jelaskan kita mau kemana?” kesal Aruna karena dari tadi tidak mendapatkan jawaban dari Arshaka.
“Bertemu mamaku,” jawab Arshaka datar.
Persaan Aruna berubah menjadi tidak enak, pikirannya sudah berlayar kemana-mana. “U-untuk apa bertemu nyonya Naura? Kenapa aku harus ikut,” Aruna semakin gugup dan Arshaka melihat hal tersebut.
Arshaka mendekatkan wajahnya pada telinga Aruna. “Dua hari lagi,”
“Haa?” bingung Aruna dengan ucapan Arshaka.
“Menikah denganku. Dua hari lagi kita menikah,”
Aruna diam membeku, mencerna apa yang dia dengar barusan nyata atau hanya halusinasinya saja. tidak mungkin untuk Aruna menyetujui begitu saja permintaan gila dari Arshaka, karena Aruna tahu laki-laki dis sampingnya tersebut tidak mencintainya.
"Apa kamu sudah tidak waras?" teriak Aruyna pada Arshaka.
sia nnti aku mmpir
terima ksh sll mendukung